𝐈

1.4K 120 3
                                    

Author's POV

Glorymoor dipimpin oleh seoarang pria berdarah dingin, sekaligus dalang dalam setiap peristiwa besar planet ini, Loddy. Ia tinggal di atas gedung tertinggi Glorymoor. Mata tajamnya dapat menangkap seluruh sudut kota.

Senyumnya tersungging, ketika melihat seluruh prajuritnya dalam balutan militer beserta senapan disetiap genggaman mereka. Langit biru dengan gumpalan putih tanpa terhalang kabut. Seluruh pabrik berteknologi tanpa asap berhasil menutup cerobong pencemar udara. Sekali lagi itu semua hasil para otak cerdas itu.

Dengan dunia yang saat ini tidak lagi ada batasan, semua hal terkait dengan teknologi, seakan prahara yang tanpa henti menciptakan hal gila dan luar biasa. Tidak sia-sia ia mengambil mereka dari bumi.

Suara langkah kaki terdengar semakin jelas dan berhenti tepat di belakang Loddy. Ia sangat hafal dengan aroma gadis ini dan sengaja menunggunya untuk bicara.

"Ayah, aku akan pergi dan pulang sore nanti."

Loddy membalikkan badan, menatap hangat putri satu-satunya yang ia miliki.

"Apa tidak cukup sampai lonceng siang berbunyi?" tanya Loddy.

"Ayolah ayah, itu tidak akan cukup untuk memanah, berburu, menembak, me,"—jelas Lyn sangat bersemangat dengan kedua tangannya.

Loddy tertawa kecil, "Baiklah Lyn lakukan apapun yang kau mau, asalkan satu ja—"

"Jangan pulang terlalu larut. Janji," ujar Lyn.

"gadis pintar," Loddy mengacak ringan rambut Lyn dan mengecupnya sejenak.

Mata tajamnya kemudian beralih pada pengawal setia Lyn yang sudah berdiri lama dibalik anak gadisnya itu.

"Tris, kau tahu tugasmu."

-

Anak panah menancap tepat dititik pusat papan sasaran dengan jarak 100 m. Diikuti dengan wajah puas Lyn. Ia membalikkan tubuhnya sedikit, "yes!! Tris lihat!"

"Wow itu lebih baik dari yang terakhir kali," puji Tris.

"Aku tahu," Lyn berjalan menghampiri Tris lalu duduk di samping wanita itu.

Lyn menyingkirkan busur panah dan arm guard dari lengannya. Ia menarik nafas panjang lalu menghembuskannya dari mulut. Tidak tanggung-tanggung, ia mengulangnya hingga tiga tarikan nafas.

"Kau terlihat menyedihkan Lyn, katakan padaku," Tris bicara tanpa melihat Lyn.

Lyn memainkan rumput yang ada di bawah sepatu bootsnya, "Aku mimpi buruk Tris, sangat buruk."

"Seburuk kau menyimpul tali sepatumu?" ujar Tris menahan tawanya.

"Hei!" Lyn menonjok bahu Tris dengan kepalan tangannya, "Ini lebih buruk, kau tahu."

"Cepat katakan."

"Aku melihat mayatku sendiri yang tertusuk dibagian dada kiri, tepat pada jantungku, tidakkah itu mengerikan?" jelas Lyn dengan terburu.

"Apa kau sedang sedih atau memikirkan sesuatu sebelum tidur?" tanya Tris.

Kedua alis Lyn saling bertautan membuat kerutan pada dahinya. Ia sedang memperlihatkan usahanya, mengingat apa yang ia pikirkan sebelum tidur tadi malam.

"Satu pekan lagi ulang tahunku ke-20, kurasa aku sedikit memikirkan itu," jelas Lyn masih dengan alis yang bertautan.

"Kalau begitu jangan berpikir sebelum tidur," ujar Tris sembari mengendikkan bahunya.

"Kurasa memikirkan sesuatu sebelum tidur hal yang wajar, aku yakin kau juga melakukannya," Lyn menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Itu hal bisa Lyn, mimpi hanya bunga tidur. Aku juga pernah mimpi buruk, tapi tidak terjadi apa-apa," jelas Tris.

The Battle Land: GlorymoorWhere stories live. Discover now