76. Dependent

1K 207 70
                                    

Yerina menghela napas lega melihat Juandra yang kini tidur lelap di salah satu kamar di panti asuhan Jingga.
Dalam kepanikan dan keputusasaan dia sendirian tadi, Jinan datang karena khawatir dan Yerina sangat bersyukur untuk itu.

Yerina minta Jinan untuk ngambil tasnya, juga bilang ke Jingga untuk minjam salah satu kamar di tempat itu. Semua Jinan lakukan dengan cepat.

Obatnya bekerja dengan baik. Juandra langsung tenang dan tidur. Yerina memutuskan untuk nggak nelpon Dokter Kaisar karena keadaan sudah dalam kendali. Mungkin. Jadi dia cuma ngirim chat aja.

"Maaf ya, Mas, jadi ngerepotin." Kata Yerina pada Jinan yang kini masih duduk di sampingnya. "Padahal ini hari baik kalian."

Jinan tersenyum dan mengelus kepala adik bungsunya. "Gapapa. Acaranya kan udah selesai, sekarang tinggal santai-santai aja. Jingga juga di luar, nemenin tamu, nggak banyak kok."

"Mas juga balik aja. Adek gapapa kok sendiri disini."

Jinan menarik napas sebelum menceritakan pada Yerina, "sebetulnya Mas tahu kenapa Juandra kayak gini. Meskipun nggak detail."

Yerina kaget. Gimana bisa Jinan tahu? Padahal dia yakin selalu menjaga rapat-rapat kisah masa lalu Juandra yang pilu itu. Terus kalau bukan Yerina, siapa yang bilang ke Jinan?

"Mas nebak-nebak aja sih." Tambah Jinan kemudian yang bikin Yerina merasa lega. "Adek lagi bantuin dia buat sembuh kan?"

Yerina mengangguk. "Gapapa kan?" Tanyanya.

Sekarang gantian Jinan yang ngangguk, dirangkulnya pundak Yerina, "Adek hebat."

Yerina tersenyum kecut. Dalam hati dia nggak setuju dengan pujian Jinan. Dia nggak hebat. Sama sekali nggak hebat. Kalau memang iya, harusnya dia nggak ninggalin Juandra terlalu lama tadi, harusnya dia selalu siap dan bawa obatnya Juandra kemana pun dia pergi, harusnya Juandra nggak lagi tidur karena pengaruh obat penenang sekarang.

"Temen-temen adek?"

"Udah mas suruh pulang."

"Baguslah." Kata Yerina. "Bakalan repot kalau mereka nunggu dan tambah kepo."

Sekali lagi Jinan mengelus kepala Yerina, berusaha memberikan sedikit bantuan moral pada adiknya.

Sekarang Jinan semakin sadar, benar kata Jingga, Yerina udah besar. Jinan tahu Yerina sedang sangat kalut. Kalau Yerina yang dulu mungkin masih akan nangis terus sampai Juandra bangun. Tapi adik bungsunya itu sudah berhenti nangis sejak Jinan datang ngebawain tasnya. Jinan pun sempat merasa kagum waktu ngeliat Yerina memperlakukan Juandra. Meski dengan tangan yang gemetaran, Jinan bisa merasakan bahwa Yerina mencoba untuk tenang dan bertekad untuk menolong Juandra.

Ya, lagi pula Jinan juga sudah banyak berubah. Mereka semua bertambah dewasa.

"Mas tinggal gak apa-apa?"

Setelah dapat persetujuan Yerina, Jinan kembali ke tempat acara. Saat itulah ada telepon masuk ke HP Yerina, dari Dokter Kaisar.

Yerina menceritakan kejadiannya sedetail mungkin, berusaha nggak melupakan fakta apapun.

"Maaf, Dokter. Harusnya aku nggak ninggalin Kak Juandra tadi."

Yerina bisa dengar helaan napas Dokter Kaisar dari seberang. Dia semakin merasa kecewa sama dirinya sendiri. "Kalau Juandra sudah bangun, kamu bilang ke Pak Tio untuk antar dia ke rumah sakit. Kamu nggak perlu ikut. Istirahat aja. Besok kita ketemu."










❤️🏩❤️












Yerina melangkahkan kakinya dengan berat setelah pintu lift terbuka di lantai 9. Kartu emas ditangannya dia pakai untuk membuka pintu bangsal VIP, tempat yang sudah terlampau familiar untuknya.

The House Of WijayaWhere stories live. Discover now