14. Splashin'

659 40 0
                                    


'So back to what i was saying...'

'This could be us but you're playing...'

Musik populer dari Rae Sremmurd mengisi pagi hari dalam rumah klasik nan terpencil itu.

Diselingi suara-suara percikan air serta denting alat dapur, Travis sebagai pemilik rumah tersenyum dalam tidurnya.

Meskipun merasa enggan, Travis tetap membuka matanya perlahan. Pemandangan pertama yang dilihatnya adalah siluet seorang gadis tengah membuka tirai jendela kamar.

"Pagi, Travis!"

Sapaan hangat itu membuat Travis tanpa sadar tersenyum tipis. Ia bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi untuk mencuci wajahnya.

Sementara Chicago menunggunya ditepi ranjang. Berbeda dengan Travis, Chicago justru tak mampu menyembunyikan senyuman bahagianya hari ini.

Mimpi ketika ia dan pria itu saling berpelukan terasa benar-benar indah. Dan malam kemarin adalah alasan utama dibalik senyumannya.

Chicago menyukainya.

Bunyi pintu yang ditutup membuatnya tersentak. Chicago menghampiri Travis yang telah memakai sebuah hoodie kelabu.

"Tubuhmu terasa hangat, apa kau baik-baik saja?" tanya Travis sedikit khawatir.

"Yeah, i'm fine."

"Lagipula aku hanya terkena hujan sebentar kemarin. Itu tidak akan membuatku jatuh sakit." sambung Chicago.

Travis menganggukkan kepalanya kemudian menuju dapur saat mencium aroma sedap dari sana diikuti Chicago dibelakangnya.

Rumah sederhana yang cukup terpencil ini rupanya menyediakan banyak bahan makanan di dapur. Sebelumnya, Chicago pikir hanya ada makanan instan saja.

Letaknya yang dikelilingi hutan kecil dengan pepohonan tak terlalu tinggi membuat suasana pagi disana hampir seperti di negeri dongeng. Udara segar tanpa polusi membuat Chicago merasa enggan untuk beranjak dari rumah itu.

Kini ia dan Travis tengah duduk berhadapan di meja makan.

Chicago menahan senyumannya saat Travis terlihat menyukai masakannya. Tatapannya terus tertuju pada pria itu seraya menumpukan dagu diatas kedua tangan.

"Travis."

Mendengar namanya disebut, Travis mengalihkan pandangan pada gadis didepannya. Ia mengangkat satu alisnya sebagai pertanda 'kenapa?'.

Selama beberapa menit, Chicago hanya diam dengan seulas senyuman manisnya.

Untuk sesaat, Travis terpaku pada senyuman itu. Sangat manis ditambah lesung pipit dikedua pipinya. Gadis itu terlihat mempesona.

Chicago menatapnya dalam, "I think i'd have a heart attack."

Gadis itu bisa melihat ada kilatan kaget di mata Travis walau hanya sekilas. Ia menghela nafas sejenak, "If you remember that time, every time you hold me."

"That's when I realized, that no one ever gets me like this other than you." ucap Chicago penuh arti.

Tiba-tiba Travis merasa kepalanya begitu sakit. Rasanya ada sesuatu yang menghantam kuat kepalanya. Bersamaan munculnya bayangan memori aneh yang membayangi pikirannya.

Semuanya nampak buram, bahkan suara-suara itu terdengar tak jelas. Hanya siluet dua orang, rumah, danau.

Terus terputar disekitar sana hingga Travis meringis kesakitan dengan mata terpejam.

Meskipun kepanikan sempat menyergap Chicago, gadis itu hanya membiarkan Travis yang meringis kesakitan. Hanya beberapa detik sebelum pria dihadapannya mulai tenang dan membuka kelopak matanya perlahan-lahan.

"Apakah masih terasa sakit?" Travis mengangguk.

Chicago berniat untuk mengambilkan air mineral. Saat ia beranjak dari kursi, tangannya tanpa diduga ditarik cukup kuat oleh Travis hingga Chicago jatuh ke atas pangkuannya.

Pria itu memeluknya erat, kepalanya terbenam dalam ceruk leher Chicago. Travis memejamkan matanya dengan nafas yang memburu.

Tangan Chicago terangkat ragu. Namun setelahnya tetap mengusap-usap punggung Travis yang terbalut hoodie kelabu. Sesekali ia juga mengusap pelan rambut blonde pria itu.

Kekhawatiran jelas tergambar dalam tatapan Chicago. Meski disisi lain hatinya senang masih ada harapan untuk Travis kembali mengingatnya.

"Chia..." Travis bergumam lirih.

Setetes air mata jatuh dikedua matanya. Chicago tersenyum sendu, nama itu menghadirkan kebahagiaan luar biasa dalam hatinya.

"I just can't hold you for a long time, Travis." bisiknya.

ACATHEXIS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang