What Happened With Us?

1.7K 58 11
                                    

Pagi-pagi udah ada yang ngetuk pintu siapa sih?! Ngeselin banget, ini kan hari libur ku.

Aku lihat jam masih menunjukkan pukul sembilan pagi.

Hah, seharusnya kan aku masih di bawah selimut dan di peluk suamiku, bukannya jalan buka pintu begini.

Sambil terus merutuk di dalam hati, aku berjalan ke bawah. Ku buka pintunya, dan ternyata ada kakakku satu-satunya, kak Irene.

"Loh kak, kok tumben kesini pagi-pagi? Masuk dulu yuk."

Aku menutup pintu lalu mengajak kak Irene duduk.

"Sendirian kak? Kak Seulginya mana?"

Kak Irene masih terduduk diam sambil menunduk dari tadi, memegang amplop coklat dengan sedikit gemetar.

Dia mulai mengangkat wajahnya dan melihat ku, matanya berkaca-kaca.

Kakak kenapa?

"Suamimu ada, dek?" Suaranya terdengar lemah dan parau.

"Ada kak, di atas baru bangun, ada apa? Mau di panggilin sekarang?"

Kak Irene hanya mengangguk sambil sesekali menghirup napas panjang, seperti sedang menenangkan diri.

"Sebentar ya kak. Aku ke atas panggilin bentar. Kakak tunggu aja dulu. Eh bentar, kakak mau dibikinin minum dulu?"

Dia menggeleng pelan dan kembali menunduk. Lututnya bergoyang-goyang ke atas bawah dengan cepat.

Memang benar, hubungan kita menjadi sedikit renggang setelah kita berdua menikah. Hal itu menjadi alasan mengapa terasa sedikit canggung jika sudah lama tidak bertemu.

Aku segera naik ke atas untuk membangunkan suamiku, suami jadi-jadianku.

Tapi sebenernya kakakku kenapa? Kenapa dia terlihat begitu cemas? Gugup? Dan seolah ketakutan? Entahlah. Mungkin kakak sedang membutuhkan bantuan suamiku. Lagian kan emang mereka bersahabat dari jaman SMP. Aku aja kenal dia juga dari kak Irene, karena dia sering ke rumah dulu buat main ataupun ngerjain PR sama kak Irene.

Ku buka pintu kamar dan ku lihat suamiku duduk di kasur sedang bermain ponsel, dia terlihat seperti baru saja selesai membasuh muka nya.

"Siapa, love? Pagi-pagi gini udah namu ke rumah orang, mana pas hari Minggu lagi, ganggu aja ih." Dia memutar malas kedua bola matanya.

Aku sedikit mengerucutkan bibirku, "Hush, nggak boleh begitu. Kak Irene yang dateng, sendirian tapi, nggak sama kak Ugi. Nyariin kamu by." Dia terlihat bingung. "Ke bawah yuk, udah di tungguin. Aku mau bikinin kamu kopi, sekalian bikinin kak irene minum, tadi belum sempet bikin soalnya."

"Yaudah, yuk."

Kita berdua berjalan ke bawah.

Suamiku berjalan ke ruang tamu sedangkan aku berjalan ke arah dapur untuk membuatkan suamiku dan kak Irene minum serta menghangatkan beberapa croissants coklat untuk camilan.

Setelah siap, aku membawa minuman dan cemilannya ke ruang tamu. Tapi entah mengapa, suasananya terasa begitu hangat, bahkan panas.

Aku melihat kak Irene terduduk menangis, sedangkan suamiku berdiri terdiam sambil memegang amplop coklat dengan kertas putih di atasnya, dan aku yakin itu adalah amplop yang tadi di pegang oleh kak Irene.

Ada apa ini?

Kenapa mereka berdua terlihat kacau?

Apa mungkin bisnis hasil join mereka berdua ada apa-apa?

Dengan cepat aku taruh nampan yang ku bawa dari dapur ke atas meja dan segera menghampiri kak Irene untuk menenangkannya.

"Kalian kenapa? Kakak kenapa nangis?"

Jensoo One ShotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang