Tantangan

5 3 0
                                    

Yoru menahan sakit dari pelipisnya yang terluka itu sambil tersenyum sinis.

"Lalu, sekarang kau mau apa?" tanyanya.

"Mau ku? yah, aku ingin bercerita sedikit. Tentang kejadian itu." ia duduk di depan Yoru sambil memegang pistol.

"Kau jangan bergerak ya kalau tak mau kutembak." katanya.

"Hmph, lagipula aku sama sekali tak tertarik dengan ceritamu." kata Yoru.

"Baiklah aku akan memulainya. Malam itu sehabis kita pulang dari les, kau meminta izin untuk bermain di rumahku. Tapi saat aku sedang berada di dapur, tiba-tiba terdengar suara ribut dari ruang tamu. Aku tahu persis kau menunggu di ruang tamu bersama ayah dan ibuku saat itu. Saat aku kembali ternyata kau sudah .... membunuhnya ...."

"Hei memang kau melihat aku membunuhnya?" tanya Yoru.

"Haha. Aku tidak peduli siapa yang membunuhnya. Yang jelas kaulah yang waktu itu memegang pisau dengan baju berdarah. Makanya aku merasa kalau aku harus membunuhmu."

"Sialan!"

Yoru rasanya ingin sekali menonjok orang yang ada di hadapannya ini, namun ia telah dihadang oleh pistol di kepalanya.

"Eh berani bergerak nyawamu akan hilang. Kau paham."

Toxin berusaha menyelamatkan Yoru namun laki-laki itu malah menembak kakinya hingga ia terjatuh.

"Aaaahh!!" jeritnya sambil memegangi kakinya yang berdarah.

"Apa-apaan kau ini!"

"Dia mengganggu saja. Oh iya kenapa aku tak membunuhnya saja ya? Dia kan orang yang berharga untukmu bukan?"

"Jangan apa-apakan dia!"

"Tidak kok. Ah kau terlalu emosian Yoru. Nah sekarang pilihlah, mau menyelamatkannya atau menyelamatkan kota?"

Yoru teringat dengan tugasnya menyelamatkan kota Tokyo dari bom. Namun ia juga ingin menyelamatkan kakaknya itu dari si orang licik ini. Kepalanya makin terasa pusing saat itu dan dia putuskan untuk menyelamatkan sang adik.

"Yoru." panggil Toxin.

"Toxin."

"Selamatkanlah kota."

"Tapi ..."

"Jangan pedulikan aku. Aku akan baik-baik saja."

"Tidak, aku akan menyelamatkanmu."

"Ku mohon jangan keras kepala! Turuti saja keinginanku!" katanya dengan nada yang agak tinggi.

Yoru terdiam karenanya, kemudian ia hanya mengangguk. "Baiklah."

Orang itu kemudian memberikannya pin bom tersebut. "Nah Yoru. Cepatlah, karena adikmu ini akan menunggumu."

Yoru berusaha lari dari tempat itu sambil sesekali menangis melihat sang adik. Dia menangis bukan karena sakit yang di deritanya melainkan ia harus meninggalkan sang kakak yang rela menjadi sandera demi dirinya. Ia segera berlari ke arah menara Tokyo dan meneriaki para polisi yang sudah cemas.

"Hoi kalian! Cepat masukan pin ini!" katanya sambil menunjukkan kertas.

"Yoru! Apa yang terjadi?!"

"Itu tidak penting bodoh! Cepat!"

"Baik."

Para polisi itu segera memasukkan kode ke dalam bom waktu yang sudah menunjukkan angka 11 detik. Beruntungnya bom itu berhasil dijinakkan, semuanya mengucapkan rasa syukur dan merasa tenang namun tidak untuk Yoru, ia segera kembali ke tempat Toxin dengan darah yang semakin mengalir di dahinya, ia menahan rasa sakit yang kian menjadi itu.

"Toxin!" panggilnya, namun ia tak melihat Toxin dan orang itu di sana. Dengan penuh kekesalannya ia mencari ke berbagai ruangan itu hingga sampailah dirinya di atas atap.

"Ah kau berhasil rupanya?"

"Hah .... sekarang .... bebaskan dia ... hah ..."

"Bebaskan? Apa aku akan memberikannya begitu saja?"

"Hah .... tch .... cepat!"

"Ambil saja sendiri."

Ia mendorong Toxin lalu mengarahkan tembakan ke arah Yoru. Saat peluru ingin mengenai jantung Yoru, Toxin dengan cepat melindunginya hingga mereka terjatuh.

"Toxin?"

"Yoru ... kau tak apa-apa?"

Yoru melihat tubuh Toxin yang melindunginya, mulut dan punggungnya sudah berlumuran darah karena jantungnya tertembak. Yoru dengan cepat memapahnya sambil memanggilnya.

"Yoru ..."

"Tidak Toxin, bertahanlah. Aku akan membantumu."

"Tidak Yoru ... aku baik-baik ... saja ..."

"Jangan banyak bicara. Sudah diam saja."

Toxin memegang tangan Yoru kemudian dia tersenyum.

"Yoru .... aku mohon dengarkan aku."

"Apa?"

"Tolong jaga ... mereka ya ..."

"Apa maksudmu?"

"Yoru .... terima kasih telah menyelamatkan ku .... sekarang .... giliranku menyelamatkanmu."

"Tidak ... hiks .... Toxin .... ku mohon jangan pergi ..."

Yoru berusaha keras menuntun tubuh Toxin yang sudah lemas itu, namun orang itu malah berlari ke arah mereka dan menusuk jantung Toxin. Yoru membelalak karenanya.

"Ahahaha .... Hahaha .... Ahahahahaha ...." tawa orang itu sambil terus-menerus menusuk jantung Toxin tanpa ampun.

"Berhenti kau dasar biadab!!" kata Yoru sambil menendang kepala orang itu. Orang itu pingsan tak sadarkan diri dengan kepala yang mengeluarkan darah.

Yoru memeluk Toxin sambil terus-menerus menangis. Toxin yang sudah lemas membalas pelukan Yoru.

"Yoru .... terima kasih."

"Tidak, kau tidak perlu berterima kasih."

"Tidak .... aku harus mengatakan ... itu ..."

"Hiks .... jangan pergi adikku ...."

"Ahaha .... jangan menangis .... hah ..."

Yoru semakin mengeratkan pelukannya.

"Nah .... kalau begitu ... aku tidur dulu ya ..."

Tubuh Toxin semakin lama semakin melemah, matanya terpejam dengan tenangnya. Yoru menangis dan berteriak sejadi-jadinya.

"YORUUU!!!"

Teriakannya disambut oleh hujan yang berbarengan dengan petir yang amat kencang. Menutupi kesedihannya di malam yang sangat kelam itu.

Caraphernelia || Yoru Kuzuriha X Toxin AkabaneOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz