Ke Pasar

711 40 23
                                    

Seorang pemuda menghela napas malas di atas motornya yang sedang melaju di tengah jalan. Mengingat pagi-pagi buta seperti sekarang ia harus ada di sini karena sang ibu menyuruhnya membeli panci baru di toko perabotan yang ada di pasar. Dan dia diharuskan kembali sebelum jam tujuh pagi karena ibunya bilang panci tersebut akan digunakan.

"Ini konyol. Aku laki-laki. Aku tidak mengerti dengan perabotan. Mana perabotan yang bagus dan mana perabotan yang jelek. Bagaimana kalau nanti aku salah membeli. Ah, seharusnya tadi aku mengajak ibu," gumam pemuda itu dengan kesal.

Ia terus sibuk dengan pikirannya sampai tak sadar bahwa di depannya sedang lampu merah dan ada pesepeda yang tengah berhenti. Beberapa detik kemudian dia tersadar, lalu membelalak dan langsung saja mengerem. Tetapi hasilnya tetap saja sama. Ia menabrak sepeda di hadapan motornya dan mengolengkan benda itu beserta dengan si pengendaranya. Dia pun panik.

Lampu merah telah berubah menjadi lampu hijau, kendaraan yang lain mulai berjalan dan tidak mempedulikan pesepeda yang jatuh akibat pemuda tadi. Tapi percayalah, pemuda itu tidak sengaja menabrak!

Pelaku turun dari motornya dan mendekati sang korban yang dilihat-lihat ternyata seorang gadis. Si pelaku yang notabene bertubuh tinggi, dia berjongkok mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan si korban. "Nona, maafkan aku!" ujar pemuda itu.

Gadis yang menjadi korbannya tidak menjawab dan meringis kesakitan sambil melihat memar dilututnya. "Apa kau kesakitan?" tanya pemuda berambut landak itu dengan khawatir.

Gadis itu melongo tak percaya. "Apa kau buta?! Jatuh seperti ini masih kau tanyakan sakit atau tidak?!" Dengan perasaan kesal yang menyelimuti, gadis itu mendongak untuk melihat sang pelaku. Begitu melihat siapa orang yang membuat ulah padanya di pagi-pagi seperti ini, ia membelalak. "Kau?!"

Pemuda di hadapanya terkejut. "Ying?!" pekiknya terkejut. "Kau ... Fang!" geram si korban yang ternyata Ying, sahabat pemuda yang menabraknya, Fang. "Kenapa kau menabrakku?!"

"Pffft. Jadi kau yang kutabrak." Bukannya merasa bersalah karena sudah menabrak sahabatnya, pemuda bernama Fang itu justru menahan tawa. Ying mengerutkan kening. "Kenapa kau tertawa?" herannya.

"Lucu saja."

"Kau gila! Jatuh seperti ini kaubilang lucu?! Dasar, tidak berprikemanusiaan!"

"Hei, ayolah, rambutmu berantakan. Bagaimana aku tidak tertawa."

"Huh!" Ying merapihkan kembali rambutnya yang berantakan akibat terjatuh tadi, kemudian ia mencoba berdiri dan mengabaikan Fang, tetapi hampir oleng karena rasa sakit di lututnya.

"Hei, lututmu memar," ujar Fang langsung berdiri dan mengulurkan tangan ke arah gadis China itu hendak menahannya agar tidak terjatuh. "Menjauh!" ketus Ying.

Fang merasakan ada nada kecewa dari suara Ying barusan, ia pun menjauhkan tangannya dari Ying dan sedikit memberi jarak antara dirinya dan gadis itu. "Maafkan aku, Ying. Aku tidak sengaja."

"Semua orang yang menabrak pasti bilangnya 'tidak sengaja'!" Ying terus saja  mencoba berdiri. "Aku memang tidak sengaja, dan maafkan aku karena mentertawakanmu tadi," lirih Fang.

Ying tetap tidak mempedulikan Fang. Dia mencoba membangunkan sepedanya, namun tangannya ditahan oleh Fang. "Ying kakimu terluka, kau tidak bisa mengangkat atau bahkan mengayuh sepeda." Ying tetap diam dan memaksa mengangkat sepedanya, namun sekali lagi ditahan oleh pemuda itu. "Ayolah, Ying." Ying terdiam dan berpikir sejenak.

"Ayo, kita berhenti dulu di halte sana," ajak Fang menoleh ke arah halte yang ada di trotoar sebelah mereka. Oke, sepertinya Fang melupakan perintah ibunya agar membeli panci dengan cepat.

Ying menaruh kembali sepedanya, kemudian berjalan menuju halte. Tanpa perintah dari Ying, Fang langsung merangkul Ying dari samping membantu gadis China itu berjalan menuju kursi halte. Ya, Ying tidak menolaknya karena dia sendiri sadar bahwa sekarang dirinya memang butuh bantuan Fang.

Oneshoot Fang YingWhere stories live. Discover now