Menghadap Sang Dewi

21 3 0
                                    

"Nggh..." Aku terbangun dengan perasaan lemas. Kantuk di kelopak mataku masih tersisa. Tubuhku terasa sulit digerakkan. Kutengok kanan dan kiri, mencoba melihat sekitarku. Namun yang kulihat hanyalah kegelapan yang menelan segalanya.

Aku merasa bahwa ini hanyalah sebuah mimpi. Semua yang terjadi hanyalah imajinasiku belaka. Aku mencoba mencubit pipiku dan ternyata rasanya sakit.

Tunggu, kalau aku bisa merasakan sakit, maka apakah ini...? Aku merasa ada sesuatu yang ganjil di tempat ini.

Aku mencoba beranjak dari kasur dan tiba-tiba kasur itu menghilang bagai tertiup angin. Aku bingung dengan apa yang terjadi padaku.

Aku mencoba berjalan tetapi kakiku terasa kaku. Secara spontan, sorotan cahaya dari atas membuat mataku silau. Aku bisa melihat sekelilingku walau hanya sejauh beberapa langkah.

Sebuah suara memanggilku dan mengucapkan selamat datang. Aku heran mengapa ada orang lain dalam sini dan kujawab dengan rasa takut siapa di sana. Seketika, suara itu membalas dengan berkata bahwa ia adalah dewi Gaia.

Aku terkejut tak bisa berucap. Mendadak ada perempuan berambut hijau yang berumur tiga puluh tahun, berada di hadapanku. Ia membawa sebuah tongkat kayu berbungkus dedaunan yang di ujungnya terdapat semacam miniatur bumi.

Kakiku terasa lemas membuatku berlutut. Gadis berambut hijau itu mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri. Ia mengangkatku sambil berkata tidak apa-apa.

"A-Apakah itu benar engkau, wahai Gaia?..." Aku bertanya dengan mulut bergetar.

Sang dewi menjawab bahwa itu benar dirinya. Ia hanya sedang menggunakan salah satu wujudnya untuk berbicara padaku. Tidak disangka aku dapat bertemu langsung dengan Gaia.

Aku menarik napas berusaha menenangkan diri terlebih dahulu. Kemudian, aku menanyakan tempat apa ini sebenarnya. Ibu Gaia menjawab kalau ini adalah alam bawah sadarku yang dapat ia kendalikan. Aku terbungkam melihat sekelilingku sambil terheran-heran.

Sang dewi memintaku untuk memerhatikan dirinya. Ia datang menemuiku untuk memberitahu beberapa hal. Pertama, aku tidak hanya akan berhadapan dengan Abbyssalus saja, melainkan juga petingginya yang tidak ia sebutkan namanya. Dia adalah penguasa elemen Abbyral yang sesungguhnya, sementara Abbyssalus hanyalah bawahannya.

Aku terdiam mendengar perkataannya itu. "Lalu, mengapa engkau mengatakan ini kepadaku sekarang, wahai Ibu Gaia?"

"Itu karena aku yakin engkaulah yang dapat mengalahkannya. Tentunya engkau membutuhkan bantuan teman-temanmu dalam mengalahkan Abbyssalus dan petingginya. Dan perang ini akan menjadi yang terbesar dalam sejarah Overworld. Perang antara manusia dengan dewa." 

Mendengar Ibu Gaia berkata seperti itu, rasa cemas mulai menghantuiku. Apakah benar aku dapat mengalahkan Abbyssalus dan petingginya itu? Tanpa sepengetahuanku, Ibu Gaia meletakkan telapak tangannya di kepalaku dan membacakan sebuah mantra.

Seketika, semua rasa cemas yang ada dalam diriku lenyap tanpa jejak. Aku akhirnya bisa tersenyum walau sadar akan posisiku di masa mendatang. Aku tentu harus kuat menghadapi tugas yang ia serahkan padaku, sebab ini mencakup kehidupan umat manusia.

Melihatku tersenyum, Ibu Gaia ikut tersenyum. Ia melanjutkan hal yang ingin ia utarakan, yakni esok pagi aku akan diberinya kekuatan yang tiada bandingnya.

Aku bertanya apakah kekuatan itu namun ia enggan menjawab. Ia berkata, "Tunggulah esok hari dan engkau akan melihat dunia terguncang olehmu." Mendengar hal itu, semangat dalam diriku kembali lagi. Aku merasakan tubuhku penuh dengan energi untuk perubahan esok hari.

Aku lanjut bertanya berbagai hal mengenai apa yang ada dalam dunia ini. Ibu Gaia menjawab kalau dunia ini sudah ada sejak jutaan tahun yang lalu, serta prosesnya telah berubah setiap zamannya. Selain yang kuketahui, Ibu Gaia memberitahuku bahwa akan ada banyak rintangan yang mendatangiku. Di antaranya sekelompok pembunuh, hewan pemangsa, dan masih banyak lagi.

A Witch's Tale (Ind.)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin