Our Little Jordan

85 18 22
                                    

Jangan lupa vote dan komen, ya :)
.
.
.

Wesley's :

Aku bangkit dari tempat dudukku di depan rumah saat aku melihat seorang bocah lelaki berlari ke arahku. Bocah lelaki itu menghambur ke dalam pelukanku yang langsung saja mengangkat dan memutar tubuh kecilnya berkali-kali. Kami tertawa, merasa bahagia bisa bertemu lagi setelah seminggu berpisah.

Perkenalkan, namaku Wesley Richard dan bocah yang sekarang ada di gendonganku adalah Jordan, anak lelakiku yang berusia 6 tahun. Sejak satu jam lalu aku sudah menunggu kehadiran Jordan yang memang biasa datang seminggu sekali. Jagoan kecilku itu datang diantar oleh ibunya, mantan istriku yang sekarang sudah menikah dengan lelaki lain. Tapi, aku tahu benar kalau Jessica, mantan istriku itu tidak akan mau mengantar Jordan sampai depan pintu. Wanita itu biasanya hanya akan menunggu di mobil sampai ia yakin kalau Jordan sudah benar-benar bertemu denganku. Lalu setelah itu Jess akan langsung pergi meninggalkan kediamanku ini dan menjemput Jordan lagi keesokan harinya.

"Bagaimana kabarmu, jagoan?" Aku berjalan beriringan dengan Jordan ke dalam rumahku sambil menjinjing tas ransel miliknya yang berisi beberapa pakaian ganti. Di sampingku, Jordan tampak sangat senang bisa bertemu denganku lagi. Senyuman tidak pernah lepas dari wajah kecil nan polosnya. Ia tidak pernah tahu kalau dalam hati pun aku begitu senang bisa bertemu dengannya lagi. Anakku, jagoan kecilku, kesayanganku, kebanggaanku.

"Aku baik, Daddy. Aku senang bisa bertemu Daddy lagi!"

"Aku juga senang bertemu lagi denganmu, jagoan! Apa kau sudah makan?" tanyaku saat kami sudah sampai di ruang tamu dan duduk bersebelahan di sofa.

"Sudah, Daddy. Tadi Mommy memasak makanan kesukaanku." Kedua mata biru Jordan berbinar senang. Rambut pirangnya berkilau terkena cahaya matahari pagi yang masuk dari jendela rumahku. "Oh ya, Daddy. Hari ini kita mau main apa?"

"Kita bisa main apa pun yang kau mau, sayang."

"Asyik! Kalau begitu sekarang aku mau mulai dengan bermain di luar!"

Aku tersenyum melihat antusiasme anak itu. Jordan langsung berdiri dan menarik tanganku untuk keluar. Ia tampak begitu tidak sabar. Kami langsung bermain di halaman rumah, dimulai dengan bermain ayunan. Aku mengayun Jordan sampai bocah itu berteriak senang. Setelah merasa puas, Jordan berlari ke arah trampolin besar yang ada di sana. Bocah kecil itu langsung melompat-lompat kegirangan. Melihat Jordan yang tampak sangat bersemangat membuat hatiku terasa hangat dan merasa ingin ikut naik ke atasnya. Aku memanjat ke atas trampolin itu dan kami melompat-lompat sampai tubuh kami terpental-pental di atas trampolin besar itu.

Selesai bermain trampolin, aku mengajari Jordan bermain skateboard. Sejak kecil aku selalu bermimpi ingin menjadi pemain skateboard profesional tapi impianku sirna karena aku tidak mendapat dukungan dari kedua orang tuaku yang berpisah saat usiaku 10 tahun dan hanya berakhir menjadi seorang pemain gitar di sebuah band yang tidak pernah berhasil mendapat kontrak rekaman dengan label resmi. Dan itu adalah salah satu alasan yang membuatku dan istriku berpisah, karena faktor ekonomi yang membuat Jess lebih memilih untuk pergi meninggalkanku dan menikah dengan lelaki yang lebih kaya. Di mata Jess, aku mungkin tidak lebih dari seorang pecundang yang tidak bisa memenuhi semua keinginannya.

Jordan benar-benar bocah yang memiliki energi besar. Selepas bermain skateboard mengelilingi beberapa blok di lingkungan rumahku, anak itu mengajakku bermain Playstation. Dan dengan sabar aku menuruti keinginannya sampai beberapa saat kemudian Jordan pun tumbang. Ia terlelap di pelukanku. Kami berbaring di atas sofa di ruang tamu.

Sambil mengusapi rambutnya, aku teringat mantan istriku, Jess. Dan nasib malang anak sematang wayang kami, Jordan. Di usianya yang masih begitu kecil Jordan sudah harus merasakan kepahitan dan menjadi korban akibat perceraian kami. Padahal sejak awal menikah aku bersumpah kalau anakku nanti tidak akan pernah merasakan apa yang kurasakan saat kecil. Tapi, akhirnya aku pun menyerah pada nasib.

𝐉𝐎𝐑𝐃𝐀𝐍 // 𝐎𝐧𝐞-𝐒𝐡𝐨𝐭Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang