9. SYARAT

103 33 25
                                    

🌧️🌧️🌧️🌧️🌧️

“Nak Qwincy bisa ke rumah?”

Qwincy melihat layar ponsel demi memastikan penelepon di seberang.

“Ke rumah tante?”

“Iya. Ke rumah tante,” ulang Shaly.

“En-enggak apa-apa, Tan?”

Qwincy teringat tragedi yang terjadi empat hari silam. Keisengannya membuahkan petaka, membuat Lily harus terbaring karena sakit. Selama itu pula, Qwincy tak henti menyalahkan diri sendiri.

“Lily pengen ketemu sama kamu,” terang Shaly.

Qwincy menggigit bibir. Ia memang ingin bertemu dengan gadis kecil itu untuk mengucapkan permintaan maaf secara langsung, tapi tidak pernah mendapat restu dari Ocean.

Tiga hari lalu, selumbari, kemarin, bahkan hingga pagi tadi, Qwincy berusaha menelepon dan membanjiri Ocean dengan permintaan maaf. Namun, tak ada satu pun yang mendapat tanggapan. Membuat dirinya semakin berkubang dalam penyesalan.

“Baik, Tan.” Tanpa berpikir panjang, Qwincy mengiyakan.

“Tapi sekarang, ya,” pinta Shaly lagi.

“Sekarang, Tan?”

“Iya. Mumpung Ocean lagi ke kampus. Bisa, kan?”

Qwincy akhirnya tahu, kenapa ia bisa datang ke rumah itu. Namun, tiba-tiba ia terdiam sambil melirik ke arah Aru.

“Nak Qwincy lagi sibuk, ya?” tanya Shaly karena tak mendapat kepastian.

“Eng-enggak, kok, Tan. Kebetulan sekarang saya lagi senggang,” jawab Qwincy buru-buru.

Sementara di ujung meja rapat berbentuk segi empat, Aru tengah mendelik dengan tatapan ‘Emang siapa yang lagi senggang? Kau pikir ini rapat cuma acara minum-minum kopi sambil kocok arisan?’

“Ya, udah. Ditunggu secepatnya, ya,” ucap Shaly, kemudian menutup panggilan.

Sementara itu, Qwincy tengah menyiapkan kalimat-kalimat negosiasi untuk dilayangkan pada Aru.

“Bos!” panggil Qwincy.

Aru mencibir. “Kalo kau su panggil saya bos, su pasti tra ada keraguan lagi, kau ada permintaan, to?”

Qwincy cengar-cengir. “Ah, Bos ini emang benar-benar sahabat dan atasan sejati. Selaluu… pengertian.”

“Pret!” dengkus Aru.

Qwincy kembali cengar-cengir. “Rapat untuk meet and greet, lanjutin tanpa gue aja, ya, Bos!”

Tra bisa begitu! Kau kan artisnya.”

“Plis, Bos. Gue ada perlu. Penting banget.”

“Tidak bisa ditunda satu dua jamkah kau pung keperluan itu?”

Qwincy menggeleng. “Bos ingat Lily? Calon narasumber yang sakit gara-gara dengar cerita gue?”

Aru mengangguk. “Kenapa? Tambah parah dia pung sakit? Atau dia pung mama mau tuntut kau?”

“Bukan, bukan. Si Lily minta ketemu. Gue bisa ke rumahnya sekarang, mumpung mamanya lagi pergi,” jelas Qwincy.

“Kau mau kase tinggal rapat untuk jenguk dia?”

Qwincy mengangguk dengan rasa tak enak hati. Ia terlihat sangat tidak profesional dalam pekerjaan.

"Oke. Tapi syaratnya, kau harus pulang dengan hasil wawancara."

RAIN (Repost)Where stories live. Discover now