55. Jika

4 2 0
                                    

~ jika kau cinta, siapkan hatimu. Jika kau kecewa, siapkan akalmu. Jika sudah terlanjur sakit dan kecewa, siapkan relasi antara hati dan akalmu. Kadang punya hati tapi tak dapat memahami. Kadang punya akal tapi tak dapat berpikir~

                                                ***
Melihat kabar kematian Imaz, Irma ingin berkunjung ke makamnya. Tetapi, bagaimana bisa sedang dia di penjara. Penjaga polisi tadi langsung menarik tangan Irma. Mengisyaratkannya untuk kembali ke sel tahanan. Ia melintasi sel tahanan. Tepat di depan sel tahanan Arman, ia menghentikan langkahnya. Arman yang sedang duduk termenung di pojokan segera mendekat. Irma menatapnya nanar.

"Man, apa kau sudah tau kabar tentang Imaz?" Tanya Irma menyeka air matanya.

"Dia sudah ketemu?"

"Iya."

"Alhamdulillah."

"Dan dia sudah bahagia disana."

"Mereka menikah?"

"Imaz sudah bahagia di alam sana."

Arman terperangah. Jantungnya berdetak lamban.

"Serius? Imaz sudah tiada?"

"Iya. Aku benar-benar tidak menyangka Imaz pergi secepat itu."

Arman menghela napas. Ia tertunduk menyesal.

"Aku menyesal Irma. Mengapa aku melibatkan cinta kita sama cinta mereka."

"Andai dia masih hidup, kita akan mempertemukan mereka. Seperti yang pernah Romo lakukan."

"Nasi sudah menjadi bubur."

Di kala mereka saling menebar rasa penyesalan, penjaga polisi mempersilakan Irma masuk ke sel tahanannya. Dengan penuh penyesalan, Irma termenung menikmati udara. Menyandarkan punggungnya pada dinding. Merekam memori di saat dia bersama Imaz. Ia mengenalnya saat mereka sama-sama mengikuti kontes memasak demi menjadi khodam Ning-ning. Mereka pernah sekelas Alfiyah khodam dengan Mustahiq Gus Robet. Ia pernah melukainya ketika kepergok berduaan dengan Arman di Taman Santri pada jam 12 malam. Ia pernah menghancurkan rumah tangganya dengan berdalih bahwa Imaz yang telah membunuh Romo Kiyai. Ia pernah mematahkan hatinya dengan membakar pesantren Benang Biru. Tak cukupkah semua permasalah yang melibatkan dengannya?

Arman pun merenung seperti itu. Saat petugas polisi mengantarkan makanan, Arman tak menggubris. Ia masih dalam lamunannya. Tuan Darwin heran. Ia lamgsung membuyarkan lamunannya. Arman terperanjat kaget.

"Kenapa sih? Kok dari tadi ngelamun?" Tuan Darwin justru menerima bekal makan siang Arman. Menunggu petugas pergi, Arman hanya diam. Lepas memberikan, Tuan Darwin mendekatinya.

"Tuan tau kabar Imaz?" Tanya Arman sedih.

"Apa yang terjadi dengan Imaz?" Tuan Darwin cemas.

"Dia menyusul bapaknya."

Hati Tuan Darwin tersentak. Mendengar apa yang dikatakan Arman, ia teringat kalau pernah melenyapkan bapaknya. Dan sekarang, ia menyusul bapaknya. Tanpa sebab, ia terjatuh bersama makanan yang ia pegang. Ia teringat sesuatu. Ia yang pernah membisukan suaranya sedari kecil. Ia yang mengurungkan pembisuan itu sebab sepupunya begitu mencintainya, Galang. Pergelaran pernikahan itu. Rencana kaburnya. Sampai ia melenyapkan sepupunya sendiri. Mengorbankan anaknya perempuan yang ia cintai, Ningrum. Menjadikannya kolega demi menghancurkan kakaknya karena dendam masa lalunya. Itu semua dia lakukan demi mendapatkan Ningrum. Tidak cukupkah melibatkan Imaz hanya demi obsesinya?

"Aku pendosa. Harusnya aku yang mati. Bukan Imaz!"

Dari segala penyesalannya, air mata mereka jatuh. Mereka menangis.

Finding My LoveWhere stories live. Discover now