56. Pandangan pertama calon suami

8 2 0
                                    

~Mencoba mengobati dengan pengganti baru. Mencoba melupakan karena dia bukan untukku. Dan mencoba mengikhlaskan walau kadang hati sering berdusta. Cinta tak salah. Tapi aku yang salah~

***

Senja membutakan segalanya dengan segala keindahannya. Ning Fiyyah dengan gesit melukisnya. Ibu Robet memotretnya. Keluarga Hilda merekam saat senja datang hingga menghilang. Mereka mengabadikan momen dengan cara masing-masing. Ketika senja menghilang, Ning Fiyyah mengucapkan terima kasih telah mengizinkan melukisnya. Robet mengucapkan terima kasih telah hadir walau dia tak bisa melihat kehadirannya. Hilda mengucapkan terima kasih sudah hadir walau sebentar. Tapi, ia yakin dia akan datang dengan segala keindahannya.

Senja yang datang untuk mengindahkan, rela menghilang demi langit yang menggelapkan.

Langit sudah menunjukkan kegelapannya. Keluarga Hilda memulai makan malamnya.

"Hilda, besok pagi kita mampir ke rumah Robet ya?" Abahnya bertanya sambil menuangkan nasi ke piringnya.

"Ngapain bah, kita ke rumah Gus Robet?" Sewot Hilda.

"Kan dia mau pergi ke Singapura."

"Kuliah bah?"

"Gini nih kelamaan di pondok tidak tau kabar yang sudah terjadi."

"Apa yang terjadi, bah?"

"Robet mau operasi mata."

"Iya, besok kita kesana."

Ibu Robet sudah memenuhi keinginannya. Pesanan mereka datang.

"Ayah, ibu, besok kalian tidak usah ikut aku ke Singapura juga tidak apa-apa. Ibu jaga ayah saja. Ayah biar melanjutkan pekerjaannya." Pernyataan Robet mengagetkan mereka.

"Kok kau berkata seperti itu. Ya kita harus pergi sama-sama nanti biar manajer ayah yang mengontrol perusahannya."

"Sudahlah Robet. Kita juga ingin melihat kau dioperasi dan proses kau bisa melihat." Ibunya meyakinkan.

Robet hanya mengangguk.

"Ya sudahlah sekarang kau makan sepuas-puasnya di Indonesia."

Ning Fiyyah membereskan semua perlengkapan lukisannya. Menutup jendela. Lalu, merebahkan tubuhnya di kasur sambil melihat sosmed. Di berbagai media banyak yang memberitakan meninggalnya Imaz. Yang membuat Ning Fiyyah tertegun, di depan rumahnya terpampang foto bersamanya di hari ulang tahunnya. Ia tersenyum.

"Terlalu cepat kau meninggalkan kami Imaz. Baru saja bertemu kau sudah meninggalkan kami untuk selamanya."

Lagi-lagi, air mata Ning Fiyyah meleleh. Masih saja kenangan yang ia ingat padahal Imaz masih ada di sekitar selama 40 hari. Dia pasti ikut sedih melihatnya terus menangis.

Setelah mereka puas makan malam di luar, ibunya mengantarkan Robet ke kamarnya. Masuk kamar, Robet jadi teringat seseorang. Kemana Icha yang tiba-tiba menghilang? Kenapa bertepatan dengan meninggalnya Imaz?

"Kau istirahat ya Robet. Tenangkan pikiranmu. Biar besok operasinya lancar," ucap ibunya sekalian keluar dari kamar.

Robet mengangguk. Ia menyandarkan punggungnya pada bantal. Ia sampai lupa kalau masih menyimpan nomor ponsel Icha. Ia kemudian mengambil ponselnya dari meja. Mengucapkan Icha pada speaker. Kontak Icha muncul. Ia mengucapkan panggil Icha, ponsel menelpon Icha otomatis.

Maaf, nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi cobalah beberapa saat lagi.

Nomornyapun tidak dapat dihubungi. Meminta mencari Icha pada Rasya juga tidak mungkin. Ia tak punya fotonya. Yang ia ingat perkataannya saat itu, dia adalah wanita hitam, jelek dan bahagia.

Finding My LoveWhere stories live. Discover now