- 1 -

11 2 0
                                    

Seorang gadis kecil berkisar 12 tahun tersungkur kesakitan di lantai. Dia menangis seraya mengusap lengannya yang berbekas beberapa cambukan.

"Papa udah bilang, turutin apa yang Papa mau atau kamu Papa hukum, ngerti?!"

Gadis itu lantas mengangguk cepat ketika pria paruh baya di belakangnya selesai mengucapkan kata-kata tegas. Dia menoleh ke belakang, namun langsung mengalihkan pandangannya lagi karena melihat pria itu menatap tajam padanya dengan menggenggam sebuah tali tambang.

"M-maaf, hiks.. hiks.."

"Jangan nangis!"

BUGH!

"AKH! MAAF, PAPA! A-AKU GAK NANGIS!"

"Berani kamu bentak saya?!"

"AMPUN, PA! MAAF!"

Lima tahun kemudian

Gadis berambut hitam memandang kosong pada dirinya melalui pantulan diri dari cermin. Dia menatap lekat pada irisnya selama beberapa saat.

Sudut bibirnya tertarik, membentuk sebuah seringai miris untuk mengejek dirinya sendiri.

Triiing.. Triiiiing..

Sebuah suara dari ponsel miliknya membuatnya mengalihkan atensinya. Dia menghela napas seraya mengambil jaket kulit yang dia letakkan di atas wastafel.

Sebelah tangannya bergerak untuk menjawab panggilan yang menghubunginya. Dia menyalakan pengeras suara agar dia bisa leluasa memakai make-up.

"LO DI MANA, BANGSAT?!"

Gadis itu terkekeh seraya memoles wajahnya dengan bedak. Dia melirik sejenak pada ponselnya.

"Elah, bang. Ngegas amat. Kangen sama adek?"

"Lo bukan adek gue."

"Gak dianggap itu sakit, bang."

"Lo di mana, kampret? Lo gak ada di apart lo, lo gak ada di rooftop, lo gak ada di warung Mbah, lo gak ada di rumah Dena. Gue maklumin lo yang suka bolos sekolah, tapi lo pasti ngomong sama gue. Lo ada apa?"

Ucapan lawan bicaranya membuat dia terdiam, bahkan sampai membuat kegiatan make-upnya berhenti.

"Oke, beneran ada. Lo di mana sekarang? Jawab atau gue lacak?"

".. gue, di psikiater."

===

"Pindah lagi, bro?"

"Hm, Galaxy International School." jawab singkat dari laki-laki dengan rambut tipis dan kulit sedikit gelap. Panggil saja Iqbal, dia adalah yang tertua diantara teman-temannya.

"Bokap Rara lagi?" tanya temannya dengan nada malas. Bukan karena dia tak suka, namun itu karena dia yang benar-benar bersifat sebagaimana orang pemalas. Dialah si jangkung Dani. Seperti sebutannya, dia adalah laki-laki bertubuh kurus, tetapi tinggi. Bahkan diumur yang ke-16 tahun, tingginya sudah mencapai 180cm.

Salah seorang laki-laki yang lebih pendek dari mereka menghela napas, dia bangun dari posisi tidurnya dan menatap Iqbal dengan lekat seolah meminta penjelasan lebih.

"Kali ini gue yang minta," ucap Iqbal, "Rara itu adek gue."

"Gue tau, bang. Tapi lo bentar lagi lulus, gak bisa pindah-pindah terus." balas si lelaki pendek itu.

Bukan Tentang RasaWhere stories live. Discover now