61. Belajar Mencintaimu

6 1 0
                                    

~Kecupan punggung tanganmu. Kecupan bibirku di dahimu. Belaian tanganmu mencuci kakiku. Tatapan matamu menyibak arti kecantikanmu. Dengan besanding bersamamu di pelaminan, inilah tahap awal belajar untuk mencintaimu~

                                                        ***
Selesai prosesi pernikahan, para tamu dipersilakan makan hidangan yang tersedia di kursi tamu undangan. Para tamu undangan memakannya dengan lahap. Tambah nikmat dengan diiringi sholawat banjari. Sementara mempelai putra dan putri duduk saling diam di pelaminan.

"Aku memang seperti ini orangnya," kata Robet memulai perbincangan pada Hilda karena sedari tadi saling diam membisu.

"Iya Gus. Aku tahu mungkin kau butuh waktu menerima pernikahan ini." Hilda memaklumi.

Usai mereka menikmati hidangan makanannya, para tamu undangan dipersilakan sesi foto. Foto bersama teman-teman, kerabat dan yang paling utama adalah kedua keluarga mempelai.

Selesai sesi foto, kedua mempelai diiring ke kamar Hilda. Disana, kedua keluarga mempelai membiarkan mereka berbincang lebih jauh di dalam kamar.

"Udahlah, biarin mereka ngobrol asyik di kamar. Tau-tau nanti udah hamil," kata Umik yang mulai nakal dengan obrolannya.

"Supaya seperti kita. Buktinya, kita saja punya 12 anak." Abah menyahut sambil cekikikan. Umik langsung menjiwit tangan abah. Mengingat masa lalu saat pengantin baru. Semuanya terasa indah. Penuh barokah sampai memiliki banyak anak. Mereka pun membiarkan kedua mempelai ngobrol banyak di kamar.

Robet menuntun Hilda duduk di ranjang. Mereka saling menatap. Hilda tertunduk dengan jantung berdegup kencang.

"Aku benar-benar tidak menyangka menikahimu walau tiga bulan kemarin aku sama sekali tidak mengontakmu," kata Robet berterus terang.

"Iya Gus. Tidak masalah. Maaf kalau aku tidak bisa seperti Imaz."

"Sudahlah masa lalu biarlah masa lalu. Sebagai pembelajaran kalau dulu aku terlalu menyakiti Imaz. Tapi, dia yang terlalu buta mencintaiku. Aku ingin memperbaiki masa laluku pada masa depanku, yaitu kau."

"Tapi, kau terlalu sempurna buat aku. Aku juga banyak kekurangan."

"Manusia memiliki kekurangan dan kelebihan. Aku akan berusaha memperbaiki kekuranganmu dengan kelebihanku. Aku juga akan mendukung kelebihanmu dengan kekuranganku. Kita disini sama-sama belajar mengharap Ridho Allah."

"Iya Gus." Hilda menjawab sambil menundukkan kepalanya.

"Kita akan  berjuang bersama sampai Allah menutup usia kita."

"Iya Gus."

"Hari ini, kita sudah resmi menjadi suami istri. Apapun masalah kita, kita selesaikan bersama. Kita sudah dewasa. Jangan melibatkan orang tua kita ke dalam rumah tangga kita." Robet menasehati.

"Iya Gus."

"Hilda." Robet kemudian memegang kedua tangannya. Jantung Hilda makin berdegup kencang. "Tataplah mataku jika kau siap hidup menua bersamaku."

Hilda menggigit bibir bawahnya. Ia mencoba mengatur napasnya. Lalu, memberanikan diri menatap wajah Robet. Hati Hilda berdesir. Wajahnya sungguh tampan. Memiliki alis tebal. Hidung mancung. Kulit kuning langsat. Matanya bening. Ia tak menyangka mendapat suami tampan, kaya, dan alim. Pantas saja Imaz sangat mencintainya. Iman dan takwanya telah meluluhkan kaum hawa.

"Jangan terpana sama aku. Coba cium tanganku." Robet menggoda. Pipi Hilda langsung bersemu merah. Robet tertawa melihat salah tingkah istrinya.

"Ayo donk. Ini masih cium tangan. Besok cium pipi ya?" Hilda reflek mencubit pinggangnya. Bukannya dia marah, malah dia tertawa terpingkal-pingkal.

Misi Bertemu Cinta Where stories live. Discover now