E N A M B E L A S : "Setelah Sadar dan Membohongi Bang Bima"

335 38 11
                                    

***

Sadewa duduk dengan sabar, menunggui Nakula sadar. Teman sebangkunya itu sudah terhitung satu jam lamanya memejamkan mata. Membuat Sadewa terus menerus didera cemas yang tidak berkesudahan. Meski dokter yang menangani Nakula tadi mengatakan bahwa kondisi pemuda itu sudah berangsur membaik dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Sadewa rasanya masih belum bisa bernapas lega. Dia baru bisa benar-benar bisa merasa lega jika melihat Nakula membuka mata.

Sadewa terus saja memandangi Nakula yang terlihat tenang dan damai dalam tidurnya. Sepertinya bantuan masker oksigen yang nyaris menutupi setengah wajahnya benar-benar membantu Nakula bernapas dengan baik. Mengingat bagaimana Nakula terengah-engah tadi rasanya membuat Sadewa ikut tercekik.

Sadewa menghela napas pendek. Dia tidak ingin mengingat bagaimana kacaunya kejadian tadi. Di detik itulah, tiba-tiba saja Sadewa yang tengah menundukkan kepala, melihat jemari Nakula bergerak-gerak. Sontak Sadewa mengangkat kepala demi melihat benarkah Nakula sudah membuka mata. Dan ternyata harapannya bukanlah harapan semu belaka. Karena dilihatnya Nakula perlahan mulai mengerjapkan kedua matanya.

"Kul-" Karena terlalu bersemangat melihat Nakula membuka mata, Sadewa tidak sadar bahwa dia sekarang sampai berdiri demi melihat Nakula dari dekat. "Lo udah sadar?" tanya Sadewa terdengar tak sabaran.

Nakula tidak langsung menjawab. Dia hanya memandang ke arah Sadewa dengan bingung, lalu mengedarkan pandangan ke sekitar, yang mana malah membuatnya makin bingung. "Wa, gue dimana?" gumam Nakula, bertanya dengan pelan.

"Di rumah sakit." jawab Sadewa yang mana langsung mendapat respon terkejut dari Nakula.

"Ha? K-kenapa-"

Maksud Nakula kenapa dia bisa ada di rumah sakit? Tetapi sepertinya kebingungan dan kondisinya yang masih lemah, membuatnya hanya mampu bergumam sesingkat itu. Dan Sadewa yang mengerti betul apa yang sebenarnya ingin Nakula tanyakan pun menjawab, "Kenapa gimana? Lo tuh pingsan tadi. Masa gue bawa ke bengkel? Ya kali, bisa diamuk bang Bima seumur hidup gue."

Nakula berdecak. Dia ingin tertawa, tetapi sekujur tubuhnya seolah kehilangan tenaga. Sehingga tertawa saja membuatnya susah untuk melakukannya. "Wa, ih. Serius."

"Ya gue juga serius Nakula."

"Gue pingsan tadi?"

Sadewa menganggukkan kepala. "Iya. Bikin gue panik."

Nakula mengernyit, "Lo? Panik? Demi apa?"

"Gak usah ngeselin deh, Kul."

Nakula terkekeh. Meski kekehannya terdengar pelan. Tangannya kemudian bergerak demi melepas masker oksigen. Membuat Sadewa yang melihatnya tiba-tiba panik kembali. Padahal baru saja dia bisa merasa lega melihat Nakula sadar.

"Eh, eh, Kul. Kok di lepas, sih? Jangan-"

"Gak enak, Wa."

"Duh, tapi kalau lo sesak napas lagi gimana? Heh, Kul!" Sadewa berdecak kesal, karena Nakula tidak mendengarkannya sama sekali.

"Gak bakalan. Gue udah baik-baik aja kok. Lo tenang aja."

"Tenang pala lo. Gue tanyain ke dokter dulu deh, boleh dilepas apa enggak masker oksigennya." Sadewa sudah akan berdiri, tetapi Nakula menahan tangannya.

"Gak perlu. Gue beneran gak bakalan kenapa-napa, Sadewa."

"Ya tapi-"

"Duduk aja plis-"

Sadewa terdiam sebentar sambil menatap Nakula kesal. Lalu duduk lagi seperti yang diinginkan Nakula beberapa saat kemudian sambil berkata, "Ngeselin banget lo."

WHEN NAKULA MEETS SADEWAWhere stories live. Discover now