1

7.6K 277 0
                                    

Lea merenggangkan tubuhnya yang terasa begitu pegal setelah sejam duduk di depan komputer hanya untuk menyelesaikan tugasnya. Ia menghela nafas kasar sembari memperbaiki gulungan rambut panjangnya. Tugas kuliahnya seolah tiada habis-habisnya membuat Lea ingin mati saja. Ia bahkan tak ada sehari tanpa satu tugas pun. Lea meringis kecil sembari menenggelamkan wajahnya diantara kedua lengannya.

Terdengar pintu yang terbuka, diikuti langkah yang tenang namun teratur. Lea tahu siapa itu, tanpa perlu repot-repot mendongakkan kepalanya. "Hi, Dad," sapa Lea hanya melambaikan tangannya, tanpa merubah sedikit pun pose duduknya.

"Tugas lagi?" tanya ayahnya sembari melepas dasi yang dimasukkan ke dalam kantong celana kainnya.

Lea mendongakkan kepalanya dan mendapati Dad tengah mengambil es krim dari kulkas. Dad meletakkan es krim itu tepat di depan Lea, begitu juga dengan sendok yang disodorkan padanya. Dad tersenyum konyol sembari melahap sekotak es krim yang seharusnya untuk berbagi.

"Mau?" tanya Dad padanya.

"Faye bilang wanita tidak boleh gendut," ujar Lea sembari menatap es krim penuh minat.

"Baiklah kalau tidak..." Dad sudah bersiap untuk mengambil kotak es krim itu untuk dibawanya ke sofa

"Mau, Dad..." rengek Lea, namun ragu-ragu. "Tapi nanti Faye..."

"Es krim atau Faye?" potong Dad dengan nada jenaka. "Atau mau Dad?"

"Jangan kasitahu Faye, Dad. Janji?" ujar Lea sembari mengacungkan jari kelingkingnya.

Daniel Whitman mengaitkan jari kelingkingnya pada Lea sembari tersenyum. Daniel Whitman atau begitulah nama keren dari ayahnya. Lea baru sadar setelah diberitahu teman-temannya jika Dad terlalu muda untuk disebut sebagai ayah. Bagaimana tidak? Umur keduanya saja hanya terpaut tujuh belas tahun yang mana tahun ini Lea genap berusia 19 tahun. Hampir semua teman-temannya mengatakan jika ayahnya itu adalah duda paling panas dan seksi.

Dari sudut pandang orang straight, Lea sependapat jika mereka mengatakan bahwa sang ayah adalah pria yang tampan, berbahaya dan panas. Tingginya di atas rata-rata, bisep yang terlatih dengan baik, pundak lebar dan dada bidang mampu membuat semua orang tepana pada penampilan ayahnya. Semua itu berkat akademi militer yang dulu pernah dijalani Dad, juga kesadaannya akan kesehatannya sendiri di umur yang tergolong sudah rentan.

Dari semua itu, yang paling disukai teman-teman Lea adalah suaranya yang rendah namun tenang serta auranya yang seolah-olah meneriakkan keagungan seorang Daniel Whitman. Daniel Whitman memang tidak seterkenal artis, namun ia cukup popular di kalangan politikus khususnya yang memegang kuasa atas militer di Amerika. Daniel Whitman mewarisi perusahaan senjata yang diturunkan dari kakek buyutnya. Sampai saat ini, perusahannya masih menjadi supplier senjata terbesar bagi Amerika dan negara kerjasama lainnya.

Dari semua itu, yang tidak terjerumus ke dalam pesona ayahnya hanyalah Faye. Faye seolah-olah kebal dengan semua pesona ayahnya, padahal sahabatnya itu sering bermain ke penthouse mereka dan sering bertemu daddy.

"How was your day, Dad?" tanya Lea sembari memasukkan sesendok es krim penuh ke dalam mulutnya.

"Seperti biasa," jawab Daniel sembari tersenyum lelah.

"Mine as well -kalau bertanya-tanya," balas Lea lagi sembari menusuk es krim di depannya agar cair.

Daniel mendengus jenaka sembari mengacak rambut anak perempuannya itu.

"Besok, Faye datang, Dad," ujar Lea lagi dengan raut wajah senang.

Daniel juga ikut tersenyum senang melihat anaknya besemangat. "Good for you."

Melihat ayahnya yang tampak begitu lelah malam ini, membuat hati Lea tergerak. Bagaimanapun juga Daniel tetaplah manusia biasa dibalik semua kelebihan itu. Ia tetap merasakan lelah dan stres karena tekanan yang ditimpakan padanya.

"Butuh pelukan, Dad?" tanya Lea dengan senyuman manisnya.

Daniel tesenyum tenang lalu mengangguk. Lea bejalan memutari meja bar kemudian masuk ke dalam pelukan ayahnya. Lea memeluk ayahnya dengan begitu erat, seolah-olah keduanya saling berbagi beban yang tidak dapat dideskripsikan dengan kata-kata. Daniel mengecup puncak kepala Lea sembari menutup matanya, meresapi kehangatan yang disalurkan.

"Sudah waktunya, Dad mencari wanita baru," ujar Lea.

"Nanti." Itu adalah jawaban yang selalu dilontarkan Dad setiap kali Lea menyuruhnya mencari wanita baru.

"Tidur bersama Dad malam ini?" tawar Daniel sembari menundukkan kepalanya menatap Lea.

"Lagi?" tanya Lea kaget.

Daniel tertawa konyol. "I know I'm being ridiculous right now."

"Kau benar-benar membutuhkan seorang istri, Dad," jawab Lea sambil tertawa. Daniel bercerai dari istrinya ketika Lea menginjak umur lima tahun. Sang istri meninggalkannya hingga membuat Daniel marah setiap kali nama wanita itu disebut. Terkadang Lea merasa kasihan pada Dad karena pria itu seperti pria kesepian dibalik keagungannya.

"I don't need a wife. I have you," jawab Daniel yang disambut pukulan lembut pada pundaknya dengan tawa jenaka.

Hanya Tuhan dan dirinya yang tahu jika perkataan itu adalah serius.


BAD TO THE BONEWhere stories live. Discover now