AME 🎐 18

515 67 3
                                    

"Memeluk hujan. Sekarang kata itu sangat tepat bersanding dengan namaku."

- Ame -

.
.
.
.
.

Tidak pernah terpikirkan olehku sama sekali kalau Ettan dan Ezra adalah dua orang yang bersaudara. Aku diam mematung mendengar fakta yang baru saja aku ketahui.

"Jangan pukul Ettan lagi Ezra." kini suara lembut kak Friya terdengar setelah beberapa detik lalu hanya menyisakan lengang diruangan ini.

Ezra berdecak kesal lalu menghempaskan Ettan yang sedari tadi tidak melawan, "Dia pantes dapetin itu, harusnya lebih." desisnya.

Kak Friya menghiraukan Ezra, dia lebih memilih memperhatikan keadaan Ettan, wajahnya lebam dan sudut bibirnya berdarah akibat pukulan Ezra tadi.

"Sakit?" tanyanya.

Entah apa yang dipikirkan Ezra, dia menatap tidak suka pada tindakan kak Friya terhadap Ettan. Dia berdecak kesal. Dia meraih tangan kak Friya dari Ettan dengan paksa.

"Ngapain ngurusin cowok brengsek kayak dia!" bentak Ezra tidak suka.

"Dia masih pacar aku Ezra, jadi wajar aku merhatiin dia!" balas kak Friya tidak terima.

"Tapi dia udah nyakitin lo! Udah jangan ngurusin dia, kita pergi." ajak Ezra, tangannya masih menggenggam tangan kak Friya.

"Gak mau Ezra!" tolak kak Friya, dia mencoba melepaskan tangannya.

"Diam." ujar Ezra dingin.

Dia kembali seperti Ezra yang aku kenal, datar dengan tatapan dinginnya. Entah apa yang merasukinya beberapa menit yang lalu, dia seperti orang yang berbeda. Atau memang sifat aslinya seperti itu? Mana yang benar, mana yang harus aku percayai dari sosok Ezra selama ini?

Aku tersentak kaget ketika tangan Ezra yang lain menggenggamku, membuyarkanku dari pikiran barusan.

"Ikut." ucapnya lalu menyeretku dan kak Friya keluar dari ruangan, meninggalkan Ettan sendirian yang berteriak marah, sesekali mendesis menahan sakit.

"Lepas Ezra!" seru kak Friya ditengah koridor yang ramai. Aku hanya bisa menunduk, pasrah diseret Ezra entah kemana.

Bisik-bisik terdengar jelas ditelingaku, menggunjing dan mulai bergosip melihat kami bertiga. Belum cukup gosip yang beredar kemarin-kemarin tentangku dan Ettan, kini ditambah dengan kak Friya dan Ezra yang masih menyandang status sebagai murid baru. Aku yang memang tidak dikenal warga sekolah seketika menjadi bahan pembicaraan diantara mereka, mengaitkan semua hal yang terjadi pada murid baru dan couple best denganku. Sudah jelas apa yang mereka bicarakan bukan hal-hal baik.

Ezra melepaskan tanganku ketika koridor yang kami lewati lumayan sepi, dia menoleh padaku dengan tatapan datarnya. Tatapan itu berbeda seperti tatapan dia sebelumnya padaku, sebelum kita saling kenal, sebelum dia menganggapku temannya seperti yang dia katakan pada Ettan tadi. Tatapan itu membuat dia sepenuhnya menjadi sosok Ezra yang tidak aku kenal, tatapan yang datar dan seolah mengabaikan orang asing.

Aku segera menunduk, entah kenapa aku merasa takut dengan tatapannya itu, rasa takut yang berbeda.

"Pergi." ucapnya pendek padaku.

"Hah?" aku yang kurang paham hanya bisa menatapnya bingung.

Ezra menatapku semakin datar, dia tersenyum meremehkan, "Ternyata beneran bego." suaranya terdengar dingin ditelingaku, setelahnya dia memilih pergi sambil menyeret kak Friya entah kemana.

Aku diam tercekat mendengar ucapan dan sikapnya barusan, aku menatap kepergian mereka dengan kosong. Ada yang berdenyut nyeri dalam dadaku, terasa perih dan menyesakkan. Rasa apa ini? Kenapa menyakitkan?

A M EWhere stories live. Discover now