Perjalanan 4 Pt. 2: Utopia yang Palsu

41 14 27
                                    

Raz telah selesai berdoa. Dia bangkit berdiri dan mendapati eksploitasi anak yang dilakukan Ducky pada J. Mata Raz berkedut. Pemuda itu agak kesal. Mau menghentikannya, tetapi Raz bukan siapa-siapa. Bisa jadi Ducky seperti saat pertama mereka bertemu, bersikap protektif pada J. Mereka kan, memang ayah dan anak. Ducky si orang tua toxic dan J si Anak Pawang yang terlampau polos. Sudahlah. Biarkan saja mereka.

Raz kemudian beralih kepada Owen. Dengan sikap waspada yang mulai dia bangun, Raz bertanya, "Apa yang akan kita lakukan sekarang, Tuan Pemandu?" Raz sengaja menekan kata-kata terakhir.

"Kalau begitu, ikuti aku. Aku akan membawa kalian ke penginapan," jelasnya sambil memberikan gestur tangan untuk berjalan ke sebelah barat Obelisk.

"Oh, ya, sebelumnya aku sudah menitipkan beberapa ratus koin perak untuk kalian di pemilik penginapan. Dia kenal baik denganku, jadi jika ada apa-apa, kalian bisa minta tolong padanya," ungkap Owen yang tengah menyisir rambut sebelah kanannya dengan jari-jemarinya.

"Anggap saja itu ... sebagai hadiah sekaligus ucapan terima kasih karena kalian berhasil sampai sejauh ini, plus kalian menyelamatkan kru AYX di tengah gurun antah-berantah. Kalau aku boleh saran, kompleks pasar ada di sebelah sana," ucap Owen sembari menunjuk ke arah timur.

"Jadi besok, setelah beristirahat, kalian bisa langsung memperbarui senjata dan perbekalan. Kalian akan membutuhkannya untuk hari-hari mendatang, jika kalian memang, benar-benar ingin datang ke Liberte minggu ini." Kalimat terakhirnya ia ucapkan dengan penuh tekanan. Seolah-olah Owen meminta kepada mereka untuk mempertimbangkan kembali secara tidak langsung.

"Minggu ini?" ulang Ducky. "Cepat sekali. Memangnya terjadi sesuatu yang mendesak, di sana?"

Beberapa saat usai Ducky mengatakan hal itu, Owen menghentikan langkahnya di tengah jalan. Sorot matanya celingak-celinguk memandang sekeliling. "Sesuatu yang besar akan terjadi di sana. Dalam beberapa hari ke depan, bahkan Koloni Rogue sekalipun bisa menjadi lebih aman daripada Liberte," ucapnya dengan nada serius dan suara yang hanya bisa didengar oleh mereka berempat.

Owen melanjutkan langkahnya menuju tempat penginapan yang sudah ada di ujung mata sembari berkata kepada Ducky, "Kalau kalian masih berpikir bahwa Liberte adalah tempat yang serba makmur dan damai, agaknya kalian harus memendam ekspektasi itu dalam-dalam. Tapi, aku juga tidak akan memaksa kalian untuk tinggal."

Raz berhenti sejenak sebelum melanjutkan langkahnya. Kata-kata Owen yang mencurigakan membebani pikirannya. Apa yang akan terjadi memangnya? Selama ini, Raz selalu berpikir kalau Liberté adalah tempat yang indah, yang selalu diagung-agungkan orang-orang. Lalu, kenapa sekarang Liberté seolah tidak layak huni?

"Beritahu aku, apakah kalian pernah menyadari alasan mengapa Liberte lebih makmur dari koloni-koloni lain?" tanya Owen tenang.

"Karena mereka menyimpan semua sumber daya untuk mereka sendiri," timpal Xi. "Liberte mengambil banyak hal dari koloni lain, lalu mengakuinya sebagai milik mereka sendiri dan tidak mau berbagi dengan yang lainnya," tambahnya.

"Karena Liberté punya orang-orang hebat yang menunjang kehidupan mereka?" jawab Raz ragu, sangat bertolak belakang dengan Xi.

"Jawaban kalian berdua tidak ada yang salah," jawab Owen mendengar antusiasme Xi dan Raz.

"Sedari awal, Liberte memang tidak berniat untuk membagi-bagikan sumber daya untuk koloni lain. Kekuatan terbesar mereka ada di sumber daya manusianya. Namun, akhir-akhir ini, sepertinya mereka kekurangan orang kepercayaan," papar Owen, matanya melirik ke arah Ducky sekilas.

Owen melipat kedua tangannya dan mendesah ringan. Tatapan belas kasihannya jatuh pada J. "Hmm, bagaimana aku menjelaskannya, ya? Banyak orang elit--atau aristokrat--di Liberte yang menganggap mereka lebih setara dari yang lain. Jika kalian masuk Liberte, bukan tidak mungkin kalau kalian akan mengalami diskriminasi."

Faith in the Desert (END)Where stories live. Discover now