"Aku senang kamu baik-baik aja disana, Je." Lirih Marvino.
3 tahun sudah terlewat. Dan seperti yang di duga. Marvino sama sekali tidak melupakan Jericho barang sedikitpun.
"But why does it hurt so much?," Batin Marvino berteriak keras.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"Marv," suara lembut menginterupsi lelaki berusia 28 tahun ini.
Dilihatnya wanita paruh baya yang 3 tahun terakhir ini mengurus dan menemaninya di negeri orang.
"Ma'am." Panggil Marvino dengan tatapan melasnya.
Wanita yang lebih tua dari Hana itu tersenyum manis, memeluk Marvino yang langsung menghamburkan diri.
Punggung tegap Marvino di usap lembut. Membiarkan cucu tersayangnya menangis layaknya anak kecil yang kehilangan mainan atau terjatuh dari sepeda.
Sudah cukup lelah dia melihat cucu nya ini hanya diam termenung, tiba-tiba meneteskan air mata, semakin irit bicara dan workaholic.
Semua cerita penyebab cucunya seperti ini sudah di dengarnya dari lama.
Dia tak menanggapi banyak meskipun dia memaksa tahu.
"He's getting married," ucap Marvino dengan isakkan nya.
"He's try to forget his sadness, Marv."
"Bukan lupain kamu." Sambung nya.
Mendengar itu Marvino terdiam. Ya, pasti. Jericho melakukannya untuk mengurangi atau sedikit melupakan rasa sedihnya, dia pasti masih mengingatnya, menjadikannya satu-satunya dan menyimpan untuk dirinya sendiri.
"Right?"
Megan- nenek Marvino, mengendurkan pelukannya. Memaksa Marvino menatap wajah keriputnya sembari dia menghapus lembut jejak air mata.
"Ingat janji kalian, ingat ikatan kalian, ingat doa-doa kalian. Jangan terlalu larut, Marv. Kamu harus seperti Jericho, mengingat dan menyimpannya dengan baik, lalu mencari pengalihan rasa sakitnya."
"Kamu juga harus memulai hidup baru, tanpa menghapus yang lalu."
Marvino tersenyum namun matanya kembali berkaca-kaca lalu kembali memeluk erat neneknya yang sudah sendiri ini.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"Je, are you okay?"
Tepukan di bahu Jericho membuat lamunannya pecah. Dia terpaksa kembali menarik senyumnya untuk menatap sesosok gadis didepannya.
"Aku jealous deh" kata si gadis setelah duduk di pangkuan lelakinya.
Jericho menaikkan sebelah alisnya, mengira-ngira kelakuan apa yang membuat gadis di pangkuannya ini cemburu. Rasa-rasanya Jericho hampir menghabiskan waktu 8 jam di ruangannya tanpa keluar selangkah pun.
"Sama Marvino,"
Raut terkejut tercetak jelas seketika.
"Lihat itu, itu, itu dan itu juga." Ucap si gadis sembari menunjuk beberapa foto berbingkai yang berada di ruangan Jericho.
Itu berisi fotonya dan Marvino.
"Ruangan kamu isinya foto kamu sama Marvino," keluh nya.
Kekehan terpaksa Jericho suarakan, tangannya bergerak memeluk pinggang ramping gadisnya.
"Iren, kalo kamu lupa Marvino sahabat ku, dia cowok dan kamu juga kenal dia." Ucap Jericho.
"Astaga, bukan itu masalahnya. Maksud aku, aku juga pengen foto bareng kamu di pajang di ruangan mu. Di ruangan kerjaku ada loh, bahkan cuman foto kamu." Jelas Iren.
"Aku belum sempat cetak foto, nanti pulang kita mampir cetak foto ya, terus di pasang disini bebas mau sampe menuhin ruangan aku juga gapapa." Jericho berkata dengan senyuman yang bertahan.
Jika Iren boleh beranggapan tentang Jericho. Dia akan dengan yakin melabeli Jericho sebagai, 'Lelaki paling sempurna.'
Bibir nya terus mengatakan hal manis. Kelembutan sikapnya bahkan tak kalah lembut dengan hatinya.
Tutur katanya begitu mudah dipahami namun selalu mengandung banyak arti.
"Oiya, terakhir aku lihat Marvino, waktu 3 tahun yang lalu. Dia kemana?" Tanya Iren mengambil satu foto 2R berbingkai di meja kekasihnya.
Jericho ikut menatap lamat foto itu. Foto yang diambil saat keduanya menginjak usia 17 tahun, saat keduanya pertamakali berlibur berdua dan saat keduanya memulai hubungan yang bahkan sampai sekarang masih terikat.
Jeda Jericho untuk menjawab pertanyaan Iren sedikit lama. Membuat gadis anggun itu berpaling menatap Jericho.
"Dia, pergi." Jawab Jericho.
"Ah, ya. Dia ngurus anak perusahaannya yang di. . Di Chicago." Tambah Jericho cepat meski ragu dengan lokasinya.
Iren hanya menganggukkan kepalanya.
"Tapi nikahan kita nanti datang kan?, Kamu udah undang dia?. Mending undang sekarang, toh undangannya udah jadi, kalo mendadak takutnya dia gak bisa datang karna sibuk." Ucap Iren.
Jericho semakin dibuat tertekan. Namun tak urung kepalanya mengangguk patuh dengan senyuman yang terus terpatri.
"Nanti aku kasih tau dia."
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.