PART 9 | 'Memulai Rencana'

21 1 0
                                    

GALINDRA ZONA

Dung tak dung tak dung!

Suara berisik musik mengalun di tengah-tengah ramainya para manusia.

Denan menatap pakaian milik Luisa, celana ketat semata kaki dan jaket kulit hitam.

Bibirnya di olesi dengan lipstik hitam pekat, tak lupa eyeliner setajam duri kehidupan.

"Kita ke bar, Sa. Bukan lamar jadi anak punk," kritik Denan mengomentari penyamaran Luisa.

"Emang gue gak keliatan dewasa kalau kayak gini?"

"Kagak anjir, mirip limbad lu."

"Dah lah, banyak bacot. Sekarang kita ke sana," tunjuknya pada meja bartender.

Melihat keduanya duduk bersama, sang bartender menawarkan minuman yang baru saja di raciknya.

"Es teh aja."

Denan menatap jijik sahabatnya itu, tangannya gatal untuk sekedar menyentil otak Luisa.

"Lu pikir warteg ada es teh nya? Bego ama bodoh ada bedanya gak sih?"

Melihat itu sang bartender sedikit tersenyum merasa lucu.

"Baru pertama kesini?" tanyanya.

Mendengar itu Luisa mengangguk kepala, "My firts time."

"Dilihat-lihat kalian ini harusnya masih di bawa umur kan?" tebak benar sang bartender dengan name tag Bayu.

Setelah ketahuan, Denan dan Luisa hanya menampilkan cengiran khas keduanya.

"Yaudah minum ini aja," tutur Bayu menyodorkan dua gelas cola dingin dengan lemon di dalamnya.

"Aman gak nih? Gak ada alkoholnya?" tanya curiga Denan memastikan.

"Ada."

Luisa hampir menyemburkan minumannya tatkala mendengar ucapan Bayu.

"Ada gas, maksudnya."

"Gak lucu, mas."

Luisa menatap sekitar, para manusia belut itu bergoyang layaknya cacing kepanasan.

Kulit dan kulit saling menempel membuat wajah Luisa menampilkan wajah geli-geli sedap.

Berbeda dengannya, Denan malah lebih fokus pada dj yang heboh dipanggung. Wajah sang dj membuat Denan merasa tak asing.

"Sa, lu liat dj nya. Kayak gak asing kan?" senggol Denan pada Luisa.

Luisa mendaratkan tatapannya pada seorang pria di atas panggung. Respon pertama Luisa adalah, bengong setelahnya terkejut.

"Wat de pak! Itu Galin?!" Serunya penuh kejutan, untung saja musik berisik menutup suaranya.

Sedangkan pemuda yang baru saja disebut tengah asik menggoncangkan bokongnya ke kiri dan kanan.

Layaknya dj pada umumnya, di leher Galin terdapat headset berwarna merah.

"Geli banget gue liat jogetnya," cibir Luisa merinding.

"Yang jadi dj itu udah lama kerja disini bang?" tanya Denan pada Bayu.

"Oh, si Lindra. Udah hampir seminggu sih, masih baru lah," jawab Bayu merapikan beberapa tumpahan minuman.

"Lindra? Udah ganti nama dia?" colek Denan pada Luisa bertanya.

Luisa hanya dapat mengangkat bahu tak tahu.

"Coba kita kesana," ajak Luisa menyeret Denan.

Keduanya berdesak-desakan melewati rintangan manusia belut.

Hingga berdiri paling depan, Luisa melipat tangan menatap intens pada Galin yang belum menyadari keberadaannya.

"Si Galin makin kesini malah makin kesana," seru Denan sedikit meninggikan suara tatkala melihat jogetan konyol milik Galin.

Sedangkan Galin yang tengah memperagakan goyang gergaji tak mempedulikan pandangan jijik kedua manusia normal ditengah-tengah manusia belut lainnya.

Namun, di tengah-tengah asiknya mereka menatap Galin. Luisa di kesalkan dengan panggilan alam yang datang mendadak.

"Nan, gue ke toilet dulu ya...."

Belum sempat membalas, Denan ditinggal pergi.

Luisa dengan langkah lebar sedikit terbirit melaju menuju toilet. Ia sempat berpas-pasan dengan wanita lain yang selesai menggunakan kamar mandi.

Tak ada yang aneh sebenarnya, hanya saja Luisa masih kepikiran dengan wanita yang baru saja ia lihat.

Namun, panggilan alam mendesak Luisa untuk melupakan pikirannya sejenak.

Setelah menyelesaikan misi dari alam, Luisa membasuh tangan pada wastafel. Menatap pantulan dirinya pada cermin.

Semakin dilihat, semakin geli juga rasanya. Mengapa juga ia menggunakan kostum pesulap begini.

Namun, perhatiannya kembali teralih dengan coretan pada cermin. Tulisan itu terbentuk dari sebuah lipstik merah benderang, kecil dan tersamar. Jika tidak diperhatikan maka orang akan berpikir itu hanya coretan biasa.

Tapi tidak dengan Luisa, gadis itu memiliki penglihatan yang cukup tajam meski cahaya kamar mandi dalam keadaan remang-remang.

"H31p," gumam Luisa.

Dua huruf dan dua angka itu membuat Luisa tersadar, wanita tadi butuh pertolongan seseorang.

Tanpa pikir panjang Luisa bergegas mencari wanita yang beberapa saat ditemuinya. Namun, di lautan manusia menemukannya bukan hal yang mudah.

Apalagi pakaian yang dikenakan wanita itu sama sekali tak mencolok, warna baju yang gampang bercampur dengan gelapnya bar.

Luisa beralih menuju tempat Bayu bekerja. Pemuda itu asik meracik minuman hingga kedatangan Luisa membuatnya bertanya.

"Kamu yang tadi, kenapa panik gitu?"

"Mas Bayu liat cewek pakai baju hitam, bawahannya rok sepaha warna merah. Terus yang paling mencolok lipstiknya yang menggoda," terangnya mencoba mendapat jawaban.

Alis Bayu menyatu sejenak.

"Maksud kamu dia?" tanyanya memastikan sembari menunjuk salah-satu wanita dengan dagunya.

Luisa menatap arah pandang Bayu, tapi yang dilihatnya adalah Denan yang sangat asik bergoyang dengan wanita yang sempat Luisa sebutkan ciri-cirinya.

"Sumpah sih, gue niatnya kesini buat... tapi kenapa malah kayak gini?!"

"Kenapa tiba-tiba nyari cewek yang kamu maksud tadi?"

Luisa yang sedikit ragu menceritakan kronologi tentang kejadian di kamar mandi tadi.

Dengan senyum kecil Bayu memperingatkan, "Jangan terpancing dengan hal semacam itu, kejadian kayak kamu ini bukan sekali dua kali."

"Jadi ini udah pernah kejadian?"

"Yah, karna kamu masih muda. Saya harap kalian jangan main-main ke tempat beginian, bahaya loh."

Peringatan itu sebenarnya tidak ada pengaruhnya pada Luisa, gadis keras kepala ini mana mungkin gampang terpengaruh.

Jadi sebelum jam 12 malam, ia akan mencoba mencari secuil info apa saja.

Meskipun ia harus menyeret tubuhnya kesana-kemari dengan susah payah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 17, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GALINDRA ZONA [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang