Chapter 09

32 2 0
                                    

Despan baru sadar satu hal ketika berdiri di depan pintu kelas XI IPA 3. Setiap hari ia pergi ke kantin melewati rute yang sama. Gedung B – lapangan – Gedung C – kebun sekolah – kantin. Itu artinya setiap hari ia melewati ruangan kelas Nara. Tapi, ia sama sekali tidak pernah bertemu Nara. Mungkin di beberapa kesempatan berpapasan, tapi tidak menyadarinya. Lagipula, ia belum mengenal Nara sejak sebelum masalah dengan Dilan dan gengnya hadir.

Farel yang sejak bel istirahat berbunyi sudah siaga di pintu kelas untuk meyambut Despan, berdeham.

Despan mengenali Farel setelah insiden pelabrakan Nara oleh Zeva dan dayang-dayangnya. Ia tersenyum.

Ayana diusirnya. Meskipun awalnya menolak karena penasaran siapa yang hendak sepupunya temui. Tapi, akhirnya menurut untuk pergi ke kantin duluan. Sekarang tinggal Despan dan Farel berdua.

"Nara nunggu lo di perpus," bisik Farel.

Pagi tadi, Nara meminta Farel untuk mencegat Despan di pintu kelas dan memberitahu cowok itu untuk menemuinya di perpustakaan. Tentu saja Nara tidak ingin terlihat dihampiri Despan di kelas setelah insiden kemarin dengan Zeva.

"Lo ngapain ngomongnya bisik-bisik?" Despan ikut berbisik. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri bergantian, bingung.

"Buruan ke perpus aja deh lo. Keburu ada yang tau lo nyariin Nara."

Farel masih melanjutkan acara bisik-bisiknya.

"Ya terus kenapa ngomongnya bisik-bisik?" tanya Despan gemas, masih merendahkan suaranya.

Ketua OSIS SMA Adhigana itu kemudian menghela napas. Ikutan gemas. "Lo mau Nara dilabrak lagi?"

Kali ini tidak lagi berbisik. Bahkan, bisa dibilang cukup keras. Beberapa murid yang duduk di bangku dekat pintu sampai menoleh.

Mata Despan membulat. Baru mengerti situasinya. Ia lantas mengangguk cepat.

"Oke. Berarti gue harus cepet cabut dari sini. Makasih," pamit Despan, lagi-lagi berbisik.

Cowok itu kemudian beranjak dari sana. Memutar arah dan berlari kecil meninggalkan kelas XI IPA 3 di belakangnya. Tak menghiraukan seorang siswi yang menyapanya di ujung koridor.

Perpustakaan adalah salah satu tempat yang tidak pernah dikunjunginya selama bersekolah di SMA Adhigana. Ia kurang suka aroma buku perpustakaan sekolah, apak. Berbeda cerita kalau aroma buku di toko buku. Terlebih, sejak zaman ia masih jadi bocah SD ingusan, cerita hantu perpustakaan menjadi yang paling ditakutinya. Dulu, ada kakak kelasnya yang kesurupan di perpustakaan sekolah.

Hari ini, hari perdananya memasuki ruangan penuh buku itu. Walaupun sempat merinding ketika mengintip ke dalam melalui jendela besar di samping pintu kaca perpustakaan. Khusus untuk Nara, ia rela menyambangi perpustakaan sekolah.

Nara duduk tenang di salah satu meja panjang yang terdapat di tengah perpustakaan. Satu baris dengan meja pengawas, hanya saja terhalang rak berisi buku-buku non fiksi.

Semalaman ia berpikir dimana tempat yang sepi dan nyaman untuk berbincang dengan Despan. Sampai kemudian, ia yang sering piket mengembalikan buku ke perpustakaan ingat jika perpustakaan selalu sepi di jam istirahat. Pengunjung yang datang biasanya hanya murid yang meminjam atau mengembalikan buku ajar. Benar saja, beruntungnya hari ini bahkan hanya ada pengawas perpustakaan.

Despan melongok. Karena meja untuk membaca berada di tengah, maka netranya dengan cepat dapat menemukan Nara. Nara duduk di kursi paling ujung, jauh dari meja pengawas. Membaca sebuah komik. Di depannya tergeletak sebuah binder dan pena.

Tanpa sungkan Despan duduk di depan Nara. Kedatangannya membuat Nara menutup dan meletakkan komik yang dibacanya di atas meja.

"Bahu lo masih sakit?" tanya Despan. Tidak bermaksud basa-basi, tetapi Nara menganggapnya basa-basi.

Most UnwantedWhere stories live. Discover now