Long Journey

0 0 0
                                    

12 Februari 2020

"Bunda ih masa Jiselle ikut ke Bandung? Jiselle bisa kok tinggal sendirian, toh nanti juga ada Nini? Isel nggak mau pindah sekolah ih apalagi Bandung pasti ga asik. Terus kalo Isel nggak nyaman ntar fokusnya ilang jadi nggak pinter lagi, Bunda marah, Isel lagi yang salah"
Protes yang keluar dari anak bungsu keluarga itu belum berhenti sejak dimulainya makan malam, dengan terpaksa ayah akhirnya angkat bicara dan menatap Jiselle serius menandakan Ayah sedang marah. bukan karena apa dia tau anak bungsunya itu hanya patuh dan takut padanya. Disisi lain, Rieva yang ingin memisahkan ayah dan adiknya namun cekalan tangan Ibu menghentikan aksinya dan membiarkan ini semua berlanjut. Dia hanya menatap dengan harap bahwa Jiselle tak akan terluka karena ayahnya.
"Udah cukup gede buat ngurus diri sendiri? Udah bisa mandiri belum? Aki sama Nini udah waktunya istirahat, kamu gausah deh nambahin beban mereka disini. Nanti juga kamu bisa balik kalo weekend. Nurut bundamu, ayah capek mau tidur"
Selepas perginya Andre, Jiselle hanya bisa diam dan kepalan tangannya semakin mengeras. Dia pun beranjak meninggalkan mangkuk sop yang masih utuh tak tersentuh. Melihat itu Bunda hanya menghela nafas dan beranjak membersihkan meja makan.
"Bunda, biar Riri yang bicara ya sama choo? sekalian kasiin ini, dia punya maag loh bun" ucap Rieva memecah keheningan
"Terserah kamu deh sana, Bunda capek lihatnya keras kepala banget gusti"
"Gitu - gitu juga tiruan Bunda ih" goda Rieva
"Ih kalo keras kepala mah ayahmu tuh, Bunda ngga sebebal itu ya kak ngejek banget kamu ni" balas Bunda nya tak mau kalah
"Iya deh iyaa, Riri naik dulu bun"
Selama ini memang bisa menaklukkan keras kepala seorang Jiselle hanyalah Rieva dan Ayahnya, namun Ayah seringkali memakai cara yang kurang halus dan terkesan kasar. Berbanding terbalik dengan Rieva yang mengetahui sisi lemah adik tersayangnya itu.
Tok tok tok....
"Choo, ini kakak buka pintunya dong"
"GAMAU, PASTI KAKAK JUGA MAU MAKSA AKU KAN BUAT IKUT KE BANDUNG. POKOKNYA GAK MAU GAK MAU!" teriak Jiselle dari dalam kamarnya
"Enggak kok, bentar aja kakak ada sesuatu buat kamu. Buka pintunya ya?" bujuk Rieva
"APAAN?" sahutnya masih di dalam kamar
"Rahasia makanya buka pintuuu" tanpa Jiselle sadari, Rieva diam diam tersenyum.
Cklekk. . .
Pintu terbuka sedikit dan menampakkan wajah Jiselle yang kusut dan memerah karna menahan tangis.
"Apaan" suaranya serak, menandakan tangisan yang cukup menguras tenaga.
"Jeng jeng jeng liat, kakak punya yupi choco glee kesukaan kamu" Rieva mengacungkan sekantong penuh Yupi yang merupakan kesukaan adiknya. Dengan mata berbinar dan tersenyum, Jiselle akhirnya membuka pintunya secara penuh dan berusaha meraih yupi itu dari tangan rieva. "Eitsss makan dulu tapi, ini udah kakak bawain sop nya bunda kan biasanya kamu suka banget apalagi ini bagian paha loh ayamnya"
Bibir Jiselle mengerucut dan menghela nafas "Iya iya aku makan, tapi semua punya choo ya kak?"
Rieva menganggukkan kepala dan masuk ke kamar Jiselle menemani adiknya makan.
###
Di sebuah Cafe di kota kembang terlihatlah gadis yang sedang asik berkutat dengan laptopnya, sesekali menyesap kopi yang dipesan. Di tangannya terdapat buku bertuliskan "Delphi for Accounting" berkali kali dia membolak balik halaman kemudian mencoretka sesuatu diatas Notebook nya dan kembali pada layar di hadapannya. Kerutan yang muncul di dahi menandakan betapa otaknya telah dipaksa untuk berpikir dan mencerna apa yang dihadapkan. Sesampai setelah adanya notifikasi pesan masuk di ponsel nya, dia langsung melepaskan semua yang mengganggu dan membaca siapa pengirimnya.

Choo adik tercantik tiada tanding

Kak, dimana?

Di Cafe, mau dijemput sekarang nggak?

Iya kak sekarang

Eh nitip Ice coffee oreo dong kak hehe <3

inget idungnya lagi sakit ih

To już koniec opublikowanych części.

⏰ Ostatnio Aktualizowane: May 15, 2022 ⏰

Dodaj to dzieło do Biblioteki, aby dostawać powiadomienia o nowych częściach!

Kata dan KitaOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz