Chapter Fifty Five

1.4K 170 31
                                    

Aloha, I always say that Winter Spring has pretty long chapter, but this one is the real deal. You can stop in the middle then pick it up later, but make sure to leave your trace here ☺☺☺

Selamat membaca~~~



“I love you because the entire universe conspired to help me find you.”
—Paulo Coelho—

Ini bukan momen yang paling Jaehyun tunggu-tunggu, tapi bukan berarti ia tidak pernah mempersiapkan diri untuk momen yang mempertemukannya dengan Park Dojoon secara khusus. Empat minggu berlalu sejak Rose mengatakan ‘ya’ pada lamarannya; waktu yang terbilang cukup lama sampai Tuan Park mengirimkan ‘pesan’ untuk bertemu dengannya. Sikap hati-hatinya membuat Jaehyun lebih waspada. Tuan Park tidak mungkin bertindak tanpa rencana, pun Jaehyun yang membuat sangat banyak persiapan demi pertemuan dengan rentan waktu yang tidak ditentukan. Keduanya seolah-olah sedang memegang senjata di tangan masing-masing; disembunyikan di balik senyum yang tergambar di atas wajah setenang danau.

Hari-hari tenangnya resmi berakhir. Pertemuan dengan Tuan Park seolah menjadi tanda dimulainya perang yang sudah Jaehyun antisipasi. Malam-malam yang ia habiskan untuk memikirkan kemungkinan terburuk yang akan timbul akibat ulah Park Dojoon akan menemui babak baru. Ini bukan lagi tentang buntut masalah insiden malam itu, tapi lebih buruk lagi, sebab pria licik itu akan menciptakan lebih banyak alasan untuk menghancurkan hubungan Jaehyun dengan Rose. Park Dojoon merupakan badai yang terus berputar—menyapu kebahagiaan putrinya sendiri dengan dalih kebaikan. Tidak ada yang baik dari keputusannya. Ia hanya membenci orang miskin secara umum; dan Jaehyun secara khusus.

“Sebenarnya keputusanmu ini membuatku bingung. Aku tidak tahu harus menyebutnya sebagai orang gila atau sangat berani,” ucap Tuan Park tepat setelah Jaehyun mendudukan diri di sampingnya. Pintu ditutup rapat, mesin mobil dihidupkan, kemudian dilajukan dalam kecepatan sedang. Mobil pabrikan Jerman itu terasa lebih sempit. Aura permusuhan juga menyebar dari kedua sisi; mengisi setiap ruang sehingga menciptakan sensasi tercekik.

Jaehyun melipat tangan di depan dada, kemudian menyilangkan kaki dengan ketenangan yang segaja ia pertontonkan hanya untuk membuat Tuan Park kesal. “Mana yang lebih anda takuti, Tuan Park yang terhormat? Orang gila atau orang pemberani? Aku pandai menyesuaikan diri.”

Nada bicara Jaehyun yang terdengar setenang ombak saat laut surut sukses membuat raut muka Tuan Park berkerut. Jaehyun dapat melihat perubahan ekspresi itu melalui ekor matanya. Itu membuat senyumnya tersungging; ia tahu jika Tuan Park bukan orang sabaran dan tidak suka dipermainkan. Tapi saat ini Jaehyun hanya ingin memberikan segala hal yang Tuan Park benci secara berurutan.

“Sepertinya anda tidak menyukai keduanya,” ucap Jaehyun sebelum Tuan Park dapat menjawab. Tatapannya tertuju ke luar, menyapu jalan yang diselimuti gelapnya malam. “Ah, tentu saja, anda bukan seorang penakut. Aku ini bodoh sekali, masa informasi tentang calon mertua sendiri saja tidak tahu. Maafkan aku Tuan Park, aku akan berusaha mengenalmu dengan lebih baik lagi. Walau bagaimanapun, sebentar lagi kita akan menjadi keluarga.”

Jaehyun memberi penekanan pada kata ‘keluarga’, memberi satu serangan lain yang membuat Tuan Park tidak berkutik. Ia menikmati kesunyian yang tercipta akibat ketegangan yang membumbung semakin tinggi—meskipun merasa sedikit bersalah pada supir yang mengemudikan mobil karena dia tidak mengetahui duduk perkara yang melandasi obrolan mencekam ini.

Tuan Park pasti membayar mahal pria berusia 60-an yang mengemudi dengan kecepatan 80 kilometer per jam ini; obrolan mereka tidak boleh sampai bocor. Jika ada kebocoran informasi, pihak pertama yang akan disalahkan adalah supir tersebut, dan Tuan Park mungkin akan menjadikan nyawa pria tua itu sebagai bayaran. Bahkan lebih buruk dari itu, Tuan Park akan menyingkirkan semua anggota keluarganya, dan tidak akan ada hukum yang bisa menjeratnya. Hidup orang miskin seolah tidak memiliki arti. Meskipun mereka menghilang, tidak akan ada orang yang peduli dan mencari. Hidup mereka tak ubahnya angin lewat; singkat dan tidak disadari.

Winter Spring ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang