01. Serpihan memori seorang diri

4.3K 278 32
                                    

Lambat laun menjadi pasti, bahwa mati adalah akhir dari kehidupan duniawi.

•••

Nafasnya masih terasa hangat, tempat tidur lapuk menjadi saksi bahwa hidupnya sudah tak lama lagi. Menelisik kembali ruangan penuh memori meski hanya dirinya sendiri. Segaris senyum terbit merasakan sepinya merajut memori di ruangan kumuh tanpa seorangpun menemani.

Gulf, terlahir sebagai Alpha dengan penyakit jantung di usia muda. Usianya kini telah menginjak angka 47 tahun dan.. dia masih sendiri.

Kulitnya menua dengan cepat, tanpa motivasi apapun dia akhirnya menjalani kehidupan asal-asalan. Selagi masih ada matahari untuk di lihat esok, dia hanya akan membuka mata lalu menunggu akhir dari segalanya.

Dan hari itu akhirnya tiba.

Musik mengalun pelan dari gramophone disamping tempat tidur, dua putaran piringan hitam.. Gulf akhirnya meninggal.

Selamat tinggal dunia.

.
.
.

"Bagaimana keadaannya?"

"Tuan kecil mengalami penurunan suhu tubuh secara drastis, efek berenang di luar pada musim dingin hampir membuat nyawanya melayang, bersyukurnya sekarang sudah mulai membaik."

Percakapan antara dua orang dengan jenis suara berbeda membuat satu-satunya objek yang terbaring di tengah tempat tidur pasien mengernyitkan dahi-- merasa pusing.

Perlahan kelopak matanya bergerak membuka menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina, keluhan samar ia keluarkan karena demi apapun tubuhnya terasa sangat sakit.

"Lakukan pemeriksaan menyeluruh dan jangan tinggalkan satu kesalahan apapun," lagi dan lagi suara berintonasi rendah itu menyapa gendang telinga.

Ditengah kebingungan, Gulf bisa melihat siluet seorang pria tinggi bergerak meninggalkan ruangan serba putih ini.

Apa yang terjadi?

"Tuan, anda bisa mendengar saya?"

Gulf melirik lalu mengangguk pelan, mungkin karena terlalu lama berbaring ia merasa tubuhnya melemah dan juga usianya yang tidak lagi muda sedikit banyaknya dapat mempengaruhi.

Untuk pertama kalinya, perasaan ini tidak sesepi sebelumnya.

.
.
.

Jalanan padat malam hari membawa suasana aneh namun familiar dalam benak setiap orang, ramai tapi tidak membuat kesal. Ketenangan yang di dapat dari hitamnya pemandangan langit dan terangnya sinar dari lampu setiap kendaraan melintasi kota.

Seorang wanita paruh baya menatap kesal anak laki-lakinya yang malah sibuk dengan urusan diluar disaat calon menantu kecilnya terbaring lemah akibat percobaan bunuh diri.

Mereka baru saja mengunjungi kamar khusus di salah satu rumah sakit terbesar di negara ini, Gulf Kanawut.. anak manis itu harus menelan pil pahit akibat penolakan untuk kesekian kali.

"Ibu tidak habis pikir, kejadian ini hampir merenggut nyawanya." Kedua lengan terlipat di depan dada, Ellen terlanjur kesal.

Dan putra sialannya ini malah tidak menanggapi sama sekali.

Helaan nafas terdengar, Mew mengalihkan pandangannya dari tablet khusus perusahaan, "Sedari awal aku tidak ingin terikat dengan Omega manapun dan termasuk dia."

"Tapi bukan berarti membuatnya mati secara perlahan, Ibu hanya ingin yang terbaik untukmu!"

Mew memang menyadari gelombang estrus pada tunangannya namun sehari sebelum itu terjadi ia sudah mematikan ponselnya, menghindar adalah langkah yang tepat.

ChrysanthemumWhere stories live. Discover now