The True Fans are Lucky Fans (Part 3)

1.1K 68 9
                                    

Aku ingin berhenti, Cella - ssi. Kurasa sudah cukup sampai di sini. Aku sadar, seberapa keras usahaku, bintang yang selama ini kukejar tak akan pernah bisa kuraih.


•••

Pagi cerah telah tiba, sinar sang mentari yang memancar menyapa hangat tubuh mungil Chrisca. Ia pun menggeliat dalam selimut yang hampir menutupi seluruh tubuhnya seiring bunyi dering jam weker mengganggu. Perlahan kedua matanya yang terpejam, terbuka. Mencoba menyesuaikan dengan cahaya yang masuk. Sebelah tangannya ia gunakan untuk memijat pelipisnya. Entah kenapa kepalanya terasa pusing meski ia tidur dengan nyenyak. Sedangkan satu tangannya lagi ia gunakan untuk mematikan dering yang mengusik tidurnya.

Lamat - lamat ia menatap jarum jam pada weker kesayangannya yang menunjukkan pukul 7 pagi. Ia mendudukkan dirinya di atas ranjang dengan pandangan kosong. Memikirkan tentang kejadian semlam yang benar - benar sebuah keajaiban baginya.

Apa itu mimpi? Tapi, kenapa terasa nyata?

Tak mau ambil pusing, ia pun beranjak dari ranjangnya. Diputarnya kenop pintu kamar mandi yang kemudian ia dorong sehingga menimbulkan bunyi derit pada engsel pintu. Satu per satu ia melepaskan pakaian yang membalut tubuhnya, lalu ia lemparkan asal ke keranjang kotor. Tangan kanannya tergerak malas untuk menyalakan shower. Seketika rintik - rintik air menghujani tubuhnya. Cukup lama ia betah dengan posisi itu. Tak peduli dengan waktu, ia hanya ingin merelaksasikan dirinya.

Setelahnya, ia pun mengeringkan tubuhnya. Menyemprotkan sedikit aroma parfum favoritnya. Lalu beranjak keluar dari dalam kamar mandi. Memakai seragam sekolahnya dan menata rambutnya yang terlihat mengerikan. Chrisca memang bukanlah tipikal gadis yang suka berdandan. Untungnya, Tuhan menganugerahi wajah yang cantik untuknya. Hingga ia tak perlu repot - repot berdandan. Dengan cepat ia melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya.

"Oh, Chrisca - a, kaja! Kita sarapan." Eommanya rupanya menyadari kehadirannya.

Dilihatnya berbagai macam hidangan sudah tersaji rapi di atas meja. Seakan menunggu untuk segera disantap. Namun, tak ada satu pun dari mereka yang menarik minat Chrisca. Akhirnya gadis itu memutuskan untuk membawanya sebagai bekal saja.

"Aku akan memakannnya di sekolah saja," ujarnya sembari memasukkan satu per satu makanannya ke dalam kotak bekal.

"Baiklah, jangan lupa dimakan!" Eommanya pun hanya bisa menghela nafasnya.

Chrisca mengangguk. Tak lupa ia berpamitan kepada eommanya sebelum melangkahkan kakinya pergi.

"Aigoo, ada apa lagi dengannya?"

•••

"Chrisca - a!" Chrisca yang baru saja mendudukkan dirinya harus menutup kedua telinganya. Pasalnya sahabatnya itu telah mengusiknya di pagi hari.

"Tidak bisakah kau memanggilku tanpa berteriak?"

"Hehehe, mian," ujar Seongra tanpa rasa bersalah sedikit pun. Chrisca mendengus pelan. Ia sudah hafal betul sifat sahabatnya itu.

"Jadi, bagaimana?" Alis Seongra saling bertautan. Pertanyaannya barusan menunjukkan bahwa ia sangat penasaran. Namun, seketika mimic wajah Chisca berubah. Jelas sekali menunjukkan raut kekecewaan bercampur dengan kesedihan. Dan Seongra sudah tahu betul apa artinya.

"Tak apa, lain kali kita menonton bersama, oke?" hiburnya yang ingin mengembalikan semangat Chrisca. Meski dari awal gadis itu memang tidak bersemangat.

Chrisca pun hanya mengangguk sekali. Semoga saja ucapan Seongra akan benar - benar terjadi.

"Tunggu dulu, ada apa dengan sikumu?" Reflek Chrisca mengalihkan pandangannya pada apa yang ditunjuk oleh Seongra. Benar saja, terdapat plester yang membalut sikunya. Menandakan ada luka yang ditutupi oleh plester tersebut.

The True Fans are Lucky FansTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang