14. In Time

1.9K 430 32
                                    

"Morning Glory, kenapa bisa diartikan harapan baru?" tanyaku.

"Mau kuceritakan?" Ia menawarkan.

"Tentu, ceritakan padaku tentang bunga ini," pintaku seraya menatap pria yang duduk di sisiku.

Ia tersenyum dan dengan cepat binar itu hadir di kedua matanya. "Tentu," jawabnya antusias. Ia meraih pinggangku dan membawaku duduk di pangkuannya. Mengecup bahuku lembut, lalu mulai bercerita.

"Bunga ini hanya akan mekar pada saat pagi hari mulai pukul lima hingga pukul delapan."

"Cuma sebentar," timpalku.

"Tumbuhan annual, artinya jenis tumbuhan yang berumur pendek, umurnya kurang lebih satu tahun saja."

"Kasihan sekali." Tanpa sadar aku bergumam.

Terdengar Arcano terkekeh lirih. "Jangan khawatir, walau pesonanya tak lama, Ia akan mekar silih berganti dengan bakal bunga yang baru setiap harinya. Mungkin itu yang memberikan makna harapan baru. Kata 'pagi' menyimpan segudang makna yang mengagungkan dalam hal kehidupan. Pagi merupakan awal munculnya pancaran sinar mentari, pertanda adanya kehidupan di bumi. Pagi adalah awal yang menyegarkan dan mendamaikan hati dan awal kita memulai segala aktivitas di dunia.

Begitu besarnya makna dan harapan yang terkandung dalam setiap pesona bunga Morning Glory yang bermekaran di pagi hari. Mekar silih berganti, menyematkan setiap harapan baru."

Aku tersenyum dan menatap kembali pria di sisiku dengan lembut. "Pinter banget merangkai kata, siapa yang ngajari?"

"Ibu." Ia tertawa.

Dan seketika aku tersenyum hambar. Manggut-manggut, aku berujar lagi, "Masih sering mengobrol dengannya ya?"

Ia mengangguk tanpa ragu. "Semalam aku nggak bisa tidur. Jadi aku ke kamar ibu dan mengobrol dengannya nyaris sampai jam tiga pagi. Aku menceritakan banyak hal padanya. Termasuk tentang kamu." Senyumnya mengembang.

"Apa dia menyukaiku?"

Ia mengangguk.

"Syukurlah." Kucubit pipinya pelan lalu kembali berujar. "Nanti, kalau kelak kita sudah menikah, misal kamu merasa nggak bisa tidur, bangunkan aku, ya. Mengobrol saja denganku. Aku akan dengan senang hati menemanimu semalaman."

Tatapan Arcano dalam, masih saja terkesan kelam. Sebelum ia sempat berkata-kata lagi, aku buru-buru memeluknya erat. "Kamu sudah berjanji untuk menjadikanku teman berbagi. Oke? Jadi apapun yang ingin ceritakan, ceritakan saja padaku," bisikku.

Pria itu tak menjawab. Aku hanya sempat merasakan anggukan kepalanya yang samar.

Mari kita lakukan ini pelan-pelan, Arcano Sayang ...

***

Setelah dari rumah Arcano, aku segera menuju studio foto. Mengenakan kaos oblong dan celana chino miliknya, aku ke sana naik taksi. Menolak tawaran Arcano dan juga ayahnya untuk diantarkan.

Pak Herry mengatakan proses lamaran dan juga pernikahan akan dilakukan secepatnya. Ia janji besok akan berkunjung untuk menemui Papa dan Mama. Dan aku benar-benar tak sabar ingin melihat reaksi mereka.

"Wow." Itu kata pertama yang Mbak Susan lontarkan ketika menyaksikan penampilanku. Sesungguhnya, ini pertama kalinya aku berdandan seperti ini. Biasanya celana jeans ketat dipadu kaos lengan pendek yang tak kalah ketat. "Penampilan yang lebih kasual, santai, dan tetap cantik kayak biasanya." Ia memuji.

Aku tersenyum sembari mengangkat bahu.

"Jadi curiga, jangan-jangan semalam kamu nggak pulang ke rumah. Yang kamu pake mirip banget sama baju cowok." Mbak Susan melanjutkan.

You Are My Morning GloryWhere stories live. Discover now