Awal Tragedi

127 5 0
                                    

Malam ini tepat jam setengah sepuluh malam, gerimis tengah melanda kota semarang. Dengan memakai topi dan juga masker, satu orang misterius datang menemui segerombolan pemuda yang sedang nongkrong di pinggir jalan.

"Apa kalian menginginkan uang!" Tanya orang misterius itu sambil memperlihatkan sebuah amplop coklat yang menggembung.

"Siapa kamu!" Tanya pemuda itu saling pandang satu sama lain.

"Tidak penting siapa gue, yang jelas apa kalian menginginkan uang?" Tanya orang misterius itu kembali.

"Tentu saja. Hanya orang gila yang tidak menginginkan uang," ucap mereka sambil tertawa.

"Kalau begitu, ambil uang ini dan lakukan sesuatu untuk gue!" Orang asing itu kembali berkata sambil memberikan sebuah photo "Hancurkan wanita ini, buat dia kehilangan kehormatannya?" Imbuh orang asing itu dengan nada sinis.

"Cantik juga," gumam salah satu pemuda disana. "Gimana kalian siap nggak?" Tanya pemuda itu kepada temannya.

"Tentu saja. Kapan kami melakukan tugas ini?" Tanya pemuda itu dengan tidak sabar.

"Malam ini jam sepuluh malam, di gedung belakang sekolah SMA 65. Gadis itu akan datang menemui kalian, ingat jangan pernah tinggalkan jejak." Ujar orang asing itu sambil memberikan amplop tadi.

"Siap bos," ucap pemuda itu serempak.

"Dingin-dingin kaya gini, kita di kasih ayam kampus. Dengan senang hati kita makan, iya gak?" Tanya pemuda itu kepada temannya sambil tersenyum menyeringai.

"Tentu saja, malam ini kita dapat rejeki nomplok. Udah dikasih enak, dibayar pula," ucap salah satu pemuda sambil mengusap air liurnya.

"Ha ha ha." Mereka tertawa bersama, orang asing itu hanya bisa tersenyum jahat di balik maskernya.

***

Jam sepuluh kurang, ponsel Ara tiba-tiba berdering. Ara hanya bisa mengernyitkan dahi saat mendapati nomor asing di sana.

"Nomor siapa ini?" Tanya Ara pada diri sendiri. "Halo?" Sapa Ara dibalik telepon.

"Ara tolong gue, gue takut!" Pekik Mayang dibalik sambungan telepon.

"Mayang! Ini Lo kan, Lo Lo kenapa?" Tanya gue dengan gugup.

"Ar, tolongin gue hiks, hiks, hiks. Gue takut Ar!" Mayang hanya menangis tanpa bisa menjawab pertanyaan dari gue.

"Lo kenapa May! Sekarang Lo lagi dimana?" Saking paniknya lutut gue berasa nggak bertulang.

"Tolong gue Ar, gua ada di gedung belakang sekolah. Aaaaa!" Gue semakin panik saat mendengar jeritan Mayang sebelum telepon itu terputus.

"May, Lo jangan nakut-nakutin gue dong. May, halo, Mayang, May!" Tanpa pikir panjang gue langsung menyambar tas dan juga blazer yang tergantung di pintu. Gue berlari menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa. Gue semakin panik saat ponsel yang tadi di pakai Mayang sudah tidak aktif.

"Astaga, ponselnya tidak aktif lagi." Kata gue sambil mengayuh sepeda sayur milik almarhum ibu gue. "May, Lo sabar ya. Gue bentar lagi sampai!" Kebetulan apartemen gue berada tidak jauh dari gedung tua itu, gue semakin cepat dan semakin kuat menggenjot sepeda yang sudah tua dimakan usia. Akhirnya dalam waktu sepuluh menit gue sampai juga di gedung tua belakang sekolah. Saat gue tiba di sana keadaan sangat mencekam, tidak ada cahaya lampu sama sekali di sana. Di tambah ada gemuruh petir yang menambah ketakutan gue.

"May Lo dimana?" Pekik gue sambil meneriakan nama Mayang.

"May, gue udah datang Lo dimana! May, jangan bercanda deh?" Gue semakin takut saat ada sekelebat bayangan hitam di depan gue. "Astaga apa itu, May itu Lo bukan! May, kok perasaan gue jadi gak enak ya!" Gumam gue sambil meraba pundak gue sendiri.

"Ar, gue di sini!" Pekik Mayang dari arah samping.

"Dimana May, gue ada di depan ruang olah raga. Lo dimana!" Tanya gue sambil melihat kanan kiri.

"Gue ada di ruang ganti, cepat tolong gue Ar!" 

"Tunggu May, gue segera kesana!" Gue berjalan dengan sangat hati-hati. Pasalnya disini banyak sekali kayu-kayu dan juga pecahan kaca. "May, Lo dimana?" Tanya gue saat pintu ruang ganti terbuka.

"Masuk aja Ar," akhirnya dengan perasaan sedikit takut, gue berjalan memasuki ruang ganti tua itu. Tapi, saat gue sudah masuk tiba-tiba pintu ruang ganti tertutup dengan sendirinya. Gue semakin takut saat  mendengar suara segerombolan anak laki-laki di ruangan itu. 

"Siapa disana?" Tanya gue pada laki-laki yang gue yakini tengah memandang gue secara lekat. "May Lo, Lo dimana?" Tanya gue dengan sedikit gemetar.

"Ha ha ha, liat siapa yang datang kawan?" Ucap laki-laki itu pada temannya.

"Sepertinya mangsa baru bro," jawab pemuda itu dengan meraba pinggul Ara.

"Jangan kurang ajar Lo, cepat singkirkan tangan kotor Lo dari tubuh gue!" Hardik gue sambil memukul tangan pemuda itu yang tengah mengelus-elus pinggan gue.

"Wow, wow, wow. Jangan galak-galak manis, Abang cuman pegang doang kok!"  Kata pemuda satunya sambil menyentuh pipi gue.

"Kurang ajar. Dasar bajingan," cibir gue sambil memukul wajahnya.

Plak..

"Gadis kurang ajar, berani-beraninya kau memukul ku!" Pekik pemuda itu kembali menyentuh tubuh gue. Tapi, kali ini dia mulai menyentuh area dada gue dengan sangat kasar. " Rasakan ini, kalian pegang tangan gadis itu" imbuh pemuda itu secara kasar.

"Lepas, lepasin gue. Dasar laki-laki brengsek, tolong!" Pekik gue meminta tolong.

"Percuma saja kamu teriak minta tolong, sampai tenggorokan mu putus pun tidak akan ada orang yang datang menolongmu!" Tukas pemuda itu dengan tertawa jahat.

"Siapa yang duluan nih!" Tanya pemuda yang tengah memegangi tangan gue.

"Gimana kalau kita suit, yang menang dia yang duluan!" Kata pemuda itu memberi saran.

"Ide bagus tuh,"

"Tolong jangan apa-apain gue, gue mohon!" Pinta gue dengan air mata mengiba.

"Tenang gadis cantik, kita gak akan apa-apain kamu kok. Kita cuman pengen bermain sebentar saja dengan tubuhmu ini," ucap pemuda itu dengan tangan yang mulai menyusup ke dalam bajuku.

"Nggak, gue nggak mau. Tolong lepasin gue, gue mohon!" Pinta gue untuk yang kesekian kalinya. Tapi, bukanya melepaskan gue pemuda itu semakin gila menyentuh tubuh gue.

"Bro dadanya masih kencang, kuat lagi!" Kata pemuda yang tengah meremas dadaku.

"Stop gue mohon, mm!" Suara gue tercekat saat seseorang melumat bibir gue dengan kasar.

"Woy kalau mau cium bilang dong, jangan asal main sosor aja. Untung kita gak kejengkang!" Cibir pemuda itu yang tengah menyangga tubuh gue..

"Tahu nih, gak sabar banget!" Hardik pemuda yang tengah bermain dengan dadaku.

"Mmm, mmm!" Gue hanya bisa pasrah menerima perlakuan kurang ajar dari para pemuda itu. Perasaan gue saat ini terasa sangat hampa, air mata jatuh tidak terhitung. Dalam keadaan seperti ini entah kenapa sekelebat bayangan Damar melintas di pikiran gue.

"Bro kita udah gak sabar nih, gimana kalau kita langsung maen ke intinya saja!" Kata pemuda itu sambil menggesek-gesekkan senjatanya di bokong gue.

"Ide bagus, ayo bawa dia ke atas meja sana!" Tunjuk pemuda itu sambil terus meremas dada gue.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 29, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Denting Pukul 10 MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang