zero

405 60 10
                                    

Empat tahun yang lalu, kecelakaan beruntun cukup ramai menjadi buah bibir masyarakat. Diberitakan hampir di seluruh media, karena banyaknya korban akibat kecelakaan itu. Hampir semuanya tewas di tempat, hanya beberapa yang selamat walau kemungkinannya kecil. Terluka parah hingga harus terbaring di ranjang rumah sakit hingga koma. Ada yang setelah beberapa bulan koma akhirnya berujung menjumpa ajal, ada yang berhasil terbangun dari komanya karena luka pada otaknya tidak terlalu parah, juga ada yang masih terjebak dalam komanya hingga saat ini. Salah satunya anak Sekolah Dasar yang kini sudah menginjak remaja itu.

Namanya Semestari Ranum. Ia termasuk korban kecelakaan empat tahun lalu, umurnya saat itu masih lah 11 tahun. Baru pulang dari tempat lesnya kala itu, dijemput ayahnya. Berbeda dengan ayahnya yang langsung tewas di tempat, Ranum hebatnya masih bisa bertahan sampai empat tahun mendatang. Walaupun dengan alat-alat yang menyokong tubuhnya. Bahkan perban yang melilit tubuhnya saat itu sudah tidak ada di tubuhnya, juga lukanya sudah mengering bahkan sudah terlihat samar. Kini usianya sudah 15 tahun, tubuhnya pun sudah berkembang banyak walaupun masih tetap mungil. Di saat teman seusianya merayakan kelulusan SMP, dia masih harus berjuang untuk hidup. Ranum mengalami banyak mimpi selama empat tahun ini.

Ketika itu, untuk pertama kalinya, di tahun ke-limanya koma, Ranum mendengar suara ibunya yang masih ia ingat di luar kepala. Suaranya tidak pernah berubah.

"Ranum, hari ini pesanan catering ibu banyak banget. Maaf ya ibu baru dateng temenin kamu malem ini." Ranum rasanya ingin tersenyum ketika mendengar suara Wenda, ibunya. Tapi ia tidak bisa, bibirnya tidak bisa bergerak sedikit pun. Matanya pun sama sekali tidak bisa ia buka, seperti ditempeli lem. "Ranum, kapan kamu bangun, nak? Sudah lima tahun ... kamu pasti bakal bangun kan? Temenin ibu?" Suara Wenda kini sudah bergetar. Ditatapnya anak semata wayangnya itu yang nampak buram karena air mata yang memupuk di matanya. Wenda mengusap dahi anaknya penuh sayang, tangannya yang satu lagi menggenggam tangan kurus Ranum. Ia menundukkan kepalanya bersamaan dengan jatuhnya butiran bening itu. "Ibu percaya kamu bakal bangun, Ranum. Bangun ya, sayang?" itulah suara terakhir yang Ranum dengar. Karena setelahnya, suara pintu terbuka dan tertutup lah yang ia dengar.

Semenjak itu, Ranum sering sekali mendengar kalimat semacam itu dari ibunya yang selalu mengunjungi. Tapi, ingin menangis pun rasanya ia tidak bisa. Rasanya tersiksa sekali, mendengar ibumu selalu menangis di dekatmu tapi kamu tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan sekedar menghiburnya dengan perkataan. Namun, walaupun begitu, Ranum juga bisa mendengar cerita ibunya tentang kesehariannya. Ranum juga selalu senang saat ibunya menyanyikan beberapa lagu untuknya. Suara ibu selalu merdu, begitu pikir Ranum. Ranum juga selalu senang saat ibunya membacakan beberapa dongeng atau cerita-cerita lainnya. Namun, tidak dapat dipungkiri Ranum juga menginginkan ayahnya di sana. Sayang sekali, Ranum bingung kenapa ayah tidak pernah berkunjung. Ranum juga kan rindu ayah.

Di tahun ke-enam, Wenda sudah jarang mengunjungi Ranum. Anak itu mulai menerka-nerka kemanakah ibunya itu.

Apa yang terjadi padanya? Kenapa tidak pernah berkunjung lagi? Ranum sudah rindu sekali dengan ibunya. Hari-harinya terasa sangat sepi. Ia hanya bisa mendengar suara mesin elektrokardiogram, suara deru hembusan pelembab ruangan, suara pewangi ruangan yang menyemprot tiap dua puluh menit, suara langkah kaki di luar ruangannya, dan lain-lain.

Sudah tidak terhitung percobaan Ranum menggerakkan tubuh, hingga sekarang ia sudah menyerah. Tidak pernah sekalipun Ranum berhenti berdoa. Dan rupanya, di tahun selanjutnya Tuhan mengabulkan doa Ranum.

Di tahun ketujuh, Ranum perlahan bisa membuka matanya. Jari-jarinya pun sudah bisa digerakkan, walaupun gerakannya terpatah. Ranum mengerjapkan matanya pelan, pandangannya masih buram. Tapi walau begitu, Ranum sudah sangat senang. Akhirnya ia bisa membuka matanya. Ia bisa menggerakkan jarinya. Suara mesin elektrokardiogram di sebelahnya berbunyi dan bergerak cepat mengikuti detak jantung Ranum yang antusias. Saat itu ruangannya kosong. Tidak ada siapapun, sampai akhirnya pintu ruangannya terbuka.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 01, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

nüraga | Hyuckren (soon)Where stories live. Discover now