bab 3 :kehilangan

7 6 1
                                    

"Dinda," panggil Ibu Panti menerobos masuk kamar anak panti, yang di sini masih cukup banyak anak panti lain yang melihat.

"Ibu mau ngobrol bentar." Ibu Panti membawa Dinda keluar, disambut tatapan bingung dan benci dari anak panti lainnya.

Ibu panti mengajak Dinda ke depan rumah panti sembari berjalan santai, membuka suara dengan hati-hati.

"Ibu mau tanya, jika nanti ada orang yang adopsi Dinda. Dinda mau nggak?" tanya Ibu Panti menhentikan langkah, menatap Dinda yang juga menoleh cepat kepadanya.

"Mau nggak?" Diamnya Dinda membuat Ibu Panti mengulang pertanyaan.

Sejenak Dinda menghembuskan nafas pelan, " emang ada orang yang mau adopsi Dinda? Allah aja ambil ibu sama ayah Dinda, berarti Allah nggak ijinkan Dinda untuk memiliki orang tua."

"Sttss! Nggak boleh suudzon sama Allah, nanti dosa!" ujar Ibu Panti menghela nafas kemudian.

"Ibu tanya, Dinda seneng nggak kalau ada orang tua yang mau adopsi Dinda?" tanyanya lagi.

Dinda tak mengelak, dia mengangguk pelan. Karena bagaimanapun gadis kecil sepertinya butuh pendamping yang akan menggiringnya menuju jalan yang benar sampai dewasa nanti.

"Seneng kan? Dinda senang nggak kalau putus sekolah dari sekolah yang saat ini?"

Dinda menatap bola mata Ibu Panti, "kenapa? Uang kak Ardi nggak cukup ya bayar sekolah Dinda?"

Dinda langsung paham, dia menganggukan kepala pelan seolah ragu menyutujui dia akan putus sekolah. Padahal itu kali pertama dia merasakan suasana sekolah setelah tahun-tahun terburuknya.

Ibu Panti terkekeh mendengar perkataan Dinda yang kelewat polos dan seolah dia sudah dewasa tahu akan hal itu, "bukan itu, Ibu bilang kamu putus sekolah yang sekarang tapi sambung sekolah di tempat yang lebih bagus. Dinda mau kan?"

Mata Dinda berubah bercaya seperti ada kerlip bintang di dalamnya, sontak dia mengangguk. Namun kemudian dia menggeleng ribut, sadar bahwa berarti dia akan meninggalkan panti ini.

"Dinda pindahnya jauh ya, Bu?" tanya Dinda

"Nggak kok, Dinda masih bisa ke sini lagi nanti. Tapi saat Dinda udah sukses ya, biar Ibu seneng kalau Dinda sukses bawa mobil bagus ke panti," balas Ibu Panti diam-diam tersenyum sendu.

"Oke! Dinda mau, nanti Dinda bakal sering-sering ke panti buat lihat Ibu!" seru Dinda mengangkat tangannya tinggi.

"Suatu hari nanti, tangan yang terangkat tinggi itu akan menjadi tangan terbuka yang menampung orang-orang membutuhkan, yang membawa kedamaian dalam hidupnya kelak. Ibu harap, kamu nggak akan menyesal setelah ini Dinda dan Ibu tunggu kamu datang membawa janji yang kamu pegang.'

***

"Ibu!" Dinda berteriak sembari menangis pilu, seorang lelaki dewasa mengendong tubuhnya dengan kuat suapay tidak lepas dan lari menuju ibu panti.

Dinda sekarang diadopsi, namun gadis itu menangis karena merasa dibohongi oleh ibu panti.

"Dinda! Main ke panti lagi kalau udah sukses ya!" teriak Ibu Panti mengusap air matanya, dia kemudian melambaikan tangan dan melempar senyum saat Dinda masuk ke dalam mobil.

Dinda menangis kencang, teriakannya membabi buta, berontaknya juga tak kalah kuatnya meminta turun dari mobil. Tetapi pasangan suami istri itu tak membiarkannya keluar, memberi Dinda beberapa kata-kata menenangkan supaya gadis itu diam.

"Dinda, sayang. Ini ibu baru untuk Dinda, ibu baik kok. Nanti ibu yang rawat dan jaga Dinda ya?" ujar wanita cantik berkerudung coklat itu tersenyum lembut, senyum itu membuat Dinda terpaku karena persis dengan senyum ibu kandungnya.

Kemudian Dinda kembali menangis dengan sesenggukan, "ibu Dinda udah meninggal, Dinda nggak mau punya ibu lagi."

Gadis itu menegaskan, agaknya trauma kehilangan sosok paling disayang dan yang membuatnya bergantung. Wanita itu tersenyum sendu, menatap suamiany dengan sedih.

"Nggak apa-apa, nanti kita yakinkan Dinda lagi ya?" kata lelaki tampan yang menjadi suami wanita itu sembari mengusap pucuk kepalanya.

"Dinda tutup mata ya, nanti Bunda perlihatkan surga dunia yang akan menjadi tempat tinggal Dinda!" seru wanita cantik itu menirukan anak kecil. Dinda terdiam, menuruti perkataan wanita itu untuk tutup mata. Karena Ibu bilang, "kalau surga itu, nanti akan jadi tempat Ibu kembali saat Ibu udah ada ditanah, janji Dinda nggak akan nakal ya." Dalam diamnya, Dinda kembali meneteskan air mata

Selama perjalanan, Dinda tertidur. Ketika sampai, Dinda sontak bangun dengan paniknya menoleh kanan kiri, sejenak lupa jika dirinya baru saja diadopsi dan hendak ke rumah barunya.

"Taraa!! Rumah baru Dinda!" heboh wnaita cantik itu menurunkan Dinda, menunjukan bangunan mewah yang megah dengan tingkat dua, sisi kanan dan kirinya terdapat kaca. Bagian depan ada tempat bersantai yang ketika berdiri di sana dapat langsung memandang pekarangan rumah tempat Dinda saat ini.

"Masya Allah, Bu. Di surga rumahnya gini ya bu?" batin Dinda tersenyum, megwah sekali rumah ini sampai Dinda mampu membayangkan bahwa dia dan ibunya berada dalam satu rumah, tapi Dinda tak mampu melihat ibunya.

"Di sini rumah Dinda ya? Kita mulai hidup baru, lembaran kisah baru sama Bunda Aish dan Ayah Galih."

Dinda mengangguk, melangkahkan kaki masuk sembari tersenyum senang. "Ini kisah Dinda yang baru, hidup yang nggak ada kak Rey lagi, nggak ada anak panti yang benci Dinda. Ya Allah, Dinda masih kecil semoga engkau nggak kasih Dinda masalah yang berat lagi ya, yang bikin Dinda nangis."

Dinda mengaminkan doanya dalam hati, sembari terus tersenyum.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 07, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Meraih MimpiWhere stories live. Discover now