FraUm • 8

520 57 4
                                    

«:»

Siang itu, suasana kantin yang biasanya riuh sebab obrolan, harus bertambah riuh sebab adanya perkelahian.

Dua manusia yang menjadi pusat perhatian berdiri kokoh dengan tatapan tajam, menghunus satu sama lain dengan pengabaian pada suasana sekitar.

Seorang remaja lain yang menjadi alasan utama pertengkaran itu masihlah tetap pada posisinya, terduduk di atas lantai dengan seragam basah kuyup. Tangan kanannya ia dekap sebab rasa sakit yang hampir tak tertahankan, menatap takut-takut pada dua manusia dengan aura seram yang kentara menguar.

Disisi lain, seorang remaja laki-laki tengah berlarian cepat menyusuri koridor. Menuju sebuah tempat dengan berbagai jenis buku tersimpan rapi, pun setelah informasi penting tentang keberadaan beberapa orang ia dapati.

Beruntung, tak jauh dari tempatnya kini, tiga orang remaja yang sedari tadi menjadi tujuan pencariannya ia dapatkan. Berjalan santai menuju kearahnya dengan sesekali obrolan yang terlontar.

"REN..." Tak hanya si pemilik nama yang menoleh ke sumber suara, dua rekannya yang lain pun ikut pula menatap bertanya kearah si pemanggil.

"Ada apa Ja?" Ja,- atau Raja, teman sekelas ketiganya itu tak langsung menyahuti. Memilih menumpukan kedua tangannya pada masing-masing lutut, mengais udara sebab kelelahan yang ia rasa.

"Ja? Kenapa?" Nareka turut bertanya, memandang aneh pada remaja sebaya didepannya.

"Itu, temen lo...." Ucapan Raja terpotong sebab nafasnya yang masih tak beraturan.

"Hah? Temen? Lo mau ngomong apa sih sebenernya?" Haigar tak sabaran, bertanya dengan cepat sembari menatap lurus kearah Raja berdiri.

"Jenandar, dia berantem sama kakak kelas. Sama Moreo."

Informasi penting itu jelas langsung terproses dengan cepat, menghasilkan tatapan terkejut dengan langkah kaki lebar sebagai respon spontan ketiganya. Meninggalkan Raja yang kontan langsung berbalik dan menatap kepergian ketiganya dalam diam. "Lah, gue ditinggalin sendirian nih?"

Didalam kantin suasana mencekam tak lantas berubah, justru semakin kacau saat pukulan demi pukulan terlontar kasar melukai paras tampan lawan didepannya.

Moreo yang memang terkenal sebagai salah satu berandalan sekolahnya jelas tak terima saat kesenangannya direnggut paksa, oleh seorang adik tingkat yang kini menjadi lawan adu jotosnya.

"Si anjing. Jen, apa-apaan sih lo?!" Haigar mengumpat keras dalam pelariannya mendekati sahabatnya, menarik paksa Jenandar dari posisinya yang tepat berada di atas tubuh sang lawan tanding.

"Udah Jen, berhenti gue bilang." Nareka turut serta menahan tubuh jangkung Jenandar yang berontak ingin dilepaskan, sedangkan Renkara memilih mendekati seorang lainnya yang terduduk dengan tubuh bergetar ketakutan.

"Lo apa-apaan sih bikin keributan nggak jelas kayak gini?" Haigar bertanya kesal, masih berusaha menyadarkan sang teman yang terlihat masih diselubungi api kemarahan.

"Jadi adek kelas nggak usah belagu." Moreo bangkit dari tempatnya dengan pandangan tajam kearah Jenandar, merasa tak terima dengan kekalahan yang hampir saja ia dapatkan jika saja tak segera dipisahkan.

"Lo pikir jadi senior bisa seenaknya ngebully orang kayak gitu? Inget umur, malu sama adek kelas."

Dari sahutan tak santai itu, setidaknya ketiga sahabat Jenandar langsung paham, tentang apa yang melatarbelakangi kekacauan siang ini. Kekacauan yang tak biasanya mereka dapati dari sosok Jenandar, yang terbiasa tenang dan tak mudah terpancing emosi.

Frasa UmbaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang