37. title removed

33.2K 7.6K 2K
                                    

siap isi komentar di setiap paragraf?!😖

Damarez memasuki ruangan markas yang ramai dihuni oleh teman temannya. Semua pasang mata langsung mengarah padanya yang terlihat tak seperti biasanya. Tatapannya tajam namun lurus kedepan. Biasanya Damarez akan menyapa semua teman temannya namun kini cowok itu memilih diam dan menuju halaman belakang.

Teja masih menatap kepergian temannya itu. Ia memikirkan sesuatu yang ia dengar tak lama sebelum Damarez datang. "Kak Teja..Kak Aja disana nggak? Kak Ajaa marah sama Eyaa, jagain dia yaa jangan sampe aneh aneh." Beberapa menit lalu, ia menerima telepon dari anak itu dan menjelaskan hal tersebut. Hanya ia yang mengetahui alasan Damarez bertingkah sedikit aneh malam ini.

Teja meninggalkan permainan caturnya meskipun Yesa berteriak teriak memanggilnya karena ia meninggalkan permainan begitu saja. "El gantiin gue!" ujar Teja.

"Aelah giliran skak aja lo suruh gue gantiin," gumam El.

Teja menyusul Damarez menuju halaman belakang. Begitu sampai, ia bersidekap dada memperhatikan temannya itu yang duduk di salah satu kursi yang ada disana. Cowok itu menyandarkan kepalanya pada tembok, ia masih menatap lurus kedepan. Diluar kepalanya memang terlihat sepi dan sunyi namun tidak dengan pikirannya. Banyak hal yang bangkit dan terjawab. Tak sedikit juga pertanyaan yang tak menemukan jawaban.

Teja duduk disebelahnya. Ia menawarkan satu minuman kaleng dengan soda namun tidak mengandung alkohol. Damarez menengok, ia sedikit mengusap matanya yang perih. "Pertama kalinya gue liat lo nangis. Sesakit apa luka terbuka lo, lo nggak pernah keluar air mata setitik pun. Who's hurt you bro?" tanya Teja sembari tertawa kecil. Ia membuka kaleng minuman itu lalu meneguknya dengan dua kali tegukan.

Damarez tersenyum kecil. "Kelilipan. Kayaknya disini perlu dipasang jaring jaring gitu deh," Damarez mencoba mengalihkan topik pembicaraan. Ia tak menyangka jika Teja mengikutinya kesini.

Teja masih diam tak berekspresi. "Kenapa lo sama dia?" tanya Teja to the point.

Damarez masih tak mau membuka kisahnya. "Kenapa apanya? Udah putus sejak lama," sahutnya. Cowok itu menyalakan satu batang rokok kemudian menghembuskan asapnya ke udara. Teja menunjukkan histoy call pada aplikasi whattsap nya. Damarez hanya berdehem melihat nama Teya disana. "Ngapain dia? Ngasi lo pertanyaan lagi?" tanya Damarez dengan nada yang sinis.

"Kalian kenapa?"

"Dia ngadu sama lo?"

"Stop nanya. Coba kasi tau gue masalahnya. Itu kalo boleh," gumamnya.

Damarez menggeleng lalu memejamkan matanya. "Gue salah naruh hati. Salah naruh kepercayaan. Salah berharap. Salah cinta sama dia," ujar Damarez.

"Sekarang lo tau alasan kenapa kita juga harus mikirin usia dalam suatu hubungan? Beda sekitar empat tahun itu gak masalah sama sekali, asalkan udah sama sama legal. Bukan tentang usia, tapi pemikiran," ujar Teja. Kalimat itu diucapkannya semata agar Damarez tak terlalu menyalahkan Teya dan dirinya sendiri.

"Dia baru lulus SD satu atau dua tahun lalu, Rez. Lo berharap dia memahami lo yang udah siap buat masa depan? Anggap dia jahat karena ngkhianati lo yang serius sama dia, tapi dia memang masih di tahap main main. Dia belum paham."

Damarez hanya diam mendengarkan ceramah dari temannya itu. Setidaknya ia memang membutuhkan teman untuk bercerita. "Kalian belum satu tujuan. Bukan tidak satu tujuan, tapi belum."

"Gue yang salah ya? Gue salah karena datengin dia di saat yang nggak tapat. Dia bahkan belum ngerti dunia luar, dia bahkan belum ngerti perasaannya sendiri. Sepolos itu dia bilang suka cowok lain didepan gue," sahutnya.

DAMAREZ (SEGERA TERBIT)Where stories live. Discover now