[16] Pulang

71 26 0
                                    


"Hai!"

Keduanya canggung, berboncengan menyusuri jalanan kota dengan sunyi padahal biasanya penuh gelak tawa. Ya, setidaknya bagus untuk keselamatan. Pada lukisan abadi yang dibuat Alterio kemarin malam, memang sangat mengganggu pikiran Griselle. Bagaimana bisa lelaki itu melakukannya setelah belum lama putus dari mantan pacarnya. Itulah, yang membuat Griselle sangsi. Ia takut kalau Alterio hanya menjadikannya pelampiasan belaka.

Motor Alterio berhenti. Keduanya lantas turun dan berjalan beriringan menuju ke kelas. Masih sama, masih saling diam, canggung. Dalam hati Alterio membatin, agak menyesali perbuatannya kemarin. Haruskah ia meminta maaf pada gadis tersebut? Atau, haruska bagaimana?

"Sel," panggilanya dan menolehlah si empu nama.

"Hmm?" Ia bergumam.

"Yang kemaren malem-"

"Lupain saja." Griselle mencegat ucapan Alterio yang belum rampung, membuat lelaki itu berhenti dan menatapnya heran. Apa dia bilang? Lupakan saja? Mana bisa.

"Maksud lo?" tanyanya dengan alis yang mengerut.

"Lupain saja, lagian bukan hal yang perlu diinget." Santai sekali, tanpa beban.

Alterio bergerak memegang kedua bahu gadis tersebut. Menatapnya dalam, mencoba menenggelamkan si gadis pada kedua obsidiannya tapi ia malah berakhir tenggelam sendiri. Kedua manik Griselle memang berabahaya.

"Kenapa harus dilupain? Apa ciuman singkat emang gak berarti banget buat lo?" ucapnya, bertanya menuntut.

"Bukan gitu-"

"Terus apa? Griselle, gue tulus sama lo," ucap Alterio dengan wajah yang melunak.

"Al, lo masih inget 'kan kalo kita masih ada di koridor sekarang? Harus banget bahasnya di sini?" Griselle menatap serius wajah lelaki di depannya ini. Alterio mengangguk dan melepas genggamannya pada bahu gadis itu. Keduanya beranjak, berjalan beriringan dengan canggung lagi.

Sesampainya di kelas, Alterio meletakkan tasnya lalu menggeser kursi ke sebelah Griselle. Menatap gadis itu dengan lekat, menunggu konfirmasi atas ucapannya tadi. Yang ditatap hanya diam, malah mengeluarkan buku dan membacanya. Si lelaki mendengus kesal. Ia mengumpat dalam hati. Griselle mencoba mempermainkannya atau bagaimana?

"Selenia!" gertaknya. Si empu nama hanya mengangkat alis tanpa suara.

"Sel, gue serius." Alterio merengek seperti bayi yang minta susu.

"Minggu depan USBN. Harus banget gue nginget hal kurang penting kayak gitu? Al, gue tau lo tulus. Tapi mana bisa gue percaya sama cowok yang baru putus dan posisinya gue abis patah hati?" Griselle menutup bukunya, menatap Alterio dengan wajah datar tanpa ekspresi.

"Logika lo tumpul pas kenal cinta, Alterio." Lanjutnya, agak menusuk harga diri Aletrio.

Lelaki itu mengangguk. Merenungi ucapan Griselle tadi. Memang benar, ia terlalu buru-buru karena cintanya sudah datang bahkan sebelum ia putus dengan mantan pacarnya. Manusia menjadi bodoh karena cinta.

Bel masuk berbunyi nyaring, membuat Alterio kembali ke tempatnya. Walaupun Griselle mengatakan bahwa hal tersebut tidak terlalu penting, tapi kenyataanya itu cukup mengacaukan pikirannya bahkan saat guru sedang menjelaskan materi untuk USBN minggu depan. Berkali-kali ia menggelangkan kepala saat wajah tampan Alterio tiba-tiba muncul dalam pikirannya. Bahaya, sangat berbahaya.

Ya, mana mungkin ada yang biasa saja setelah melakukan hal yang luar biasa seperti kemarin malam. Griselle hanya membual, agar tidak mudah digoda. Cinta membuat logikanya tumpul, kisi-kisi USBN tidak masuk otak tapi malah seorang lelaki masuk ke hatinya. Tolol, cinta begitu tolol.

Sorai [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang