05. YUTA

173 46 5
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Heh

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Heh.” Ucap Yuta sambil menepuk pundak orang didepannya, buat orang berjaket bomber hijau tua itu berjingkat terkejut dan batal memasukkan tangannya ke dalam tas jinjing perempuan di sebelahnya.

Dia menoleh, melotot pada sosok Yuta. “Siapa?!” Solotnya gusar.

Lantas Yuta dengan wajah datarnya membalas. “Mau nyopet ya? Tau kok cari kerjaan susah, tapi ya gak ngambil barang orang juga. Lo cuma butuh uangnya, tapi yang lo ambil dompet yang campur sama dokumen penting. Lo nih—“

Orang yang sedang diceramahi oleh Yuta pun mulai gelagapan, matanya pun mulai bergerak panik karena tatapan orang di bus yang bisa mendengar suara kalem Yuta. Termasuk gadis yang berdiri di sebelah si pencopet, yang kini menoleh dan memeluk erat tasnya.

“Wah, anjing. Kiri! Kiri!” Serunya yang tak ingin habis dihajar massa, dengan cepat berjalan maju untuk turun.

“Dompet masih aman?” Tanya Yuta pada si gadis. Ditanya begitu, dia pun mulai memeriksa tasnya, semua barangnya masih utuh di sana.

“Masih. Yang tadi beneran copet?” Tanyanya, menunjuk orang yang kini baru melompat turun.

“Kayanya sih iya, kalau bukan gak mungkin dia turun di sini.” Balas Yuta, kepalanya menoleh melihat keluar jendela, bertukar tatap dengan si pencopet yang dari luar sana menatap tajam ke arah Yuta.

“Wah, makasih ya. Kalau gak ada Mas mungkin dompet saya udah hilang.”

“Oh, iya. Lain kali hati-hati, kalau bawa tas taruh depan badan aja, jangan disamping. Apalagi waktu banyak orang kaya gini. Rawan.”

“Eh? Iya.. Mas turun di mana?”

“Masih jauh, baru juga tadi naik.”

“Oh...” Meskipun tampak bimbang, Stefani mencoba untuk memberanikan diri bertanya lebih. Ya, minimal kenalan bisa lah. Lumayan tahu nama orang ganteng di bis begini. “Mas namanya siapa?” Meskipun orang ini tampak tak menunjukkan gelagat tertarik akan sosok gadis yang hampir kecopetan ini.

“Yuta.”

Nah, dari sini saja sebenarnya sudah terlihat jelas kalau Yuta tidak ingin tahu siapa nama gadis ini. Dan karena peka, Stefani pun hanya tersenyum, mengangguk-anggukkan kepala.

“Oh, Yuta... Saya Stefani, by the way.” Tapi Stefani tetap ingin memperkenalkan dirinya.

“Oh, oke. Pulang kerja?”

“Ha? I-iya.” Stefani tak menyangka kalau orang ini akan bertanya. “Kamu juga?”

“Hem.” Angguk Yuta, lalu kembali melihat ke depan.

 
 
 
 
 
 

“Semenjak hari itu, hampir setiap hari Mama pulang pasti ketemu sama Papamu. Ya gak setiap ketemu itu Mama ngobrol sama Papa sih, soalnya sering beda bangku. Kalau kebetulan Papa duduk di sebelah Mama, pasti Mama ajak ngobrol.”

“Dari cerita Mama kayanya Papa kalau tahu satu bus sama Mama dia kaya gak mau ketemu sama Mama deh. Dia juga duduk di sebelah Mama pasti karena cuma sisa satu tempat duduk aja.” Terka Jaemin.

“Maksudmu terpaksa??”

“E'hem.” Jaemin mengangguk. “Iya. Kalau bukan Mama yang maju duluan, pasti gak akan ada deh Mama cerita kaya gini ke aku. Soalnya aku juga pasti gak akan ada.”

“Maksudmu Papa gak suka sama Mama gitu??”

“Ya awalnya, Maaa~ Tapi gak tau deh kalau sekarang. Coba deh nanti Mama tanya ke Papa. Kalau bentuknya masih kaku dingin-dingin kaya zaman awal ketemu ya perlu dipertanyakan.”

“Maa!”

“Paaa, kamu terpaksa ya nikah sama Mama?!”

How I Met Your Father • NCT 127Where stories live. Discover now