Chapter 1 - Teman Lama

3.5K 303 43
                                    

Halo!

If you wondering kenapa aku republish cerita Didi sama Satria. Jadi, cerita ini aku publish ulang untuk event Author Got Talent 2022. Karena peraturannya untuk naskah yang sudah pernah publish harus di publish ulang di cerita baru supaya pembacanya mulai dari 0. 

Akan di-update setiap hari per-bab.

Yang sudah pernah baca ataupun belum, please do vote and leave your comment ya...

Thanks in advance.

________________

________________

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

            Mungkin aku terlalu naif, kelewat bodoh, bucin nggak ketulungan, or you name it

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

            Mungkin aku terlalu naif, kelewat bodoh, bucin nggak ketulungan, or you name it. Meninggalkan keluargaku di Surabaya agar bisa tinggal di kota yang sama dengan Reihan, lelaki yang sudah berpacaran denganku selama delapan tahun. Yes, delapan tahun! Sudah mirip mencicil KPR, meskipun selama delapan tahun itu kami sering putus nyambung. Dan, hubungan kami setahun belakangan ini tidak berjalan mulus sejak Reihan pindah ke Ibu kota.

Gelapnya langit Jakarta dan rintik-rintik gerimis menemani perjalananku menuju kantor. Sepertinya awan mendung gemar mengikuti ke mana aku pergi seolah mengerti benar apa yang kurasakan. Kuembuskan napas kuat-kuat ketika bus jurusan Ragunan-Blok M yang kutumpangi sebentar lagi berhenti di Taman Kemang. Aku memakai baseball cap sebelum turun dari bus, di luar masih gerimis sedangkan aku tidak membawa payung.

Dengan sedikit berlari, aku masuk ke dalam kafe Tanamera, menepuk-nepuk lengan yang tertutup blazer, titik-titik air gerimis sudah merembes masuk ke dalam kulit, aku butuh sesuatu yang hangat, and I need caffeine in my system.

Sebelum memesan, kukeluarkan ponsel dari dalam tote bag, mengetuk layarnya dengan jari telapak tangan yang lain, melihatnya menyala dengan setiap ketukan. Tak ada balasan chat sama sekali dari Rei, hanya pesan dari Mama dan Aurel. Aku mendesah, memasukkan kembali ponsel dalam tote bag, lalu memeriksa arloji di pergelangan tangan kiri, dua menit lagi menuju pukul sembilan, dan aku tahu dalam dua menit aku akan terlambat. Aku dan HRD perusahaan menentukan akan teken kontrak pada pukul sembilan pagi ini sebelum aku memulai pekerjaanku.

Wrong Direction [TERBIT DI CABACA]Where stories live. Discover now