t h r e e

9 3 11
                                    

⠀⠀⠀Villa milik keluarga Maheswari itu kini dipenuhi isak tangis. Benar, Hashima Jalwa telah menghembuskan nafas terakhir pada menit ke enam dengan busa yang keluar dari mulutnya dibarengi dengan darah.

"Wa!bangun!" Windy terus meracau disamping jasad Jalwa yang dibaringkan diatas sofa ruang tamu. Disampingnya sibungsu menangis dengan keras dan berusaha ditenangkan oleh Yesha.

"Zel, sebaiknya kita pulang sekarang" Nisaka menepuk pundak Hazel yang kini menangis tanpa suara. Dirinya syok berat.

"H-hah?" Hazel menoleh. Mendapati Nisaka yang menepuk punggung pelan, berusaha menenangkan.

Hazel mulai sedikit tenang. Pemudi itu mulai berjongkok disebelah Windy.

"Win" Hazel menepuk pelan bahu yang lebih muda. Kedua mata Windy memerah, gadis itu tampak sangat berantakan.

"Kak, Jalwa kak hiks" Windy beralih, memeluk erat tubuh Hazel yang lebih kecil. Meracau racau memintanya untuk membangunkan Jalwa.

"Maaf" bisik Hazel tepat disebelah telinga Windy.

"Kakak ga bisa nyelamatin Jalwa" Hazel terus menenangkan Windy yang kembali menangis kencang.

"Kak" sementara yang lain menangisi kepergian Jalwa yang tanpa diduga. Yakshara memicingkan matanya menatap jasad Jalwa. Dirinya menyenggol Raaya yang matanya ikut memerah.

"Perasaan gw aja atau gimana, kematian Jalwa ga bisa dibilang logis" bisik gadis itu. Raaya menatapnya. Kemudian netra coklatnya menatap intens tubuh kaku Jalwa.

Dua menit Raaya diam sebelumnya matanya terbelalak kaget.

"Ra, lo bener"












"ADENNA LO KENAPA!?" Lamina tersentak kaget saat mendapati Adenna yang bergetar hebat.  Tubuhnya dipenuhi keringat dingin. Terlihat gelisah.

Raaya selaku sepupu gadis bali itu bergerak cepat menghampiri Adenna. Dirinya lupa bahwa gadis itu pengidap panick attack. Trauma.

"Anjir, lo jangan lihat tolol!" Raaya langsung menghalangi penglihatan Adenna saat ia sadar bahwa gadis itu terpaku dengan darah yang mengalir dari mulut Jalwa.

"Aduh anjg, lo udah tahu ga bisa liat gituan malah natap!" Raaya langsung menyeret Adenna untuk menjauhi jasad Jalwa diikuti Yaksa, Jihan dan Shila.














"Win, em- gimana kalau kita pulang aja?" Yesha mendudukan diri disamping Windy yang bersembunyi dibalik selimut tebal. Masih menangis hebat.

"G-ga bisa hiks" dengan bergetar Yesha bisa lihat bahwa selimut yang menutupi seluruh tubuh Windy mulai bergerak, menunjukkan wajahnya.

"Kapal bakal datang 3 minggu lagi"

"Apa ga bisa diminta datang sekarang?" Lamina ikut duduk disamping Windy, membenarkan rambut panjang Windy yang berantakan.

"Gabisa kak, disini gaada sinyal. Orang orang kapal juga gak bakal lewat sini" dengan mata sendu Windy menggeleng, menandakan tak ada satu pun cara agar mereka cepat pulang. Setidaknya agar jasad Jalwa dapat disemayamkan.















Tidak jauh dari ketiga pemudi tadi. Ketiga pemudi tertua sedang mencoba menghubungi keluarga dari Jalwa. Memberitahu kabar kematian anaknya.

"Kak" Raaya menyenggol tangan Hazel yang sibuk menekan tombol diatas layar pipih. Tentunya setelah berhasil menenangkan sepupunya.

"Menurut gw ada yang janggal" Atensi Hazel teralih kearah Raaya. Menatap gadis berambut pendek itu dengan tatapan bingung.

"Maksudnya?"

Raaya tak menjawab, melainkan menarik lengan Hazel berserta Nisaka untuk menuju pintu utama. Berniat mencari tempat sunyi.






















"Jalwa jelas diracuni" mata Hazel dan Nisaka membulat sempurna ketika ucapan mulus dari Raaya menusuk indra pendengaran keduanya.

"Gw sadar saat liat busa dimulut Jalwa. Sianida"

"Racun itu gabakal bereaksi kuat kalau hanya sedikit. Tapi, butuh 200-300 mili untuk membuat seseorang tak sadarkan diri, kejang kejang dan berakhir kematian"

"Cuman butuh waktu 6-15 menit sampai racun itu beraksi, kak"

"Kalau sebanyak itu gw rasa gabakal ditaruh dimakanan" Nisaka menyela, otaknya tiba tiba mendapat pencerahan.

"Atau mungkin minuman?"

"Bisa jadi" Hazel mengangguk

"Dalam jangka waktu segitu gaada kemungkinan orang luar yang naruh. Namun, diantara kita semua pasti punya kesempatan, kan?"


























































Pembicaraan serius diantara ketiganya terus berlanjut. Tanpa tahu sebuah mata mengawasi dari sela sela dinding.

 Tanpa tahu sebuah mata mengawasi dari sela sela dinding

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lo tahu terlalu banyak, kak"
















Dari mereka berdua belas— ralat sebelas, siapa yang paling mencurigakan?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 13, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MURDER SHADOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang