Bab XII

40.2K 2.2K 17
                                    

Kita semua memang tumbuh bersama luka

•••

Dibanding merasa bahagia Qila justru merasa hampa. Andai kata senyum yang selama ini ia tampilkan adalah bentuk kebahagiaan, berarti topeng yang ia gunakan terlalu kuat.

Qila bisa saja menjadi Ayah yang gila kerja, menjadi Dirga yang lupa akan rumah, menjadi Daniel yang nakal tidak tahu aturan, atau menjadi Saka yang tak acuh terhadap sekitar.

Dia bisa meraup keegoisan dan menjalani hidupnya tanpa perlu repot memikirkan sekitar. Qila bisa tetapi ia memilih untuk tidak melakukannya.

Dalam hidup ini, selalu ada hal tak terduga yang tidak bisa kita antisipasi. Termasuk kematian.

Semua sudah digariskan, sedih kehilangan seseorang yang berharga tentu perasaan yang sangat wajar. Namun sedih saja tak cukup untuk mengembalikan mereka yang raganya sudah tidak lagi dapat di dekap.

"Qila kalau sudah besar mau jadi apa?"

"Mau jadi mermed. Biar bisa kaya ariel."

"Ahahaha anak bunda ini lucu banget sih. Cuma mau jadi mermed aja gak mau yang lain?"

"Eummmm jadi pemadam kebakaran deh biar bisa mainin sirine mobilnya ninuninuninu."

Qila tersenyum kecil mengingat kenangan usang yang hampir terlupakan. Dia meremat foto bunda yang tengah tersenyum lembut.

Sungguh. Qila sangat takut melupakan wajah bunda jika sehari saja tidak melihatnya.

tes.

tes.

Bola mata Qila membulat saat cairan merah jatuh dari hidungnya. Darah pekat membasahi wajah bunda yang segera Qila usap dengan penuh kehati-hatian.

nyuttt.

"Argh." Qila memejamkan mata, kepalanya berdenyut nyeri hingga tidak bisa melihat dengan benar.

Tangannya meraba sekitar mencoba menggapai benda apapun yang ada di dekatnya. Qila jatuh terduduk ketika tak kuasa menahan sakit luar biasa. Kepalanya seperti diperas dan dipukul secara bersamaan.

Sakit sekali.

Qila menggigit bibirnya menahan sakit, untungnya sakit itu hanya berlangsung beberapa menit. Meskipun begitu Qila beberapa kali mencoba mengedipkan mata karena pandangannya mengabur.

tok tok tok

"Neng... ayo turun makan malam udah ditunggu di bawah."

"Qila gak makan bi malam ini, mau tidur cepet."

Bi Iyem meremas tangannya ragu. "Tapi neng, bibi diminta bawa neng Qila."

"Qila gak mau, bi." Kepala Qila masih nyeri, dia bahkan tidak kuat untuk berjalan saat ini. "Qila ngantuk."

"Neng Qila... bibi nanti kena omel kalau gak bawa neng Qila ke bawah."

Paradise (Segera Terbit)Where stories live. Discover now