3

84 9 0
                                    

You can't publish my story on another website without my permission because thinking about the plot is so difficult that I even stay up all night

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

You can't publish my story on another website without my permission because thinking about the plot is so difficult that I even stay up all night.

Tidak boleh publikasikan ceritaku di website lain tanpa seizinku karena memikirkan alur cerita itu sulit sekali bahkan aku sering begadang..

Happy reading

🍁Ryo

Aku berada di rumah nenek sejak kemarin malam karena ging pergi ke luar kota jadi aku bisa sedikit lega akan hal itu.

"Kenapa sejak awal tousan tidak membunuhku sih?" Monologku.

Aku kadang merenungkan soal pertanyaan itu kenapa kalau aku tidak diinginkan tidak dibunuh saja saat itu.

"Tubuhku sakit semua akibat tousan memukulku dengan benda tajam dan benda tumpul." Ucapku.

Aku merasakan cairan kental keluar dari hidungku dan saat kupegang ternyata darah.

"Aku tidak bisa mengikuti saran dokter agar tidak memikirkan hal berat karena hidupku saja berat." Ucapku.

Aku bangun dan melihat diriku di pantulan cermin disana kulihat wajahku sangat pucat.

"Sepertinya tuhan mengasihani aku untuk segera pergi ke surga bertemu kaachan." Ucapku.

"Ryo-chan!" Panggil Nenek.

"Nenek!" Pekikku.

Aku berlari dan memeluk sangat erat nenek mengelus surai rambutku lembut.

"Ryo bersekolah disini saja ya." Ucap Nenek.

"Tidak ryo bersekolah di tempat saat ini saja." Ucapku.

"Nenek tidak mau kamu disiksa terus oleh ayahmu." Ucap Nenek.

"Ryo mau dipeluk tousan seperti ini bahkan untuk yang terakhir kalinya dalam nafasku." Ucapku.

"Hush jangan ngomong begitu umur ryo pasti akan sepanjang nenek." Ucap Nenek.

"Nenek tidak marah sama ryo?" Tanyaku.

"Marah soal apa?" Tanya Nenek.

"Karena ryo lahir kaachan tiada jadi berarti ryo pembunuh kaachan ya nek." Ucapku.

Nenek melebarkan matanya dan malah memelukku semakin erat membuat aku nyaman dalam pelukan nenek.

"Kehadiran gon dan ryo itu hadiah terindah dari ibumu untuk nenek tentang kematian ibumu sudah menjadi suratan takdir." Ucap Nenek.

"Akhir-akhir ini ryo sering bertemu kaachan." Ucapku.

"Ryo!" Pekik Gon tiba-tiba datang.

Aku cemberut dan gon memeluk nenek dengan erat tapi aku meliriknya sinis lalu berusaha melepaskan gon dari nenek.

"Argh aniki ganggu!" Kesalku.

"Aku juga kangen nenek tahu!" Protes Gon.

"Nenek punyaku tahu!" Protesku.

"Jangan egois!" Kesal Gon.

"Biarin bwleh!" Ledekku.

"Gon dan ryo cucu nenek jangan bertengkar ya." Ucap Nenek.

Aku dan gon diam lalu semakin memeluk nenek dengan erat dalam diam aku tersenyum lebar karena merasakan rasa hangat di hatiku.

"Aku suka pelukan ini." Batinku.

"Makanya bertahan." Batin Gon.

"Males." Batinku.

Kami berdua melepaskan pelukan dan nenek masak makan siang untuk kami berdua.

Sore harinya aku dan gon bermain sepakbola di halaman belakang rumah nenek yang luas.

Aku tersenyum merasakan sensasi menyenangkan ini semua karena sudah lama tidak merasakan ini semua.

Kami berdua berhenti bermain karena lelah sekaligus disuruh mandi oleh nenek karena hari sudah menjelang malam.

Selesai makan malam aku dan gon duduk di halaman belakang rumah tapi aku merasakan bahaya secara tiba-tiba.

'PLAK' Pipi kananku ditampar begitu saja pelakunya ging yang menatapku kesal dan dia langsung menarik tangan kananku menuju ke arah gudang tapi nenek menahannya.

"Cukup ging kau jangan terus menyiksa putra bungsumu!" Kesal Nenek.

"Dia bukan putraku!" Protes Ging.

"Dia mirip denganmu ging!" Kesal Nenek.

Aku melepaskan tangan nenek dari pergelangan tanganku dan hanya mengganggukkan kepalaku saja.

"Ryo jangan." Cengah Gon.

"Diam kalian berdua!" Kesal Ging.

Ging terus saja menarik tanganku dan membuka ikat pinggangnya yah berakhir dengan aku yang terus dicambuk terus-menerus tidak ada tangisan atau rengekan ampun dariku karena aku lelah.

"Kau pembunuh!" Kesal Ging.

Aku melihat kearah ging dengan pandangan kosong membuat ging kaget namun tak lama wajahnya kembali marah.

"Kau harus mati!" Kesal Ging.

Aku hanya menggangguk kalau itu keinginan ging aku akan memenuhinya dengan senang hati.

"Aku tidak sudi untuk memanggil namamu karena kau penyebab istriku pergi!" Kesal Ging.

"Cepat mati kau!" Kesal Ging.

Aku tersenyum dan ging kembali mencambukku dengan ikat pinggangnya setelah kelelahan ging mengunci gudang.

Aku menatap dalam diam dan tersenyum lebar karena sudah menemukan jawabannya.

"Aku akan memenuhi keinginanmu tousan untuk segera mati kalau itu membuat tousan bahagia." Ucapku.

Aku mundur dan tertidur di gudang dingin untuk malam ini tapi sepertinya tidak karena ada yang menggendong tubuhku.

"Aniki aku akan berbakti kepada tousan." Ucapku.

"Begitu dong kita berdua harus berbakti kepada tousan." Ucap Gon.

"Aniki banggakan tousan dengan prestasimu dan aku akan membanggakan tousan dengan kematianku." Ucapku.

"Apa maksudmu kan sudah kubilang jangan mengatakan hal itu?!" Kesal Gon.

"Aku tidur ya aniki." Ucapku.

Aku menutup mataku seluruh tubuhku sakit karena cambukkan ging.

🍁 Ingin berbakti kepada ging

Fc Twins

~ 01 Oktober 2022 ~

Maaf baru update aku sibuk akhir-akhir ini

✔️ Gon Freecss Twins (oc male reader)Where stories live. Discover now