that day, when you and I

125 18 3
                                    

"Phi, kau sudah sarapan?" yang muda lebih dulu mendekati dengan canggung.

"Hmm..." sementara yang lebih tua hanya berdehem sambil mengangguk kecil.

"Baiklah"

"Kau datang hanya untuk menanyakan itu?"

"Photoshoot dimulai pagi sekali, aku takut Phi belum sarapan. Kalau begitu aku pergi bersiap dulu"

"Win...!!!"

Win pun menoleh untuk menjawab panggilan itu.

"Soal kemarin,"

"Tidak apa-apa. Kita hanya sedang berlatih" potong Win dengan cepat.

Bright berdiri dari tempat duduknya, mendekat lalu mensejajarkan wajahnya dengan pemuda yang bahkan tidak berani untuk menatap matanya.

"Tapi apa yang kita lakukan tidak ada dalam skrip"

"Hei Phi, kau tau ketika berhasil membangun suasana itu sangat mungkin terjadi"

"Aku tidak sedang membangun suasana. Sepertinya aku menyukaimu" aku Bright. Ia mempertaruhkan segalanya disana. "Jadi apa yang kulakukan semalam, aku serius"

"Haha itu tidak masuk akal," meskipun dengan bibir yang gemetar, Win berusaha untuk setenang mungkin. Bright adalah patnernya, mereka selalu bersama. Kesalahpahaman mungkin saja terjadi. Salah mengartikan perasaan, itu sangat mungkin.

"Ya! ini tidak masuk akal"

"Phi, apa Sarawat sedang merasukimu?"

"Win,"

"Phi hanya terbawa suasana. Phi tidak benar-benar menyukaiku"

"Ini perasaanku, hanya aku yang tau. Aku menyukaimu. Aku menyukaimu, itu sebabnya aku menciummu" ucap Bright penuh penekanan. Ya ini sulit untuk diterima. Sekalipun mereka pernah berperan sebagai kekasih, tapi untuk di dunia nyata apakah ini dapat diterima? Sekalipun oleh patner itu sendiri.

"Aku tau ini tidak masuk akal. Aku juga membenci perasaan ini ketika menyangka bahwa ini terjadi karena aku belum keluar dari peran itu" terkadang itu bisa saja terjadi. Bright sangat paham akan hal itu. Itu sebabnya ia terus menunggu sampai perasaan yang dimilikinya memudar dan menghilang dengan sendirinya.

"Tapi yang ada," Bright menyentuh bagian dadanya dengan tidak melepaskan pandangannya sedetikpun pada Win. "Aku tidak fokus dan aku kehilangan niat pada apapun. Ketika ada yang mendekatimu, ketika kau tertawa untuk orang lain rasanya aneh dan itu menyakitkan. Hatiku tidak bisa menerimannya. Win, katakan padaku! Perasaan apa yang kurasakan ini?Hmm...?"

Tidak tau bagaimana harus bereaksi, Win hanya terdiam. Meskipun begitu, diam-diam hatinya berdesir bagaikan angin musim semi sedang menyapanya.

"Bright! Win! Kalian dimana?"

Terdengar suara Phi Eed memanggil dari arah luar ruangan. Namun ketika akan bersuara, Win segera menutup mulut Bright kemudian menariknnya untuk bersembunyi di balik kain yang digunakan sebagai ruang ganti.

"Tidak ada! Dimana mereka?" Phi Eed hanya membuka pintu sebentar lalu menutupnya lagi saat tidak melihat kedua anaknya disana.

"Win..." bisik Bright.

"Ssstttt!" Win meletakkan jari telunjuk di permukaan bibirnya, sementara tangan lainnya masih menutup mulut Bright. "Jangan berisik!"

"Mereka menca,"

Cups...

Win menempelkan bibir sintalnya di bibir tipis Bright dengan cepat. Tindakan yang membuat pemilik bibir itu terkejut dengan telinganya yang memerah.

Bright lalu mendorong Win untuk sedikit menjauh. "Apa yang kau lakukan?"

"Phi tidak menyukaiku, tapi Phi mencintaiku"
jawab Win dengan menangkup pipi Bright yang masih membulatkan matanya.

"Eugh?" Bright membutuhkan waktu untuk mencerna keadaan ini. "Tunggu! Jadi maksudmu?"

"Ayo mulai kisah kita. Karena Phi berani mengatakannya, maka aku tidak perlu takut lagi" Win meraih tangan yang lebih besar itu, memasukkan jari-jarinya di sela jari-jari Bright tanpa menghilangkan senyum di wajahnya.

"Bolehkah aku memilikinya?" ucap Win lagi, saat retinanya menangkap pemandangan bibir yang terpahat sempurna dihadapannya. Ia bahkan menatap dengan cara yang seksi, dan dengan berani mengusapnya dengan ibu jari.

Pemilik bibir yang tengah dimabuk cinta pun ikut terprovokasi. "Kalau begitu ambillah! Miliki! Miliki sesukamu!" balas Bright parau.

Bright medekatkan wajahnya, lalu memiringkannya sedemikian rupa agar mempermudah rute Win mengambil sesuatu yang sudah menjadi haknya.

Dari sentuhan lembut hingga menuntut. Keduanya hanya membiarkan semua mengalir tanpa perlu ada yang ditahan. Bright meraih bagian belakang kepala Win, memasukkan jari-jarinya diantara rambut tebal itu. Membalik posisi, lalu mengukung tubuh Win antara tubuhnya dan tembok yang tidak tau apakah kedap suara atau tidak.

Karena dibalik tembok itu ada begitu banyak orang.

"Win, mencintaimu Phi" ucap Win disela-sela ciuman panas itu. Ciuman tanpa kamera, ciuman tanpa dilihat oleh puluhan pasang mata. Ciuman yang hanya dirasakan oleh mereka berdua. Hanya Bright dan Win.

Bright memiringkan sudut bibirnya, lalu menciumi bibir berisi itu lagi dengan rakus. Tidak pernah terbayang sebelumnya hal ini akan terjadi. Karena baginya Win seperti ikan dilangit. Hal yang tidak akan mungkin. Bahkan saat ia dengan sembrono mengakui perasaannya. Ia telah siap dengan segala konsekuensi yang harus diterimanya.

Tapi jika tidak mencoba, tidak akan pernah tau bagaimana hasilnya.

Bisa dikatakan itu tidak romantis, gegabah dan tanpa persiapan. Tapi cukup membuat kedua orang yang memendam rasa cinta terlalu lama itu terbebas. Tanpa ragu, tanpa rasa takut. Karena ketika cinta datang, kita tidak dapat memilih kepada siapa cinta itu diberikan.

Biarkan itu terjadi seperti arus sungai yang mengalir. Tidak perlu menyiksa diri karenanya.

"Phi juga mencintaimu, Win"

"Ternyata kalian disini?"

"PHI EED?"

WITHOUT YOUWhere stories live. Discover now