Episode 2

39 0 0
                                    

Suara kicauan burung mengusik dunia mimpi Li Jihyun. Gadis itu segera membuka matanya perlahan. Pandangannya masih buram. Dia mengucek mata dan sedikit menguap. Matanya menatap sekeliling kamar. Jendela kamar masih tertutup rapat yang membuat pencahayaan temaram. Li Jihyun sekali lagi menguap sebelum beringsut turun dari kasur.

"Tumben Yona belum bangun," gumamnya berjalan membuka jendela. Seberkas cahaya matahari pagi menyiram tubuh Li Jihyun. Matanya sedikit menyipit karena sinar matahari yang menyilaukan. Tapi itu tak masalah baginya. Dia menopang dagu dan menikmati pemandangan. "Hari yang tenang," gumamnya lagi sambil menghela napas.

Hingga suara berisik di bawah jendelanya mengusik ketenangan. Dia menurunkan pandangannya dan menangkap asal suara. Ternyata ada lima dayang yang tengah mengerumuni seseorang. Dari kejauhan kelima dayang itu sedang menindas seseorang. Awalnya Li Jihyun tak peduli tapi saat melihat wajah dayang itu. Seketika mata Li Jihyun semakin menyipit saat memastikan lagi seseorang yang dikenalnya ditengah kerumunan. "Bukankah itu Yona? Kenapa dia ada disitu? Sialan! Pasti dayang itu menganggunya," rutuk Li Jihyun segera bergegas turun menuju ke halaman.

"Wah lihat siapa yang datang," ejek salah satu dari kelima dayang itu ketika melihat Li Jihyun muncul dihadapan mereka. Dayang itu menyilangkan tangan dan tersenyum meremehkannya. Sementara keempat dayang lain tertawa cekikikan. Napas Li Jihyun memburu cepat. Apalagi melihat Yona yang lebam di wajah dan sekujur tubuhnya. Pantas saya dayang itu tidak datang ke kamarnya. Ternyata Yona disiksa mereka. Hanfu Yona sampai dipenuhi debu dan lebam terlihat di wajah dan beberapa area tubuhnya.

Tangan Li Jihyun terkepal erat menatap Yona yang pingsan di tanah. "Kak lihat wajah si tawanan itu. Dia tampaknya marah melihat kita ... sedikit memberi pelajaran pada budaknya," ucap salah satu temannya sambil menahan cekikikan. Tangan Li Jihyun semakin terkepal erat dan bahkan sampai menggigit bibir bawahnya mendengar ejekan dayang itu.

Tawanan? Budak? Beraninya mereka meremehkan kami. Baiklah. Bukankah ini saatnya aku balas dendam? Selama ini aku terlalu berdiam diri, batin Li Jihyun menatap mereka dingin. Tapi bukannya takut mereka justru terlihat menahan tawa.

Salah satu dari dayang itu melangkah maju. Tangannya sedikit mendorong bahu Li Jihyun membuat tubuhnya mundur selangkah. "Tundukkan pandanganmu itu tawanan. Jangan lihat kami seperti itu. Menjijikkan," ujarnya membuat dayang lain tertawa terbahak bahak. "Berikutnya giliranmu bernasib sama seperti budak rendahan itu," lanjutnya lagi terkekeh. Li Jihyun menggertakkan giginya. Amarah sudah di ubun ubun.

Plak!

Suara tawa dayang lain seketika tersumpal. Li Jihyun tersenyum tipis melihat reaksi dayang itu terpukul sekaligus terkejut. Matanya menatap nanar Li Jihyun.

Plak!

Satu tamparan lagi telak mengenai pipinya. Dayang itu sampai tersungkur jatuh di tanah. Tangannya gemetaran memegang pipi yang kini terasa panas dan perih. "Beraninya kamu memukul dayang istana? Kamu akan mendapat hukuman karena telah menyakiti dayang istana," katanya menunjuk Li Jihyun yang berdiri dihadapannya. Alis matanya naik sebelah.

"Apakah menurutmu aku peduli?" tanya Li Jihyun membuatnya terdiam. Hela napas terdengar. "Kenapa kamu pikir aku takut?" Li Jihyun mencodongkan wajahnya membuat wajah dayang itu memucat.

"A-Aku akan mengadukan pada yang mulia kaisar. Kamu pasti takkan bisa menghindar dari hukuman," ujarnya lagi membuat Li Jihyun menjauhkan wajahnya. Dayang itu bernapas lega. Pikirnya gadis didepannya takut pada kaisar yang sudah menjadikan selir tawanan. Lagipula perintah kaisar bersifat mutlak dan berada di posisi tertinggi.

Tapi tak lama suara tawa terdengar membahana. Li Jihyun tertawa terbahak bahak sampai mengusap ujung matanya yang berair. Dayang lain melihatnya keheranan. Li Jihyun mendelik tajam. "Kamu ini bodoh atau gila? Sekali lagi aku tegaskan! Aku tidak takut pada kaisar," kata Li Jihyun terdengar dingin. Matanya beralih menatap mereka berempat bergantian. "... dan karena kalian sudah mengusikku. Aku akan memberikan kalian hukuman yang pantas," lanjutnya menyeringai lebar.

Belum sempat mereka selesai mencerna perkataan Li Jihyun. Gadis itu sudah bergerak cepat di belakang mereka. Keempat dayang itu terkejut. Jemarinya seolah melayang diudara mengincar titik vital ditubuh mereka. Dalam sekejap tubuh keempat dayang itu ambruk di tanah menyisakan satu dayang yang barusan ditamparnya. Kini Li Jihyun berjalan menghampiri dayang itu.

Tapi dayang itu beringsut mundur. Iris matanya bergetar saking takut. Kakinya terasa lemas membuatnya tak bisa berlari. "Selanjutnya giliranmu," ujar Li Jihyun semakin menyeringai lebar. Jemarinya menyentuh dahi dayang itu. "Selamat tinggal," lanjutnya dan menyentil dahinya.

"TIDAK! MENJAUH DARIKU! TO-."

Tubuh dayang itu sudah tak bisa bergerak lagi. Matanya terbuka lebar dan iris kehitamannya mengambang ke atas. Li Jihyun tersenyum puas. "Terlalu lemah. Baru segini sudah pingsan," gumamnya menepuk nepuk tangannya diudara membersihkan debu yang menempel.

Matanya kini beralih pada Yona yang masih terkapar pingsan. "YONA! BANGUN!" panggil Li Jihyun duduk sambil menepuk pipi Yona. Bahkan menguncang tubuhnya agar segera terbangun. Tapi usahanya sia sia. Mata gadis itu masih terpejam rapat. Hanya deru napasnya yang terdengar.

"Apa yang terjadi?" sebuah suara mengalihkan atensi Li Jihyun. Gadis itu mendengkus saat melihat wajah seseorang yang familiar. Siapa lagi jika bukan Long Jian. Orang yang sudah membantai keluarganya dan memaksa menjadikan selir. Li Jihyun memalingkan wajahnya dan menatap Yona yang sudah dipangkuannya. "Kenapa kamu tidak menjawabku?" tanya Long Jian terdengar dingin tapi diabaikan oleh Li Jihyun. Gadis itu hanya memikirkan keselamatan Yona. Dia sudah berusaha membangunkan Yona tapi masih belum ada perkembangan. Sebenarnya dia ingin mengendong Yona. Tapi karena dia terlahir bertubuh mungil membuatnya kesulitan membawa tubuh Yona yang lebih berisi darinya. Satu satunya cara Cuma mengharapkan pertolongan orang. Tapi mengingat statusnya tawanan takkan ada yang mau menolong mereka. Justru yang ada malah menantikan kematian mereka.

Itu sebabnya Li Jihyun membenci mereka. Seharusnya aku melatih fisik agar bisa digunakan saat keadaan darurat. Tapi selama bereinkarnasi aku terlalu santai sampai membuat keluargaku dibantai oleh si bajingan, rutuk Li Jihyun dalam hati.

"Hei! Bawa dia ke tabib," ujar Long Jian mengalihkan lagi atensi Li Jihyun tepat ke arahnya. Mata mereka saling bertemu. Tapi tak ada suara yang terdengar. Gigi Li Jihyun bergemelutuk.

Tak lama dua orang prajurit menghampiri mereka. Dua orang itu membungkuk hormat saat berhadapan dengan Long Jian. "Ada apa yang mulia memanggil kami?" tanya salah satu dari kedua orang itu.

Long Jian menurunkan pandangannya ke arah Yona yang pingsan di pangkuan Li Jihyun. "Bawa dayang itu ke tabib," ujarnya. Kedua pengawal itu mengikuti arah tatapan Long Jian dan melihat Li Jihyun serta Yona. Tatapan mereka langsung menunjukkan kebencian.

"Tapi yang mulia dia ..."

"TUTUP MULUTMU! DAN LAKSANAKAN PERINTAHKU SECEPATNYA!" tubuh mereka langsung gemetar ketakutan.

"Baik yang mulia," ujar mereka serempak. Kedua orang itu saling lirik lalu salah satunya mendekati Yona. Li Jihyun menatap mereka tajam. Salah satu prajurit itu dengan terpaksa mengendong Yona dan bergerak menuju tempat tabib berada. Li Jihyun segera bangkit dan hendak mengikuti mereka.

"Kamu ikut aku," ujar Long Jian membuat Li Jihyun semakin kesal dan marah. Tapi melihat Long Jian berbalik dan melangkah lebih dulu. Terpaksa Li Jihyun mengikutinya.

Selir Tawanan KaisarWhere stories live. Discover now