07. A Day as Her Seatmate

36 6 0
                                    

Juna mengetuk-ngetuk jarinya di atas meja. Melirik cemas pada gadis yang duduk di sampingnya dengan perasaan gugup setengah mati. Padahal Juna sendiri yang mempunyai tekad besar untuk duduk dengan Karina. Namun setelah harapan cowok itu tersampaikan, Juna justru hampir mati muda.

Bagaimana tidak? Gadis itu tampak beratus-ratus kali lebih cantik saat di lihat dari dekat. Selama mata pelajaran Matematika Minat, jantung Juna berdetak tanpa aturan. Telapak tangan cowok itu sangat dingin dan berkeringat, pun kakinya tak berhenti bergerak demi menyamarkan rasa gugupnya. Juna terus-menerus menghela napas sembari berusaha menahan senyumannya.

Semua hal itu tak luput dari penglihatan Wiona yang duduk dua bangku di belakang Juna. Cewek dengan rambut panjang bergelombang itu tampak memijat pelipisnya saat melihat tingkah aneh sahabatnya. Ia tak menyangka jika Juna akan segigih itu untuk mendapatkan Karina.

Wiona menghela napas berat. Ia jadi ikut berpikir bagaimana kisah cinta sahabatnya itu akan berakhir. Gadis itu hafal betul, jika Juna sudah berani berusaha sampai ia harus keluar dari zona nyamannya, itu artinya Juna tidak akan main-main. Wiona hanya bisa berharap, bagaimanapun akhirnya nanti, semoga Juna tidak akan pernah lupa padanya.

Kembali kepada Juna yang sedang memutar otaknya untuk menjawab satu soal matematika di depannya. Kepalanya pening bahkan hanya dengan membaca soal. Namun di tengah kepeningan Juna, Shua yang duduk tepat di depannya menoleh kebelakang.

"Juna, I need eraser!" kata gadis itu.

Tanpa menoleh ke arah Shua, pemuda itu memberikan sebuah menghapus yang terletak di sebelah kirinya tanpa tahu itu penghapus miliknya atau bukan. Pun Shua tidak terlalu peduli karena penghapusnya sudah dirajang oleh Eric menjadi butiran-butiran kecil.

"Punya gue." suara dingin itu menginstrupsi pendengaran Juna. Tubuh laki-laki itu membeku dengan tangannya kirinya yang masih di ambang angin. Shua pun melirik cemas ke arah Karina yang sedang menatap penghapus putih dalam genggaman Juna.

"Hah?" hanya kata itu yang bisa keluar dari bibir Juna.

"Itu, punya gue." jawab Karina tanpa mengalihkan pandangannya dari genggaman tangan Juna.

Cowok itu gelagapan. Dengan jiwanya yang di ambang kepanikan, ia mengembalikan lagi penghapus putih itu di atas meja, "O-oh sorry, gu-gue tadi gak lihat," ujar Juna terbata-bata.

"Juna cepetan gue butuh penghapus!" bisikan nyaring Shua kembali menyapa telinganya, Juna lantas buru-buru mengambil kotak pensilnya di dalam laci dan memberikan penghapusnya pada Shua.

Juna kembali melirik ke samping kirinya, Karina sudah kembali fokus pada Pak Anwar yang sedang menjelaskan materi. Juna mati-matian kembali menahan senyumnya. Akhirnya ada sebuah percakapan tipis di antara mereka semenjak Juna memutuskan untuk menukar teman duduknya dengan Michelle.

Cowok dengan lesung pipi itu hanya mempunyai tekad yang besar, tapi nyalinya tak sebanding dengan itu semua. Juna auto menciut ketika sudah berada di dekat Karina. Entahlah, aura gadis itu terlalu kuat dan sedikit misterius. Namun anehnya, Juna menyukai semua yang ada dalam diri gadis itu.

•~•~•~•~•~~•~•

Bel istirahat pertama baru saja berbunyi. Satu-persatu murid kelas 10 IPA 4 keluar dari kelas menuju kantin sesaat setelah Pak Anwar mengucapkan salam perpisahan. Juna masih geming di tempat duduknya. Cowok itu sedari tadi mati kutu dan tak tahu harus berbuat apa.

Wiona berjalan menghampiri sahabat karibnya itu, menepuk pundak Juna hingga membuat sang empu sedikit terpanjat.

"Kalau mau megang permisi dulu kek!" seru cowok itu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 12, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

PHOSPHENES || Kim Junkyu Where stories live. Discover now