#9 The Real Him

5 1 1
                                    

WARNING : 17+

Mohon mematuhi peraturan usia


"Semua sudah siap, Pak. Tiket keberangkatan pukul 09.45 dan sampai di Berlin kurang lebih 15 jam setelahnya. Akomodasi dan sopir pribadi sudah disiapkan." jelas seorang sekretaris dari Albara dengan setelan suit perempuan dengan cepol rapi sambil membawa beberapa map hitam.

Albara berbalik dan seluruh penghuni rumah mengantarkannya ke depan rumah. "Dewa, Ilyas, selagi aku melakukan bisnis di Berlin, kalian jaga perusahaan dengan baik untuk persiapan pertemuan dengan Mr. Agam bulan depan. Jangan kecewakan pengusaha Timur Tengah itu." Kaki Albara beranjak menaiki kereta besinya, namun ada suatu hal yang juga harus ia sampaikan kepada kedua cucunya.

"Dan... jangan lupa jaga cucu menantuku. Jangan sampai dia kelelahan. Manjakan istrimu, Dewa."

Ilyas tersenyum patuh. Lain hal dengan Dewa yang mengangguk dengan maksud menolak secara tersirat. "Dengar, Bang? Jaga istri lu. Atau perlu gue bantuin?" ejek Ilyas dengan sedikit terkekeh geli.

Tanpa sepatah katapun Dewa mengeluarkan kunci mobilnya dan mengikuti laju mobil kakeknya untuk pergi dari rumah menuju ke kantor setidaknya untuk menenangkan hati dan pikirannya yang kalang kabut.

"Dea, harlot at 3 P.M. Yang bisa di bawa pulang. Thanks," Dewa menyampaikan pesan singkat kepada sekretarisnya melalui pesan suara sebelum akhirnya ia sampai di kantor

✤✤✤

Hingga fajar mulai tenggelam, Kalya tak habis-habis merutuki nasibnya sebagai istri dari seseorang yang bahkan nama panjangnya saja ia lupa. Saat ini Kalya terduduk di sofa utama sambil membaca beberapa majalah wanita yang tersedia di ruangan tersebut. Hingga fokus Kalya terpecah dengan bel rumah yang berbunyi cukup nyaring.

Kalya sudah siap berdiri bersiap membuka pintu dan menyambut siapapun yang ada di depan pintu saat ini. "Biar saya saja, Non." ucap seorang pelayan yang lari terbirit dari arah dapur. Ingin sekali dirinya menempatkan posisinya seperti semula, namun pandangannya dialihkan oleh seorang pria yang merangkul wanita dengan mini dress berwarna putih transparan pada bagian belakang. Rahang Kalya hampir terjatuh saat si pria menoleh ke arahnya. "DEWA?"

Kalya berjalan menuju ke arah Dewa dengan emosi yang sebenarnya mungkin hanya samar-samar karena memang ia tidak sepenuhnya menerima statusnya sebagai seorang ISTRI.

"Pak Dewa...I-ini... Ini siapa ya?" Kalya memberanikan diri menyuarakan apa yang ada di dalam batinnya.

"Who are you?" tanya perempuan di samping Dewa dengan tatapan yang juga sama bingungnya

"Saya..."

"Dia pelayan. Salah satu pelayan di sini. Udah masuk aja." potong Dewa dengan wajah datar dan tanpa dosa dan menuntun perempuan pirang berambut pendek itu ke arah ruang peristirahatannya.

Kalya masih belum mampu menelan kenyataan atas apa yang dikatakan Dewa di hadapan perempuan yang saat ini telah memasuki ruang privasi cucu konglomerat tanpa status apapun diantara keduanya.

Pelayan yang ada di hadapan Kalya bahkan takut menatap wajah Kalya yang terlihat cukup kaget dan bingung dengan apa yang terjadi beberapa detik lalu. "Non, bukan maksud saya kurang sopan atau lancang. Tapi, itu sudah menjadi kebiasaan Pak Dewa. Setiap beliau merasa stress dengan Non Sheilla, dia akan membawa perempuan sebagai penghibur. Maafkan saya, Non."

Tanpa berkedip Kalya mendengarkannya. Hingga Ilyas datang dan bertanya apa yang terjadi saat melihat kedua orang tanpa aktifitas apapun berhenti di tengah ruang utama rumah.

"Kenapa, Kak Kal? Kok sama Lita pada diem-dieman?"

Lita berusaha menjawab semampunya, "Itu, Pak. Pak Dewa bawa..."

Seperti tahu apa yang dimaksud Lita, Ilyas sontak melontarkan pandangannya ke arah Kalya yang pasti belum akrab dengan pemandangan seperti ini. "Kak? Kakak gak apa-apa, kan? I'm so sorry for him. Aku bakalan tegur Dewa." sebelum langkahnya yang pertama terayun, Kalya menarik lengan Ilyas. "Udah. Biarin. I'm good."

Hingga Kalya pergi dan menuju ke taman di depan rumah. Sebagai seseorang yang memiliki sahabat, tentu akan mengabarkan apapun pertama kali kepada sahabatnya dan membahas hingga ke akar.

"Hallo, Kal. Gimana nih menantu horang kayah ini? Lagi apa nih? Lama gak telfon gue. Sibuk memanjakan diri ya?" celoteh Maya dari seberang telfon

"Memanjakan diri kepala lo! Gak ada istilah manja-manja di sini asal lo tahu."

"HAHAHAHA. Belom. Sabar aja. Btw, kenapa nih nelfon?"

"Gue pengen cerita, May."

"Kok nadanya berubah gitu sih? Diapain lo? Siapa yang bikin lo sedih? Sini gue gebukin!"

"Apa sih! Selalu asal gebuk-gebukin. Dengerin dulu."

"Iya kenapa sih maniez?"

"Dewa bawa perempuan masa buat penghibur. Mana seksi lagi."

"HAH?! SUMPAH? Terus?"

"Ya gitu bajunya aja kaya kurang bahan gitu. Mana rambutnya pendek udah kaya dora."

"Pasti cantikan dia daripada lo, makanya lo jelek-jelekin."

"Sialan lo. Gapernah berguna perasaan curhat ke lo."

"Bercanda..."

TUT.

Kalya mendengus kesal sambil merebahkan punggungnya ke kursi taman senyaman mungkin. "Kayak dora ya?"

Mata Kalya melotot. Ngeri-ngeri sedap jika ia menoleh ke belakang. Entah siapa yang akan dihadapinya setelah ia mengatakan hal buruk tentang tamu yang dibawa Dewa. "M-ma-maaf. Saya tidak bermaksud..."

JRENG! ILYAS!

"Hahaha. Kalya Kalya. Kelihatannya diem ya? Ternyata jago roasting juga."

MATI GUE MATI GUE MATI GUE

"Ehm.. itu tadi sebenernya..."

"Biasa aja kali, Kal. Gue juga kesel kok sama abang gue. Tapi, mau gimana lagi. Gue bakalan kalah juga kalau adu mulut sama Dewa." Ilyas berusaha mencairkan suasana dan duduk tepat disamping Kalya. Mereka berdua membahas tentang kebiasaan Dewa yang sebenarnya harus diubah "Kakek gak pernah tahu kalau Dewa begitu kelakuannya. Satu rumah gak ada yang berani cepu."

"Kan ada CCTV?"

"Orang CCTV mah orangnya Dewa, Kal."

Hingga terbesit ide dari Ilyas agar Kalya mampu mendapatkan hati seorang Dewa dan menutup segala dosa laki-laki yang akan menjadi pewaris itu sebelum diketahui oleh sang Kakek dan menimbulkan masalah baru. "Lo bikin Dewa klepek-klepek aja, Kal. Lo diliat-liat cantik juga kok. Gampang lah harusnya." diakhiri kedipan nakal oleh Ilyas untuk memulai rencana mereka berdua melumpuhkan musuh utama.

My Favourite DisasterWhere stories live. Discover now