Bab XXXIII

44.9K 2.8K 219
                                    

Memaafkan itu satu hal, melupakan adalah hal yang lain.

***

Adhitama's International School. Qila tersenyum saat membaca alamat yang Vega berikan. Siapa yang menyangka bahwa pembina teater sekolahnya adalah mantan guru di sekolah Saka dan Daniel sekarang? Syukurlah setidaknya Qila tidak harus pergi ke tempat asing seorang diri pun dengan begini Qila bisa ikut pulang bersama mereka. Beberapa pesan dari Dirga terus berdatangan dan tak ada niatan sedikitpun untuk membalasnya. "Siapa suruh ingkar janji terus."

"Siapa yang ingkar janji?" Angkasa datang dan duduk di sebelah Qila setelah menepuk pucuk kepalanya. "Masih badmood?"

"Bukan siapa-siapa."

"Masih badmood gak?" tanya Angkasa lagi, kini ia mulai membuka bungkus makanan yang baru ia beli dari kantin.

"Enggak badmood kok," sahut Qila.

"Nih makan dulu." Angkasa menyerahkan roti rasa keju pisang. "Tadi lo bilang mual, kan? Dicoba makan ini dulu nanti kalau masih belum baikan gue anter pulang aja."

"Makasih.." Qila menerima roti pemberian Angkasa, memakannya dengan pelan sambil mencuri pandang ke arah lelaki di sampingnya. "Kamu gak makan?"

"Nanti."

Sepoi angin menerpa wajah mereka yang kini saling terdiam dengan pikiran masing-masing. "Kalau gue kasih bunga anyelir lo suka?"

"Tiba-tiba bunga anyelir?" bingung Qila, krim keju yang tersisa di ujung bibirnya membuat Angkasa tersenyum tipis.

"Iya," jawab Angkasa sambil menyerahkan tisu. "Makannya belepotan kayak bayi."

Meskipun malu karena diejek begitu Qila tetap menerima uluran tisu sambil berdecak pelan. "Kok tiba-tiba pengen kasih aku bunga anyelir?"

"Soalnya lo pernah bilang kalo gak suka bunga."

Kernyitan di dahi Qila membuat Angkasa kembali mengulas senyum. Sungguh, siapapun yang dapat memperhatikan wajah Qila dari sedekat ini pasti akan suka dengan beragam ekspresi yang gadis ini keluarkan dengan begitu jujur.

"Barangkali kalau gue yang kasih bunganya lo jadi suka."

Bola mata Qila memutar malas. "Mulai deh narsisnya."

"Liat aja nanti," tantang Angkasa semakin percaya diri.

"Kenapa harus anyelir?"

"Gak ada alasan khusus sih, kenapa emangnya? Mau nolak dari sekarang?"

"Ya enggak, aneh aja kenapa harus tanya dulu?"

"Biar lo penasaran bunga anyelir apa yang bakal gue kasih nantinya, kalau lo penasaran pasti bakalan nunggu, soalnya gue gak akan kasih bunga itu sekarang. Jadi lo bakalan nebak kapan gue kasih bunga anyelirnya."

"Kenapa harus gitu?" Qila mengerjap heran, ada ya orang mau memberikan bunga saja ribetnya seperti ini?

"Anggep aja sebagai salah satu hal yang bisa lo jadiin alasan buat tetap hidup. Makanya apapun yang terjadi sekarang lo gak boleh nyerah gitu aja, lo harus nungguin gue kasih bunga dan hadiah-hadiah lain, lo harus punya alasan biar tetap semangat jalanin hidup meski alasannya sederhana."

Manisnya krim keju yang tersisa dari roti kini terasa hambar begitu mendengar kalimat yang Angkasa ucapkan. Ternyata ada juga yang mau memberikan Qila alasan lain untuk bertahan sekarang selain keluarganya. Dan orang itu adalah Angkasa. Lidah Qila kaku untuk sekedar membalas kalimat Angkasa.

"Mukanya gak usah merah gitu dong, salting ya? Nungguin banget bunga dari gue?"

"Ih apa sih!" Qila mendorong pundak Angkasa menjauh guna mengusir rasa canggung yang tiba-tiba datang. "Siapa yang salting!?"

Paradise (Segera Terbit)Where stories live. Discover now