Bab XXXVII

40.3K 2.4K 284
                                    

Terkadang yang terberat bukanlah memaafkan, melainkan berdamai dengan keadaan

***

Berdasarkan penjelasan Dokter Arini sebelumnya, Qila disarankan pulang di hari Minggu sore agar pengecekan dan pemantauan obat kemoterapi dapat lebih maksimal.

Awalnya Qila menolak karena menginap di rumah sakit adalah opsi terakhir yang ia pilih. Kalau keadaannya tidak terlalu buruk, Qila memilih pulang dan tidur di kasurnya yang empuk. Bagaimana pun juga, kamar tidurnya adalah tempat terbaik yang ia punya.

Helaan napas kembali terdengar membuat tiga orang dalam ruangan menatap Qila dengan pandangan kasihan. Sebenarnya mereka pun ingin meminta agar Qila pulang saja, toh sejak tiga jam terakhir tidak ada reaksi lebih dari kemoterapi (Mual, pusing, muntah, diare) akan tetapi, mereka bertiga tak mau ambil resiko besar jika menuruti keinginan Qila.

Biarlah Qila bosan asalkan keadaan gadis itu baik-baik saja, mereka tidak masalah. Tugas mereka adalah tinggal membuat Qila melupakan rasa bosan itu.

"Hela napas kayak orang mikul beban negara aja," ujar Daniel dari samping ranjang Qila. "Ya udah sih kan ada gue, Saka, Ayah juga. Kita gak bakal kemana-mana."

"Tetep aja rumah sakit serem."

"Makanya jangan mikir aneh-aneh." Daniel mengusap wajah Qila gemas sambil mencibir. "Penakut sih."

"Ih kamu gak tahu aja kalo malem rumah sakit malah jadi makin serem!"

"Masa? Emangnya lo tau darimana," tanya Daniel berusaha untuk percaya. "Paling dari cerita internet kan? Hadeh bocil."

"Ya cerita internet kan berdasarkan kisah nyata."

"Nyenyenye."

"Ih." Qila melempar wajah abang keduanya menggunakan boneka panda. "Sana ah kalo ngeledekin terus!"

Sementara Qila dan Daniel yang terus berdebat tentang hantu rumah sakit, Akbar dan Saka sudah fokus menonton siaran sepak bola. Kedua Ayah dan anak tersebut tampak tak terusik sama sekali oleh keributan di samping mereka.

Kamar inap Qila memang berada pada kelas VVIP sehingga luasnya sudah seperti kamar tidur utama lengkap dengan segala fasilitas. Tapi tetap saja melihat Saka dan Akbar bersanding di sofa depan tv yang hanya berjarak satu bantal sofa-justru membuat mereka terlihat mirip sekali.

"Udah tidur lagi sono."

"Gak bisa tidur," keluh Qila menghentakkan kaki dalam selimut. "Bisa tidur kalau dinyanyiin potong bebek angsa."

"Lo yang gue potong."

"Ya udah." Qila mendelik lalu membalikkan tubuh membelakangi Daniel.

"Ck. Gini nih kalo ngurus bocah balita."

Meski sambil menggerutu pada akhirnya Daniel menurut dan mulai menyanyikan bait demi bait lagu potong bebek angsa dengan suaranya yang pas-pasan.

Potong bebek angsa, masak dikuali~

Nona minta dansa, dansa empat kali~

Sorong ke kiri~

Dalam diamnya Saka mengernyit saat nada suara Daniel melengking. "Ancur."

"Gue denger ya!" teriak Daniel dari samping kasur Qila.

Memilih mengabaikan gerutuan Daniel, Saka lantas mengambil remote tv dan sedikit menaikkan volume.

Qila terkikik dalam selimut yang melingkupi seluruh tubuhnya. Benar yang Saka bilang, suara Daniel itu polusi jika dipakai bernyanyi. Daniel yang selalu tampil sempurna juga punya kekurangan ternyata.

Paradise (Segera Terbit)Onde histórias criam vida. Descubra agora