11

181 24 1
                                    

Happy reading♡

Pintu berderit menandakan kepulangan seseorang, Farah membuka pintu perlahan setelah diputarnya kunci cadangan itu.

Keningnya berkerut, ini bahkan sudah sore tapi rumah ini terasa sepi seperti tak berpenghuni.

Semalam dia berkunjung ke rumah temannya dan tidur disana, mengingat bahwa suaminya pergi keluar kota untuk beberapa hari kedepan.

“Yogi masih belum pulang?” gumamnya.

“Kemana anak itu?” Farah bertanya-tanya pasal kemana Juan pergi dan kenapa tidak terlihat sama sekali.

Farah pergi ke dapur untuk memastikan,

”Semua bersih, apa anak itu tidak makan?”

Karena Farah tak mau ambil pusing ia pun segera pergi ke kamarnya, ia ingin segera menyegarkan diri. Tapi saat ia hendak pergi ke kamar, sayup-sayup Farah mendengar suara aneh di lantai atas.

Karena penasaran Farah memutuskan naik ke lantai atas untuk memeriksanya, dilewatinya kamar sang bungsu, Farah berhenti sejenak.

Dengan perlahan ia buka pintu kayu itu, dilihatnya Juan yang sedang meringkuk gelisah dalam selimut itu. Perlahan ia dekati sang putra, disibaknya selimut tebal hingga sebatas dada.

Wajah Juan pucat pasi, giginya bergemelatuk menahan dingin. Ditempelkan tangan Farah pada kening sang bungsu, panas terasa menjalari tangannya. Ia sedikit bergidik ngeri saat tubuh anak itu sedikit melepuh akibat ulah sang suami.

“Awan?” panggilnya.

Juan tak membuka matanya sedikitpun, badannya menggigil hebat.

“Awan? Bisa denger ibu?” tanyanya lagi.

“I–ibu.. d–dingin..” jawabnya hampir tak bersuara.

Setelah mendengar jawaban Juan tanpa sepatah kata pun Farah keluar dari kamar tersebut meninggalkan anaknya tersiksa sendirian.

Juan memakluminya, ia sudah hafal dengan perangai sang ibu. Lagi pula ia akan sembuh kan sebentar lagi?

Atau ia harus menunggu kepulangan sang kakak dulu agar sembuh? Hhh ia jadi teringat bahwa Yogi lah yang selalu merawatnya saat sakit.

Kini bukan hanya badannya yang panas, perutnya pun ikut sakit, ia lupa bahwa sehari ini belum ada sesuap makanan pun masuk ke perutnya. Disaat-saat seperti ini Juan hanya membutuhkan Yogi datang membawa sepiring makanan, menyuapinya dan merawatnya.

Bahkan disaat seperti ini pun tak ada yang peduli padanya, Juan yang malang.

^^

Juan terbangun saat jarum jam menunjukkan pukul enam tepat, sungguh kepalanya masih terasa berat, suhu tubuhnya pun belum menurun.

Diliriknya nakas yang berada disamping ranjangnya, terdapat semangkok bubur serta segelas air tak lupa obat penurun panas disana.

Siapa yang membawanya?

Apa Yogi sudah pulang?

Tapi kenapa tak membangunkannya?

Tanpa pikir panjang, Juan mulai memakan bubur itu, yaa walaupun rasanya hambar. Lantas setelahnya Juan meminum obat agar panasnya segera turun.

Diliriknya ponsel yang sejak kemarin tidak ia buka sedikit pun.

Banyak panggilan dan pesan masuk dari Yogi maupun Jery. Karena kepala nya masih pusing Juan memutuskan untuk tidur kembali.

^^

Pintu kamar Juan terbuka perlahan, Farah masuk ke dalam. Dilihatnya bubur yang ia buat sudah tandas pun dengan obat yang ia berikan.

Di sentuhnya kening sang anak, panasnya sedikit menurun. Juan merasa sedikit terusik saat tangan sang ibu menyentuh keningnya, dengan segera juga Farah menjauhkan tangannya, lantas ia mengambil mangkok bubur itu dan keluar dari kamar Juan dengan sedikit tergesa.

Mau bagaimanapun hati seorang ibu tak akan pernah berdusta bahwa ia masih mempunyai sedikit empati terhadap anaknya, terlebih Juan adalah anak kandungnya sendiri.

Tidak mungkin juga dia membiarkan anaknya itu harus mati sekarang bukan? Hei bahkan Juan belum mampu membanggakan dirinya dan suaminya.

Di dalam lubuk hatinya ia sebenarnya pernah merasa iba saat sang anak dipukuli oleh suaminya sendiri, tapi ia tidak bisa melakukan apapun, jadi Farah hanya memilih bungkam

Lebih baik diam dan mengikuti perkataan sang suami, karena bagimanapun istri akan menurut kepada sang suami bukan?

_____

Tbc

[✓] ASA dari AWAN [So Junghwan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang