Prolog

76 10 2
                                    

Segalanya datang dan berlalu pergi begitu saja dan menyisakan kenangan. Setiap masa ada orangnya dan setiap orang ada masanya. Seorang gadis terduduk di bangku taman sembari mengayunkan kakinya dengan tatapan kosong. Matahari telah tenggelam dan sebentar lagi malam akan menyapa bumi. Lampu-lampu taman telah menyala dan memantul ke arahnya yang membuatnya silau. Aleeka menutup matanya dengan punggung tangannya, ternyata sudah lama ia terduduk dan termenung disini.

Gadis itu menghela nafasnya lelah, seolah berkata jika semuanya akan baik-baik saja dan tanpa ia sadari hal itu akan menjadi trauma berkepanjangan. Penawaran cinta yang ia terima beberapa hari yang lalu, tidak ia sangka akan menjadi luka di hatinya untuk waktu yang lama.

Aleeka mengambil ponselnya, masih nihil tidak ada kabar sama sekali dari lelaki itu. Ia juga telah menunggu di taman yang biasa mereka kunjungi sepulang sekolah, namun sampai matahari tenggelam seseorang yang ia tunggu tak kunjung datang. Aleeka tersenyum getir, ketika penawaran cinta yang ia anggap serius namun berlalu begitu saja bagi lelaki itu. Apa cintanya bertepuk sebelah tangan?

Gadis itu tersenyum getir, beberapa kali ia melihat ponselnya harap-harap sesuatu yang ia pikirkan sedari tadi hanya ada dalam bayangannya saja. Tidak, sadarlah Aleeka. Sembari terisak gadis itu menepuk wajahnya beberapa kali. Ia tahu apa yang terjadi namun masih saja menyangkalnya.

Ting!

Menghapus air matanya kasar, Aleeka dengan cepat melihat notif ponselnya. Ia tahu jika Abirama pasti akan menghubunginya. Setidaknya itulah yang ia pikirkan sebelumnya, karena kenyataannya ia hanya memikirkan hal manis tanpa kepahitan.

"Pergilah, lupakan aku."

Tangannya bergetar, tidak seluruh tubuhnya gemetar. Dengan langkah gontai Aleeka meninggalkan taman bersama harapan yang terus ia pupuk. Gemericik hujan turun, Aleeka mengulurkan tangannya dan menengadahkannya pada langit.

"Bumi tidak pernah membenci hujan..." gumamnya lirih dan pergi meninggalkan taman. Hujan di bulan Januari ini, tidak akan pernah ia lupakan. Dimana ketika kau telah menunggu, namun berujung penantian yang sia-sia.

Air yang tadinya hanya gemericik kini menjadi begitu deras, namun gadis berseragam SMA itu tak juga menghentikan langkahnya. Ketika cinta menguasai dirinya, lalu apa yang bisa ia lakukan?

Menjadi kuat tak semudah mengubah puisi menjadi diksi. Karena selain ikhlas tak ada yang bisa di lakukan. Mungkin waktu yang menyembuhkan, namun entahlah.

"Bunda!"

"Al!"

"Darimana aja? Kenapa basah kuyup?" tanya seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik, ia sudah cemas memikirkan putrinya belum pulang dan sekarang pulang dalam keadaan kehujanan.

Aleeka hanya menyengir lebar dan berlalu memasuki kamarnya.

"Al lelah bun, mau langsung tidur..."

Zahra menghela nafasnya lelah, anak gadisnya sepertinya melewati masa pubernya, wanita paruh baya itu terkekeh dan berlalu pergi ke dapur karena jika Aleeka nanti bangun sudah pasti akan bertanya jika bundanya masak apa hari ini.

Sampai di kamar Aleeka langsung mandi meskipun rasanya ia tidak ada tenaga hanya untuk sekedar berjalan. Namun sepatah apapun hari yang kau rasakan, dunia akan tetap berjalan seperti biasanya dan tidak akan merubah apapun.

Sebelum terlelap Aleeka tersenyum miris, satu minggu yang indah dan tidak akan pernah ia lupakan.

"Love is bullshit!" lirihnya sebelum matanya tertutup dan menyelami alam mimpi.

***

"Matamu yang selalu menatapku tajam semakin aku ingin menyelaminya lebih dalam, Aleeka Zeana ayo pacaran."

Gadis itu berdecih sembari bersedekap dada, ketika mendengar pernyataan cinta yang terdengar basi untuknya. "Abirama Putra Brataja, terimakasih dan silahkan pergi!" jawabnya sinis yang membuat lelaki itu tersenyum miring, gadis ini benar-benar menantang seorang Abirama. Ia pun berjalan mendekat membatasi dirinya hanya berjarak seujung kuku. Tangannya terangkat dan menyelipka anak rambut gadis itu ke belakang telinga, bukannya menoleh namun gadis itu semakin menatapnya tajam.

"I love it..." gumamnya sinis.

"Kau akan takluk padaku Aleeka sayang..."

Abirama mundur, dan menatap Aleeka secara lekat. "Ingatlah janji seorang Abirama."

"Cuih tai anjing!"

"ALEEKA!"

"Bangun sayang!"

"Hei!"

Beberapa kali Zahra menepuk pipi putrinya namun gadis itu masih tak bergeming sedikitpun. Zahra berkacak pinggang, tidak ada bedanya Aleeka yang masih SMA maupun sudah kuliah. Wanita paruh baya itu membuka tirai dan seketika anak gadisnya membuka mata karena silau.

"Bunda..." bisiknya serak seraya mengusap matanya.

Zahra menggelengkan kepalanya pelan. "Cepat bangun, kamu ada kuliah pagi sekarang."

"Bolos aja ah!" gumamnya seraya membenarkan selimutnya hingga menutup wajah, namun dengan cepat Zahra menarik paksa selimut itu dan membuat putrinya terduduk.

"Cepat mandi, nggak ada kata bolos!" tegur Zahra dan keluar dari kamar Aleeka.

Masih dengan wajah yang kebingungan Aleeka menggaruk kepalanya, ternyata cuma mimpi. Gadis itu tersenyum miris, mimpi yang selalu menghantuinya dalam beberapa tahun ini.

Mimpi yang selalu ia hindari namun selalu datang menghampirinya.

tbc

ramein ges, ingt komen ya😫






You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 22 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Obssesi dari Mantan SemingguWhere stories live. Discover now