☆28. Maaf☆

1.1K 179 57
                                    

"Abang gak becus..."

***

"Eyon au jadi oktey ayak Kakek!"

Pak Wijaya tiba-tiba menjadi sangat pendiam setelah Jonas dan Mada pamit untuk kembali ke kamar rawat Mada. Ada duka lama yang selama ini ia sembunyikan, dari orang-orang juga dirinya sendiri.

Leon.

Entah mengapa Mada begitu mirip dengan mendiang putra bungsunya. Jika Leon masih hidup, mereka pasti seumuran. Mereka juga pasti akan dikira anak kembar oleh orang-orang karena kemiripannya.

Ia kembali teringat pada sosok Leon. Luka lamanya yang selama ini tersimpan apik dalam memorinya. Meski ia telah mengikhlaskan kepergian putra bungsunya, namun tetap saja ada rasa sakit yang mendalam ketika ia kembali mengingatnya.

"Isha tau apa yang Ayah rasain. Tapi dia bukan Leon, Yah. Namanya Mada. Jangan samain dia sama Leon."

***

Ketika Jeffran baru saja memasuki rumah, suara ribut dari ruang tengah terdengar cukup jelas. Dilihatnya Sang Papa kini tengah menimang Harsa yang terlihat mengantuk, disusul dengan Jean dan Jana yang entah mengapa kini tengah mengomeli Rendi dengan bahasa bayi mereka.

"Bang Eyan!"

Ketiganya berlari menghampiri Jeffran yang baru datang, kecuali Harsa yang terlihat sudah tertidur dalam gendongan Papa.

"Halo kurcacinya abang! Ga ada masalah kan?"

Jeffran menggendong Jana yang sudah lebih dulu mengulurkan kedua tangannya. Disusul dengan Jean dan Rendi yang memeluk kakinya.

"Yendi nakayin Aca!" Jean berteriak sambil menunjuk Rendi.

Ah iya. Harsa.

Pantas saja ada bekas air mata di pipi gembul Harsa.

"Kalian main dulu ya. Abang mau ngobrol sama Papa bentar."

Jeffran menurunkan Jana dengan hati-hati. Lantas pria itu menghampiri sang Papa yang sudah menidurkan Harsa di kasur lantai di ruangan tersebut.

"Pa, Jeffran mau ngomong penting sama Papa."

Yudhis beralih menatap Jeffran. Pria paruh baya itu mengangguk singkat, kemudian tersenyum ketiga putranya yang lain.

"Jagain Aca ya. Jangan digangguin Acanya."

Setelah mendapatkan anggukan dari ketiga putri kecilnya, Yudhis beranjak pergi menuju ruang kerjanya diikuti oleh Jeffran. Sengaja Jeffran menutup pintu ruang kerja sang Papa, agar ketiga adiknya tidak mendengar percakapan mereka.

"Papa bener buat janji sama Dokter Mona? Lagi?"

Yudhis menghela napasnya dalam. Ia tahu jika akhirnya mereka akan mengetahui rencananya. Dokter Mona tidaklah bersahabat di telinga para putra Mahendra. Ada trauma tersendiri ketika mereka mendengar nama tersebut.

"Iya."

"Pa, dia gak gila! Jeffran gak setuju kalo Papa bawa dia buat nemuin Dokter Mona!"

Lagi-lagi Yudhis menghela napas.

"Papa tau, Jeff. Tapi dia butuh Dokter Mona. Dia beda, Papa tau anak-anak Papa. Papa gak bisa pura-pura gak tau, Jeffran. Papa peduli sama anak-anak Papa."

NEBULA | 00L NCT Dream ft. Mark LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang