BAB SATU

85 8 0
                                    

Hello semuanya! Info nih, cerita ini BUKAN ceritaku ya! Ini cerita saudaraku yang dianya sendiri minta untuk numpang UP di sini. Sekiranya kalian suka, kalian bisa ke karyakarsanya nonabarra dengan pen name dan judul novel yang sama ya...

Happy reading!

.

"M-Menikahlah denganku!" seru Aiyana dengan nyaring. Seluruh mata tertuju pada sejoli yang saat ini duduk di tengah-tengah cafe, yang kebetulan cafe itu sedang sepi. Aiyana sedikit menyesal karena tidak sengaja mengundang perhatian dari orang-orang sekitar, sementara pria yang saat ini duduk di hadapannya itu masih memasang wajah datarnya dan tampaknya ia tidak terusik dengan orang-orang sekitar yang sedang menatap keduanya dengan penasaran.

Lelaki itu melipat tangannya,"Mengapa aku harus melakukannya?"

"K-karena..."

Kali ini gadis itu menurunkan suaranya.Dengan begitu berat, Aiyana berkata,"K-karena saya sedang hamil anak Anda..." Aiyana masih menunduk sejenak, namun karena lawan bicaranya belum mengucapkan sepatah kata apapun, ia pun mulai memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya dan menatap Dante yang sedang menatapnya dengan dingin.

"Huh? Kenapa dia menatapku begitu?"

Tidak ada kekagetan, kekecewaan, atau bahkan dengki di wajah Dante. Ekspresi datarnya itu membuat Aiyana ketar-ketir sendiri untuk menebak apa yang sebenarnya menjadi isi hati dan isi pikiran Dante. Karena Dante belum bersuara, Aiyana menghela napas kecil, sepertinya siasatnya kali ini tidak berhasil. Kembali, ia harus mencari cara untuk melepaskan diri dari keluarga angkatnya.

"Baiklah..."

Aiyana terpaku sejenak. Ia tidak menyangka jika kata itu dengan mudah keluar dari mulut Dante. Gadis itu tidak bisa menahan senyumnya karena ia berpikir setelah ini ia akan bebas dari keluarganya. Dalam hati, ia berjanji akan menjadi istri yang baik untuk Dante tanpa mengetahui jika sebenarnya ia sedang menempatkan dirinya di dalam bahaya.

***

"J-jangan mendekat!" pekik seorang lelaki paruh baya dengan belati yang ada di genggamannya. Meskipun ia tengah mengancam seseorang, namun ia tidak berpengalaman untuk melakukannya, bahkan tangannya saja bergetar. Terlihat jelas ia ketakutan dengan kehadiran pria yang ditaksir berusia 30 tahunan sedang berjalan mendekat padanya.

"B-berapa uang yang kau inginkan?! Aku akan memberikan semua yang kau inginkan!" ucapnya, membuat Dante berhenti melangkah. Lelaki tua itu tersenyum di dalam hatinya, sudah ia duga, dengan uang, semuanya akan beres.

"Dia tidak ada bedanya dengan penjilat lain,"

"Kau pasti berpikir jika aku menginginkan uangmu..." ujar lelaki itu dengan dingin. Dia kembali melangkah dan itu membuat pria bernama Rian ini memundurkan dirinya dan kembali mengancam Dante. Rian sangat takut melihat sorot mata Dante yang tengah menatapnya tanpa emosi, dilihat dari sisi mana pun sudah jelas jika Dante adalah pembunuh berdarah dingin.

"B-berhenti!" teriak Rian dengan ketakutan yang berlebih. Selain atmosfir yang begitu dingin dan mencekam, Rian tidak lupa jika anak buahnya yang tengah berjaga di mansionnya sudah dihabisi oleh Dante.

"K-katakan! Apa yang kau inginkan! Aku akan-"

"Aku sangat muak mendengar perkataan itu dua kali dari mulutmu..."

Pria tua itu semakin ketakutan ketika ia menyadari dirinya sudah mentok di tembok. Kini, ia tidak bisa lari kemana-mana lagi. Sebagai perlindungan dirinya, ia mengayunkan dengan asal belatinya ke udara supaya Dante takut untuk mendekat padanya.

"Kau menggelapkan dana demi keserakahan perut buncitmu itu. Kau merampas hak orang-orang yang membutuhkan dan yang lebih menjijikkan lagi, kau membunuh rekanmu yang sudah bersumpah setia padamu..." ucapnya sembari ia mengangkat pisaunya.

"K-kumohon! Aku punya istri dan satu anak!"

"Anak? Maksudmu anak angkatmu yang sudah kau setubuhi itu?"

Rian terdiam sejenak, ia yang awalnya menundukkan kepala karena ketakutannya pada Dante itu pun mulai mengangkat kepalanya,"B-bagaimana kau bisa ta-"

"Dari mana aku tahu itu tidak penting. Yang jelas, aku tahu semua tentangmu dan segala kebusukkanmu..." ujar Dante sebelum dia meraih belati Rian dengan cepat dan ia menusuk belati itu ke perut Rian. Rian tidak bisa mengelak lagi, yang bisa ia lakukan adalah tersungkur bersimbah darah, menunggu ajal menjemputnya.

"S-siapa kamu sebenarnya..." tanya Rian tergagu karena perih yang ia rasakan di perutnya. Melihat Rian yang masih bernyawa, Dante berbalik. Sudah ia duga, sebuah belati tidak akan membunuh seseorang. Dengan santai, lelaki itu mengeluarkan pistolnya dan mengarahkannya pada Rian.

Dor!

Dante menembak pria itu tepat di kepalanya, yang membuat Rian langsung tewas di tempat. Dante tidak langsung pergi dari tempat, ia menatap mayat Rian dengan dingin. Ia merasa pria tua bangka itu pantas mendapatkan ganjaran seperti ini.

"Seperti biasa, bintang pendiam kita akan selalu berbicara pada korbannya sebelum mereka menutup usia," ucap seorang pria yang menghampiri Dante yang mengalihkan pandangannya pada kedatangannya. Dante hanya diam dan berniat untuk berjalan melewati Zayn yang tengah mengamati mayat Rian,

"Biasanya kau langsung menembak targetmu, kenapa kali ini kau harus repot-repot menusuknya dulu?"

Dante tidak mengindahkan pertanyaan itu, dia memilih untuk berjalan ke luar dari mansion yang sudah dipenuhi mayat ini. Sementara itu, Zayn hanya bisa menghela napas melihat sikap Dante yang sama sekali tidak berubah sedari dulu. Tentu saja ia tahu mengapa Dante memilih untuk menusuk Rian daripada langsung menembaknya.

Dante Rowan, lelaki berusia 30 tahun ini sangat benci akan pengkhianatan. Mengetahui Rian mengkhianati sahabatnya, Dante langsung maju untuk menawarkan diri menghabisi Rian. Pria dingin memang tidak kenal ampun untuk para pengkhianat.

Semua ini bermula di saat Dante berusia delapan tahun, ketika saat itu Rian baru saja pulang sekolah. Ia begitu heran mengapa tidak ada seorang pun yang menyambut kepulangannya. Lelaki kecil ini berjalan dan bertanya di dalam hatinya, dimana kah ART rumahnya yang biasanya akan mengurusnya ketika ia sampai rumah.

Sembari berjalan, tidak lama kemudian ia menemukan sebuah mayat yang tergeletak di sudut ruangan dapur. Mayat itu adalah bi Anur, ART yang biasanya melayaninya. Dengan jantung yang berdetak begitu cepat, lelaki kecil itu menutup mulutnya dan berlari pelan mencari kedua orang tuanya.

Pintarnya, ia sengaja tidak berteriak histeris ketika ia menemukan mayat itu karena ia berpikir mungkin saja ia akan mengundang pembunuh yang sebenarnya jika ia melakukan hal itu. Dengan insting yang kuat, lelaki kecil itu melangkah ke kamar kedua orang tuanya dengan niat untuk melihat kondisi kedua orang tuanya saat ini.

Lelaki kecil itu tersentak begitu ia mendengar tawaan dari seorang pria yang ia kenali. Bukannya merasa takut, ia malah makin penasaran dan mendekat ke celah pintu yang sedikit terbuka. Lagi dan lagi, Dante kecil harus menahan pekikkannya karena ia melihat dengan jelas kedua orang tuanya yang sudah tergeletak bersimbah darah.

Matanya beralih pada seorang pria yang tengah membelakanginya. Melihat punggungnya saja dia tahu siapa pria yang sedang tertawa dan mengejek kedua orang tuanya yang sudah bertubuh dingin itu. Dengan penuh emosi dan dendam, lelaki kecil itu menyingkir sejenak dan mencari gunting di tasnya. Benar saja, ia mendapatkan gunting di tasnya dan dia mempersiapkan dirinya untuk masuk ke dalam ruangan dan menusuk pria itu dari belakang.

Namun sebelum dia berhasil melakukannya, seorang pria berbaju hitam menutup mulutnya dari belakang dan menariknya menjauh dari pintu itu. 

Suami Dinginku Ternyata Pembunuh BayaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang