LIMA PULUH

1.8K 228 4
                                    

Selamat membaca:)

Sebelum baca boleh tinggalkan vote terlebih dahulu ya

•••

Kafi langsung bergegas mendatangi rumah sakit jiwa ketika mendengar Ascella sempat mengalami histeris hari ini. Kafi bisa menghela napas lega setelah melihat Ascella sudah jauh lebih tenang sekarang. Ascella sudah tidak pernah menyakiti dirinya sendiri lagi sekarang. Ketika histeris ia hanya menangis karena suasana hatinya yang berubah - ubah. Namun, Ascella masih belum berhenti menangis. Kedua bahunya terguncang, Kafi mencoba untuk mendekatkan dirinya dan menenangkan Ascella.

"Hei, aku datang buat kamu. Tiba - tiba kamu ngerasa sedih lagi ya?" tanya Kafi dengan nadanya yang lembut. Ascella mengangguk lemah.

"Keluar sebentar yuk? Udah waktunya kita siram bunga yang waktu itu kita tanam sama - sama, biar semakin cepat tumbuhnya, mau?" ajak Kafi. Sekali lagi Ascella mengangguk. Kafi lantas menuntun langkah Ascella dengan berhati - hati menuju taman.

Kafi membantu Ascella duduk di kursi taman sementara dirinya yang menyiram bibit bunga yang beberapa hari lalu mereka tanam sebelum ia memilih berjongkok tepat di hadapan Ascella. Ascella masih betah untuk tetap diam dan Kafi terus berusaha mengajaknya bicara.

"Kamu lagi kepikiran sesuatu? Kamu lagi mikirin apa? Kalau itu sesuatu yang butuh jawaban, tanyain aja ke aku, siapa tau aku punya jawabannya," tanya Kafi pada Ascella yang sibuk memilin jari jemarinya. Kemudian Kafi beralih mengenggam kedua tangan Ascella. Perlahan, Ascella mengangkat kepalanya untuk menatap Kafi.

Ascella kembali menggeleng.

"Beneran nggak ada?" tanya Kafi memastikan. Ascella mulai bergerak dengan gelisah dan ragu. Kafi pun nenunggu sampai Ascella siap.

"Kak, aku denger jarang ada yang berhasil sembuh dari sakit jiwa. Bahkan pasien lainnya ada yang bolak balik dirawat disini karena sering kambuh dan itu buat aku semakin nggak yakin bisa sembuh." Semangat Ascella menurun karena mendengar cerita sekaligus pengalaman pasien lainnya yang ia temui disini.

"Itu salah, Ascella. Banyak pejuang yang berhasil memenangkan kehidupan mereka dan semuanya adalah orang - orang hebat, kamu akan menjadi salah satunya. Karena kamu adalah orang hebat itu," tandas Kafi. Ia tidak pernah sekalipun lelah untuk selalu mendukung Ascella.

"Kenapa Kak Kafi memilih tetap bersamaku? Banyak orang yang menyukaiku karena mereka tidak mengetahui bahwa banyak kerumitan yang terjadi di dalam hidupku," celetuk Ascella.

"Sementara aku yang sudah mengetahui apa yang terjadi di hidupmu, akan tetap menyukaimu," balas Kafi menatap manik Ascella dalam.

"Aku hanya perempuan dengan gangguan kejiwaan kak. Aku yakin, semua orang yang sudah mengetahui hal itu pasti akan menjauhi atau parahnya meninggalkanku," jelas Ascella segera membalas tatapan mata Kafi. Ia sangat paham bagaimana persepsi semua orang terhadap penderita gangguan jiwa.

"Semakin aku mengetahui kekuranganmu, semakin aku ingin memelukmu erat - erat. Jika semua orang meninggalkanmu, kamu selalu memilliku disini yang  akan selalu memahamimu dengan sebaik - baiknya. Aku akan selalu genggam tangan kamu hingga langkah - langkah berikutnya, Ascella," tekad Kafi. Sebelah tangannya terhulur untuk mengusap pipi Ascella yang basah karena air mata.

"Dari sekian banyak jatuh yang pernah aku alami, jatuh paling menyenangkan adalah ketika aku jatuh cinta pada kelebihan dan kekuranganmu. Kamu bercahaya meskipun di mata orang lain kamu adalah gelap gulita. Ketika memandang sesuatu, yang terlihat sempurna hanya bekerja untuk orang - orang yang jatuh cinta," pungkas Kafi.

SAVIOR COMPLEX Where stories live. Discover now