Keping 1

25.1K 2.5K 313
                                    


Jika pada akhirnya kau lebih memilihnya,

Mengapa ....

Kau pernah meminta sepotong cinta.

💔💔💔💔💔

Samudera lekas mengelap sudut matanya yang berair dengan punggung tangan manakala pintu kamarnya diketuk dari luar.

"Masuk!" perintahnya sambil mengembalikan dua buah buku nikah ke laci nakas. Ia lalu sedikit merenung. Entah apa yang sebenarnya membuat dirinya mengeluarkan air mata, kondisi Sea atau perpisahannya dengan Rose.

"Maaf, Tuan ... Nyonya muda memerintahkan kami untuk membantu Tuan mengemasi barang-barang."

Perkataan dari para pelayan di rumah mewah pemberian orang tuanya untuk sang istri ini, hanya Samudera tanggapi dengan lirikan dan anggukan kecil. Ia kemudian beranjak dari sisi tempat tidur, menuju ruangan kecil yang masih terhubung dengan kamarnya, membereskan beberapa berkas pekerjaan dan perangkat elektronik, lalu kembali ke samping ranjang untuk mengambil figura yang sebelumnya sempat ia pandangi lama.

Samudera memasukkan potret sepasang anak Adam dalam balutan gaun pengantin ke dalam tas ransel. Ia taruh dengan sangat hati-hati di bagian paling depan. Saat ia sudah selesai dengan benda-benda paling pribadinya, tiga orang pelayan yang Rose perintahkan, bersiap menyeret dua koper besar yang berisi pakaiannya.

"Tasnya mau saya bawakan sekalian, Tuan?"

Salah seorang perempuan yang masih belia, menghampiri Samudera. Tapi pria berkemeja biru itu menggeleng, menolak bantuan yang pelayan tawarkan. Ia lantas mengekori para pengurus rumahnya yang mulai keluar dari kamar.

Sebelum menutup pintu kamar dari luar, Samudera sempatkan menyapu seluruh ruang dengan indra penglihatannya, menyimpan rapi-rapi dalam ingatan, tempat di mana dirinya dan Rose menjadi lebih dekat dan menyatu tanpa sekat.

Sampai di lantai satu, Samudera bertanya pada kepala pelayan yang baru saja berjalan dari arah depan.

"Di mana Nyonya?"

Pelayan yang berusia sekitar lima puluh tahun tersebut, menundukkan kepala sekilas sebelum menjawab sopan. "Nyonya muda ada di ruang lukis, Tuan."

Rose sangat lihai menuangkan segala bentuk benda hidup atau mati dalam sapuan cat di atas kanvas. Perempuan cantik itu memang bercita-cita menjadi pelukis professional. Sudah ratusan lukisan indah dihasilkan. Dan sebagian besar dari coretan-coretan hasil tangannya itu berbentuk pemandangan, khususnya laut.

"Ini sudah terlalu malam untuk melukis, Rose ...."

Samudera berdiri di sebelah kursi yang Rose duduki. Ia mengamati bagaimana tangan kanan istrinya begitu mesra bercengkerama dengan kuas cat dan kanvas.

"Sudah mau pergi?" Rose melirik sebentar sembari mendongak. Hanya seper sekian detik sebelum kepalanya kemudian diluruskannya lagi. Setangkai mawar hitam yang dilukisnya belum sempurna dan ia ingin segera menyelesaikannya.

"Jaga kesehatanmu ...." Bukan jawaban untuk pertanyaan sang istri yang Samudera lontarkan melainkan beberapa pesan sebelum dirinya benar-benar pergi. Tangan kirinya singgah di atas puncak kepala Rose. "Tidurlah tepat waktu ...."

Keduanya memandang ke arah yang sama, kepada sekuntum mawar hitam yang terkesan begitu menyedihkan dan kesepian. Bunga berduri tersebut, tampaknya hanya akan ditemani tetesan air hujan di gelapnya malam.

"Makan yang banyak," tambah Samudera. Dua bulan belakangan, Rose mengurangi porsi makannya, seperti tak berselera, tidak tahu mengapa. "Setelah ini kau akan memiliki banyak waktu untuk melukis karena sudah tak perlu lagi mengurusku."

Terikat Masa Lalu (Tamat)Onde histórias criam vida. Descubra agora