Gagal Move On?

0 0 0
                                    

Jauh dari penduduk kota rasanya ... menyenangkan. Ini seperti wangi dari baju Salman atau parfum yang dipakainya. Sama-sama menenangkan.

Berbicara tentang Salman, Nida sudah lama tau bahwa dia adalah ketua gangster ternama. Nida tertawa kecil mengingat masa kecil Salman yang begitu penakut dan sekarang sudah menjadi ketua gangster.

"Ngadi-ngadinya kejauhan si Salman ini," batin Nida.

"Lagi mikirin apa sampe bengong gitu?" ujar seseorang dari belakang Nida, membuat gadis itu sedikit terkejut.

"Yah! Bikin kaget aja lu, Rei!" seru Nida sedikit kesal.

"Haha! Pasti lagi mikirin 'dia' 'kan? Move on sana," balas orang yang bernama Rei itu dengan nada mengejek.

"Heh! Mana ada. Ya kali gue masih suka sama dia. Gue heran aja sama dia, kok yang waktu kecilnya penakut sekarang jadi ketua gangster. Lu pasti heran juga 'kan? Kenapa ngadi-ngadinya kejauhan sampai jadi ketua gangster? Lagian gebetan gue sekarang 'kan Fabio, lebih ganteng daripada Salman." Nida ngeles.

"Masa sih? Lu udah berpaling dari Salman?" Rei meledek Nida lagi.

"Iya, gak percaya banget si lu" Nida semakin kesal.

"Abis itu kok si Salman lu lihatin terus sampe lu ketawa kecil kayak gitu? Salting ya, lihat dia jadi ketua gangster?" Rei menutup mulut.

"Idih ... ogah amat." Nida melipat tangan di depan dadanya.

"Ih! Ada si Salman tuh!" seru Rei, membuat pandangan Nida teralih cepat pada arah yang ditunjuk oleh jari telunjuk Rei.

"Mana?" tanya Nida bingung, masih mencari keberadaan Salman.

Beberapa detik setelahnya, Nida baru menyadari tujuan Rei. Wajahnya memerah seperti tomat. Saat ia ingin memukul Rei, pemuda itu sudah hilang entah kemana.

***

Rei memang menyebalkan, namun Salman tetaplah menjadi pemenang dihati Nida, ups!

Semua berjalan lancar hingga Salman datang mengganggunya.

Nida sedang merajut menggunakan satu benang. Ia ingin membuatkan jaket untuk Salman.

"Nid, lagi ngapain sih?"

"Ada deh," jawab Nida sembari melanjutkan rajutannya

"Jujur ajalah sama aku. Gak usah boong. Ini tuh buat siapa?"

Nida berpikir sejenak, dan terpikir satu nama di benaknya, Rei.

_Maaf Rei, kamu harus dijadiin kambing hitam dulu._

"Ini buat Rei. Bagus 'kan?"

Mata Salman memerah, ia merasa tak terima ketika Nida membuatkan Rei sedangkan Nida sama sekali tak membuatkannya.

"Kok Rei doang yang dibuatin? Buat aku mana?"

"Lah, lu emang siapa?" balas Nida, kali ini tanpa melihat Salman.

"Cih, tau ah. Ngambek gue," kesal Salman. Ia meninggalkan Nida yang asik merajut.

Melihat respon Salman yang terlihat kesal,membuat Nida terkekeh geli.

...

*(Jaket Rajutan Nida)*

Semalaman penuh Nida menghabiskan waktu untuk menyelesaikan rajutannya.

Matanya menatap sinar matahari yang menyelusup dari arah lubang kecil gorden kamarnya.

"Ya ampun ...." Ia beranjak menuju kamar mandi.

Di sisi lain Salman sedang berdiri sambil menatap sebuah pintu yang masih tertutup rapat.

"Ahh ... ngapain sih gue?"

Ia hendak berbalik. Namun, tiba-tiba pintu itu terbuka secara kasar.

Brukk!

"Eh ... eh ...."

Gadis itu tiba-tiba saja menabraknya dari arah pintu membuatnya tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya.

"Nida!" geramnya.

Yah benar ... Salman semalaman berdiri di pintu rumah Nida tanpa melakukan sesuatu.

Mata Nida berkedip saat melihat Salman ada di depannya.

"Ngapain lo?"

Salman mendorong bahu Nida, ia berdiri dan merapihkan bajunya.

"Lagi nyari cicak," ujarnya lalu pergi begitu saja.

"Cicak?" bingung Nida,ia pikir Salman mencarinya kesini ternyata cicak lebih istimewa.

Ia yang awalnya ingin memberikan rajutannya pada Salman, memilih mengurungkan niatnya dan kembali masuk ke dalam rumah.

Melihat Nida yang masuk ke dalam rumah, Salman semakin geram. Karena tahu Nida tidak akan peka terhadap dirinya, Salman memberanikan diri mengetuk pintu rumah Nida.

Setelah tiga kali Salman mengetuk pintu, Nida akhirnya keluar. "Ngapain lagi, sih? Mau nyari cicak di rumah gue? Gak, rumah gue gak ada cicaknya," ucap Nida ketus.

Salman menggaruk kepalanya yang tak gatal. Setelah mengembuskan napas panjang Salman akhirnya berucap. "Lo tuh, ya! Gue lagi ngambek bukannya dibujukin kek apa malah dibiarin! Peka dikit dong jadi cewek!"

Nida mengedipkan matanya berkali-kali. Lalu, gadis itu tertawa kencang. "Lo pikir gue bisa baca pikiran lo? Hahaha! Yang kemarin bercanda, Salman."

Nida masuk ke dalam rumahnya untuk mengambil rajutan yang ia buat semalaman. Setelah beberapa detik, Nida keluar. "Nih," ucap Nida sembari menyerahkan rajutannya pada Salman.

"Buat gue?" tanya Salman. Matanya berbinar. Laki-laki itu menahan diri untuk tidak terlihat salah tingkah di hadapan Nida.

"Gak! Buat kucing, tuh! Ya buat lo lah, Salman!" balas Nida agak gregetan.

"Gue ... suka banget. Makasih!"

Nida senang karena Salman menyukai hasil rajutannya. Seutas senyum terlukis di bibir ranumnya. Melihat kedua manik berbinar Salman, ingin rasanya Nida menjadi alasan binar itu. Ingin rasanya Nida menjadi satu-satunya penyebab binar itu ada.

Nida menggeleng pelan. Salman sahabatnya dan akan seperti itu selamanya. Ia memukul pelan kepalanya, menyuruhnya kembali pada dunia nyata. "Sadar, Nida," gumamnya.

"Eh, ngapain lo?"

Player Where stories live. Discover now