21. He is Back

241 36 5
                                    

"Biu..."

Jarak di antara kelopak mata gue membesar disertai belah bibir yang kebuka ngeliat wajah yang udah lama hilang dari pandangan gue. Hampir gue pikir ini halusinasi, tapi dia berdiri tepat di depan gue dan nyapa langsung, terlalu nyata untuk disangkal. 

Entah apa yang bisa bikin dia tiba-tiba muncul setelah kita udah lama gak bertatap wajah lagi. Kita bahkan tinggal di kota yang jauh satu sama lain, jaraknya sampe ratusan kilometer, gak mungkin bisa ketemu. 

Kebetulan macam apa yang bisa membawa kita bisa berhadapan lagi? 

"Apa kabar? Akhirnya aku bisa ketemu kamu lagi." Senyumnya bikin gue merinding.

Meskipun di sekitar masih ujan deres, tapi suaranya gak kalah. Ini jauh lebih jelas dan nyata ketimbang di telpon. Suaranya pelan, lembut, tapi terasa mencabik-cabik. 

Waktu udah berlalu, tapi gue masih inget semuanya dengan jelas mulai dari tempatnya, suasananya, mimik wajahnya saat dia melontarkan kata-kata dengan nada tersendiri dan perasaan gue saat itu. Ingetan terakhir gue tentang dia akan selalu berfokus pada saat-saat terakhir karena gimana pun gue gak akan pernah bisa lupa sekeras apapun gue coba.

Penampilannya, nada bicaranya, memang berbeda dari yang terakhir kali, tapi dia tetep dia. Apapun kondisinya akan mengingatkan gue sama yang terakhir. Mungkin orang berubah, tapi beberapa hal yang udah terbentuk gak bisa kembali seperti semula, yang membekas gak bisa hilang, kayak ukiran di kayu.

Gue menurunkan bulu mata sebagai isyarat untuk menolak kontakan ini lebih lanjut, "Permisi." Ini juga masih ujan, gue pengen cepet masuk mobil, terus sampe rumah buat bersantai sambil menghangatkan diri, dan sekarang gue bener-bener pengen secepat mungkin segera pergi.

"Biu, tunggu, aku udah di sini."

Gue melewati dia, tapi dia tiba-tiba aja nyentuh lengan gue dari belakang yang langsung gue tolak dengan sentakan cukup keras. Karena yang dia pegang adalah tangan gue yang bawa payung, akhirnya itu sampe goyah dari genggaman gue dan gak lagi ada di atas kepala, tapi di samping kaki gue. Tanpa pelindung, air hujan langsung mengguyur seluruh badan gue. Dia kaget dengan penolakan mentah-mentah, berniat mau maju, tapi payung yang menggantung di sisi tubuh gue langsung terangkat.

Dulu kita satu payung berdua dengan anggota tubuh kita saling nempel satu sama lain, tapi sekarang payung gue nodong ke arahnya ngalangin dia mendekat, menjadi pembatas di antara gue dan dia. 

Gue udah basah kuyup dari atas sampai bawah, bahkan rasanya sulit buat buka mata karena banyaknya air yang jatuh, tapi gue masih belum gerak sedikit pun untuk nunjukkin bahwa gue gak akan luluh. Berdiri di bawah hujan deres, tetesannya berat dan bergerak cepet terus-menerus, rasanya air berubah jadi batu yang ditembak dari langit, terasa sakit kena kulit.

"Biu, jangan begini. Oke, aku bakalan tetep di tempat. Angkat payungmu, kamu kehujanan nanti sakit." Wajahnya khawatir, tapi gue merasa geli, bisa-bisa dia peduli sakit karena kehujanan. 

"Semuanya udah lama selesai, gak ada urusan lagi." Gue berbalik dan cuma beberapa langkah udah sampe di mobil gue, langsung duduk gak peduli jok jadi basah. Gue menyalakan mesin dan langsung tancap gas tanpa noleh ke orang itu lagi.

Sesampainya di kondo, gue langsung mandi pake air hangat. Gue merasa agak pusing dan meriang, jadi selese mandi, gue langsung rebahan di ranjang dan menatap langit-langit kamar. Untuk saat ini, gue gak bisa mikir panjang, terlalu kompleks. Kepala gue juga lagi kerasa berat dan pusing. Apapun itu, simpelnya adalah gue gak mengharapkan dia balik lagi.

Kelopak mata gue kerasa berat untuk tetap terbuka, akhirnya gue gak tahan dan jatoh tertidur setelah gue narik selimut tebel dan meringkuk di dalemnya. 3 jam kemudian gue bangun dengan kepala yang sakit, badan gue juga gak enak, jadi gue tetep berbaring di tempat tidur dan buka hape. Sama sekali gak merasa laper. Ada sejumlah pesan baru yang ngasih info, salah satunya adalah orang-orang yang pada mau nongkrong di cafe lusa malem katanya malam mingguan. Mereka juga ngajak angkatan bawah buat sekalian ngobrol dan main bareng. Beberapa orang ngechat gue nanyain gue ikut apa engga, dan gue jawab iya. Gue pikir sekalian refreshing juga, kalo ketemu temen tuh udah berasa lupa segalanya cuma ada keseruan.

Three Little WordsWhere stories live. Discover now